Floresa.co- Tim Relawan Untuk Kemanusiaan Flores (TRUK-F) bersamma Peace Women Across the Global (PWAG) meluncurkan film dokumenter berjudul “Masih Ada Asa” di Aula St. Thomas Aquino Seminari Tinggi Ledalero, Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (17/4/2015).
Film dokumenter yang disutradarai oleh Yuda Kurniawan ini menampilkan pemeran utama Ros dan Ati. Keduanya merupakan korban kekerasan seksual yang didampingi oleh TRUK-F ketika menempuh jalur hukum agar mendapat keadilan atas peristiwa yang dialaminya.
Film yang berdurasi 1 jam ini mengisahkan tperistiwa kekerasan seksual yang dialami oleh Ros dan Ati.
Ros merupakan gadis Ambon yang diperkosa oleh oknum tak bertanggung jawab ketika pulang dari sebuah pesta. Sementara Ati mengisahkan pengalaman pahitnya ketika diperkosa oleh salah satu oknum anggota DPRD Sikka.
Film dokumenter ini sebenarnya mau menampilkan peran TRUK-F dalam mengadvokasi berbagai kasus kekerasan seksual dan KDRT di Flores.
Sebagai sebuah lembaga kemanusiaan, TRUK-F selain mengadvokasi korban, juga memberikan pendampingn kepada korban untuk menemukan lagi cahaya hidup mereka.
“Kamu adalah masa laluku,” kata Ati dalam puisinya. Ketegaran hati, menjadikan diri subjek dan bukan objek, menjadi hal yang menarik dan menggugah hati dalam film ini.
Langkah yang ditempuh oleh TRUK-F dengan memberikan pendampingan psikis juga memberikan pengaruh signifikan bagi para korban untuk menjemput masa depan mereka.
Ros yang merupakan salah satu pemeran utama dalam film ini bahkan boleh dikatakan telah menemukan cahaya kehidupannya di bawah lindungan dan pendampingan TRUK-F.
Ros kini bekerja sebagai resepsionis pada salah satu hotel di Jakarta.
“Di dalam diri korban, kami menemukan Tuhan yang menciptakan dan mengasihi kita semua. Oleh karena itu, kami tidak membedakan siapa itu korban? Beragama apa? Dari mana?” kata Sr Eustochia SSpS dalam salah satu bagian film itu.
“Yang kami lihat di sana adalah wajah kemanusiaan Allah,” kata Ketua TRUK-F ini.
Negara Tidak Memberikan Perlindungan
Mbak Dedey, manajer produksi film ini mengatakan dalam sesi diskusi setelah peluncuran, mengatakan, film ini merupakan bentuk perjuangannya untuk menegakkan martabat dan hak kaum perempuan.
“Perempuan juga merupakan gambaran dan citra Allah. Karena itu, kekerasan dan pelecehan terhadap kaum perempuan semestinya tidak terjadi lagi dengan adanya film dokumenter ini.” kata Mbah Dedey
Ia melanjutkan, film ini merupakan film adukasi karena sejauh pengalamannya berada di NTT, banyak yang melihat tindakan kekerasan terhadap perempuan tetapi menutup mata atas persoalan tersebut.
Pastor Otto Gusti SVD, Dosen di STFK Ledalero mengatakan, semua orang dalam suatu negara berhak untuk mendapat perlindungan dari negara dan negara wajib memberikan perlindungan terhadap warganya.
Namun, kata Pastor Otto, sebagaimana kisah yang dialami oleh Ati, menunjukkan bahwa negara tidak memberikan perlindungan yang baik kepada rakyatnya. Hukum di negara Indonesia, menurut dia, tumpul ke atas, tajam ke bawah. (Laporan Frater Danto SVD, kontributor di Maumere)