Floresa.co – Kantor Kesyahbandaraan dan Otoritas Pelabuhan [KSOP] Kelas III Labuan Bajo mengingatkan adanya gelombang tinggi di sekitar Taman Nasional Komodo pada pekan ini, pemberitahuan yang muncul usai kecelakaan kapal dua hari sebelumnya
Dalam pemberitahuan tertanggal 24 Maret itu, KSOP meminta kapal-kapal yang berlayar di perairan Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo memperhatikan prakiraan cuaca dan peringatan dini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika [BMKG] mulai 24 Maret hingga 29 Maret.
Nakhoda kapal diminta untuk “menghindari perairan selatan Pulau Padar, Pulau Rinca dan Pulau Komodo karena prakiraan gelombang tinggi dan angin kuat.”
Dalam surat itu, KSOP meminta nakhoda kapal memastikan kelaiklautan kapal dan berlindung jika terjadi cuaca buruk.
Bila ada bahaya cuaca, KSOP meminta para nakhoda memberitahu kepada kapal lainnya serta berkoordinasi dengan Syahbandar dan Basarnas jika mengetahui kondisi semakin buruk.
“Syahbandar akan mengeluarkan pemberitahuan penundaan keberangkatan kapal jika cuaca semakin memburuk,” bunyi himbauan itu.
Pada 22 Maret, satu kapal wisata yang mengangkut 10 penumpang – tujuh di antaranya wisatawan asing dan tiga orang kapten dan kru -, tenggelam di perairan dekat Pulau Kelor.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh Floresa dari Kantor Pencarian dan Pertolongan Maumere, kapal dengan nama Raja Bintang 02 itu tenggelam pada pukul 02.05 dini hari.
Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Maumere, Fathur Rahman, menjelaskan, kejadian bermula pada pukul 01.00 Wita saat kapal itu berangkat dari Labuan Bajo untuk pelayaran ke pulau-pulau di Labuan Bajo.
“Kapal itu berencana menginap di Pulau Kelor,” katanya.
Namun, angin kencang dan gelombang tinggi, jelas dia, mengakibatkan jangkar larat atau tidak berfungsi dengan baik saat hendak berlabuh ke arah daratan Kampung Menjaga di Pulau Kelor.
Akibatnya, kapal kandas dan terguling.
Mendengar informasi kecelakaan itu, Tim SAR Gabungan langsung dikerahkan menuju lokasi kejadian dengan menggunakan Rigid Inflatable Boat [RIB] Pos SAR Manggarai Barat.
“Sesampainya di lokasi kejadian kapal ditemukan terbalik dan kandas di perairan kelor,” terangnya.
Kapal nelayan yang berada di lokasi kejadian, kata dia, terlebih dahulu mengevakuasi seluruh penumpang menuju Kapal Pinisi Sipakatau yang kebetulan berada di lokasi kejadian.
Sekitar 02.30 Wita, Tim SAR Gabungan bersama 10 penumpang kapal Raja Bintang 02 tiba di Pelabuhan Marina Labuan Bajo.
“Seluruh penumpang tiba dalam keadaan selamat,” jelasnya.

Sebelum peristiwa tersebut, Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores [BPO-LBF] mengingatkan adanya potensi cuaca ekstrem di Kabupaten Manggarai Barat, merujuk pada informasi BMKG Stasiun Meteorologi Komodo Manggarai Barat.
Dalam keterangan pers tertanggal 17 Maret itu, BPO-LBF menyatakan BMKG Manggarai Barat meminta masyarakat untuk waspada terhadap potensi angin kencang di wilayah Perairan Selat Sape, dengan tinggi gelombang 0,83 – 1,5 meter di Selat Sape Bagian Utara dan 1,3 meter hingga dapat mencapai 2 meter di Selat Sape Bagian Selatan.
BPO-LF menyatakan, keberadaan awan gelap atau Cumulonimbus di wilayah perairan ini dapat memicu angin kencang, perubahan arah angin secara tiba-tiba, serta meningkatkan tinggi gelombang secara signifikan.
Salah satu rekomendasi BPO-LF, dalam keterangan pers itu, adalah agar nelayan dan pelaku transportasi laut, memperhatikan informasi cuaca sebelum beraktivitas di perairan Selat Sape.
Mereka juga dihimbau untuk lebih berhati-hati terutama saat melihat tanda-tanda perubahan cuaca mendadak yang dapat meningkatkan risiko keselamatan pelayaran.
Terkait insiden kapal wisata Raja Bintang 02, Kepala Sie Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli KSOP Labuan Bajo, Maxianus Mooy mengklaim tidak ada peringatan cuaca buruk sebelumnya.
“Kita memberangkatkan kapal bukan hanya satu saja. Ada banyak kapal yang kita berangkatkan dalam hari yang sama. Apakah semuanya kena musibah? Tidak!,” katanya kepada Floresa pada 25 Maret.
Max tak menampik tenggelamnya kapal wisata Raja Bintang 02 terjadi karena cuaca.
Namun, menurutnya, kondisi itu terjadi karena “angin dan hujan datang tiba-tiba.”
Kapal Raja Bintang 02 itu, jelas Max, menginap di perairan Pulau Kelor agar bisa menikmati momen matahari terbit atau sunrise.
“Karena hujan beserta angin kencang, kapal itu menghindar ke bagian yang dangkal dan miring kapalnya,” jelasnya.
Kecelakaan itu, kata dia, bukan karena cuaca ekstrim.
“Kalau kapal itu jalan [berlayar] mungkin tidak ada kecelakaan, hanya karena dia berlabuh, ada insiden itu,” katanya.
Menambah Daftar Kasus
Kecelakaan kapal di Labuan Bajo bukan pertama kali terjadi.
Selain karena cuaca, kecelakaan kapal wisata juga terjadi karena berbagai penyebab seperti kebakaran.
Pada 22 Desember 2024, Kapal penumpang Maluku Explorer terbakar di Pulau Monyet, sebuah kawasan yang juga terletak di destinasi pariwisata Labuan Bajo. Kapal itu terbakar dalam proses perbaikan.
Sebelumnya, pada 8 Agustus 2024, Kapal Pinisi Monalisa I tenggelam usai diterjang gelombang tinggi di perairan antara Pink Beach dan Batu Tiga.
Berselang dua pekan kemudian, speedboat Ocean Queen meledak pada 30 Agustus.
Pada 2023, terjadi delapan kecelakaan yang menyebabkan wisatawan domestik dan mancanegara mengalami cedera hingga ada yang meninggal.
Dalam catatan Floresa, pemicu kasus-kasus ini tidak semuanya karena faktor alam. Dalam beberapa kasus, kapal-kapal yang kecelakaan diketahui melanggar aturan.
Kapal wisata KM King Fisher De Seraya yang mati mesin di perairan Labuan Bajo pada 1 Januari 2023 misalnya tidak mengantongi izin berlayar dari KSOP.
Hal serupa juga terjadi dengan kapal wisata Carpe Diem yang terbakar di perairan antara Pulau Siba dan Pulau Mawan pada 4 Februari 2024. Kapal itu tidak mengantongi izin berlayar.
Sementara itu, kapal KM Budi Utama yang kecelakaan di perairan Pulau Padar pada 22 Juni 2024 melanggar ketentuan karena lima dari total 15 penumpang tidak tercatat dalam manifes. Hal ini memicu protes dari korban yang menuding buruknya manajemen kapal dan pengawasan oleh KSOP.
Saat ditanya tentang protokol keselamatan berlayar untuk kapal wisata di Labuan Bajo merespons banyaknya kasus kecelakaan, Max menyebut memiliki prosedur keselamatan, kendati ia tak menyebut secara rinci.
Ia membantah banyaknya kasus kecelakaan kapal wisata di Labuan Bajo, merujuk pada perbandingan antara jumlah kapal yang diberangkatkan dengan jumlah kecelakaan.
Tahun 2024, kata dia, dari 24 ribu keberangkatan kapal, jumlah kecelakaan sebanyak 11.
“Dari sekian banyak kapal, yang celaka berapa sih? 11 dari 24 ribu,” katanya.
Editor: Petrus Dabu