Warga Poco Leok dan Pemimpin Redaksi Floresa Dibebaskan, Kapolres Manggarai Sebut Mereka ‘Diamankan’

Mereka dibebaskan setelah beberapa jam diamankan di lokasi unjuk rasa

Floresa.co – Empat warga Poco Leok di Kabupaten Manggarai dan Pemimpin Redaksi Floresa, Herry Kabut dibebaskan aparat usai beberapa jam ditempatkan di sebuah mobil saat aksi unjuk rasa menentang proyek geotermal.

Floresa mendapat informasi Herry dibebaskan sekitar pukul 18.00 Wita.

Empat warga dibebaskan sebelumnya dalam keadaan terluka dan kini ada yang dirawat di RSUD Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai.

Herry kini masih dalam keadaan shock karena kejadian itu dan belum bisa mengisahkan rinci peristiwa yang terjadi.

Herry bersama beberapa warga Poco Leok ditangkap aparat pada 2 Oktober saat unjuk rasa memprotes pengukuran lahan untuk proyek geotermal, bagian dari proyek strategis nasional di Flores.

Herry yang hendak melakukan peliputan aksi itu ditangkap polisi sekitar pukul 13.00 Wita. Sejak itu, ia tidak bisa lagi dihubungi tim Floresa.

Kapolres Manggarai AKBP Edwin Saleh mengakui anak buahnya “mengamankan empat warga dalam aksi penolakan itu” bersama jurnalis Floresa.

“Laporan personel di lapangan, ada empat orang yang diamankan dan sudah dikembalikan setelah giat selesai,” katanya pada 2 Oktober malam.

Pernyataannya itu berbeda dengan yang disampaikannya di sejumlah media pada 2 Oktober sore, seperti di Tirto.id, di mana dia membantah adanya penangkapan itu.

Namun, ia berkata kepada Floresa, warga dan jurnalis itu “bukan ditangkap,” tetapi “diamankan.”

Ditanya perbedaan antarkeduanya,  Edwin berkata, “ditangkap dilakukan dalam rangka penegakan hukum,” sementara “diamankan” untuk “menghindari seseorang jadi korban atau pelaku pelanggar aturan hukum.”

Edwin mengatakan personelnya di lapangan mengamankan empat warga itu karena ada “indikasi memprovokasi peserta aksi.”

Selain itu, untuk “menghindari masyarakat aksi melakukan tindak pidana,” katanya.

“Pengamanan dilakukan untuk mengamankan aktivitas, sarana dan prasarana, pelaksanaan giat, benturan fisik masyarakat yang kontra dengan yang pro,” ujarnya.

Ditanya apakah alasan ‘mengamankan’ jurnalis Floresa sama dengan warga, katanya, “menurut berita” jurnalis Floresa tidak dapat menunjukan ID-nya,” merujuk pada kartu pers.

Herry memang tidak membawa kartu pers saat peliputan, hanya surat tugas.

Edwin menjawab, “iya,” ketika ditanya apakah surat tugas itu tidak cukup sebagai identitas sebagai wartawan, namun tidak menjelaskan lebih jauh.

Ia kemudian menyalahkan media yang menurutnya “terlalu cepat memberitakan sehingga banyak persepsi di pembaca.”

Setelahnya ia mengalihkan penjelasan ke soal lain.

“Jangan kita yang ada, jadi penyumbang dosa buat saudara-saudara kita yang akhirnya terpaksa bekerja di luar kampung sendiri, dan pulang-pulang dari rantauan cuma yang datang keranda mayat,” katanya.

“Pertanyaannya, ini pembangunan pemerintah atau swasta? Yang kontra apakah mewakili masyarakat sana? Bagaimana jika tidak dilakukan pengamanan, apakah ada yang bisa menjamin pro dan kontra tidak bertikai?,” lanjutnya.

Perwakilan pemerintah dan PT PLN yang dikawal ketat aparat keamanan mendatangi Poco Leok pada 2 Oktober, untuk melakukan pengukuran lokasi proyek geotermal.

Sehari sebelumnya, warga juga melakukan pengadangan di lokasi.

Herry Kabut bergerak ke lokasi dari Ruteng sekitar pukul 12.39 Wita dan tiba sekitar pukul 13.00, di mana sudah ada aparat gabungan polisi, TNI dan Satpol PP.

Seorang warga saksi mata berkata kepada Floresa, saat tiba di lokasi Herry langsung berusaha mengambil gambar dan video warga yang ditangkap dan ditempatkan di mobil keranjang polisi.

Namun, kata saksi itu, polisi melarangnya saat menaiki mobil itu.

“Jangan naik, ini bukan kau punya mobil pribadi. Turun!” teriak polisi, menurut saksi itu.

Setelah Herry turun dari mobil, aparat kemudian menyeretnya ke bagian belakang mobil.

Beberapa warga yang ikut mengambil video dilarang polisi dan mengancam mengambil ponsel mereka, kata saksi itu.

Ponsel Herry, juga beberapa warga lainnya kemudian dirampas aparat agar mereka tidak mengambil gambar, tambah saksi.

Floresa hanya mengantongi satu video insiden itu, namun Herry tidak kelihatan jelas karena tampak direkam dari balik semak-semak.

Beberapa warga yang berbicara kepada Floresa mengaku melihat tangan Herry diborgol dan disekap di dalam mobil, juga dipukul.

Floresa menanyakan kepada Edwin apakah borgol dan memukul adalah bagian dari prosedur ‘mengamankan’ warga.

Ia berkata, jika memang peristiwanya demikian, “silakan buat laporannya,” mengklaim “anggota tidak ada yang membawa borgol.”

Proyek geotermal Poco Leok merupakan perluasan dari PLTP Ulumbu yang sudah beroperasi lebih dari satu dekade lalu dan berada sekitar tiga kilometer arah barat Poco Leok.

Proyek ini bagian dari proyek strategis nasional di Flores yang masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN 2021-2030.

Warga Poco Leok, yang mencakup 14 kampung adat di Kecamatan Satar Mese terus menentang proyek ini yang didanai Bank Kreditanstalt für Wiederaufbau [KfW] dari Jerman.

Floresa telah secara aktif melapor perkembangan upaya meloloskan proyek ini.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA