Floresa.co – Ada banyak alasan untuk bersyukur dalam hidup. Selain misalnya karena mendapat harta berlimpah, umur panjang, juga bisa karena banyaknya ketururunan.
Perihal banyaknya keturuan itu menjadi alasan bagi keluarga keturuan Petrus Nembok, yang populer disebut Ema Cebo di Kampung Sampar, Desa Pong Lale, Kecamatan Ruteng merayakan syukur pada 14-18 Agustus lalu.
Mereka menggelar acara yang disebut Baro Bola Ema Cebo. Pada perayaan adat itu, keturuanan Ema Cebo mempersembakan kerbau putih. Ini merupakan wujud terima kasih kepada Tuhan atas terkabulnya permohonan Ema Cebo dahulu kala, yaitu agar keturanannya beka agu buar (berkembang biak).
Menurut Romo Karolus Jande Pr, putra bungsu Ema Cebo, dahulu saat masih hidup, ayahnya itu berjanji kepada anak-anaknya bahwa ia akan mempersembahkan acara syukur jika doanya dikabulkan oleh Tuhan.
Mori, eme beka agu buar kilog, kaba laing laku tai, demikian janji Ema Cebo, yang berarti, Tuhan jika keluargaku berkembang biak, nanti saya mempersembahkan kerbau.
Ema Cebo mempunyai sepuluh orang anak yang terdiri dari lima laki-laki dan lima perempuan.
Keluarganya berkembang pesat menjadi hampir lima puluh orang cucu dan cece. Salah satu cucunya adalah Romo Charles Suwendi Pr yang kini bertugas sebagai Pastor Paroki Timung, Kecamatan Wae Ri’i.
Kesepuluh anak Ema Cebo menyadari bahwa keturunan yang banyak jumlahnya itu adalah bukti terkabulnya Bola de Ema Cebo.
Mnurut Romo Karolus, ayahnya itu yang meninggal pada tahun 1990 merupakan perintis Kampung Sampar. Ia juga ditugaskan oleh Gelarang Ndung dan Dalu Rahong serta Raja Manggarai sebagai penjaga perbatasan wilayah kedaulatan.
Rangkaian acara adat Baro Bola Ema Cebo diawali dengan acara adat tura ndekok (pengakuan dosa) di jalan raya pertigaan kampung Sampar (Ruas jalan Cancar Golo Welu), doa di pemakaman Ema Cebo, teing hang kolang (pemberian sesajian) di mbaru gendang (rumah adat) Sampar.
Hari kedua dilanjutkan acara pantek (acara adat menetapkan waktu penyembelian kerbau) dengan mempersembahkan seekor babi. Acara ini diikuti oleh warga keturunan Ema Cebo serta warga Kampung Sampar dan dari rumah adat lainnya.
Menyusul kemudian ritual adat barong boa Ema Cebo (acara adat di kuburan Ema Cabo), barong wae (acara di mata air warga Sampar) dan barong compang (acara di tugu adat).
Selanjutnya, acara adat kina we’e yang artinya seluruh keluarga ikut hadir dalam prosesi tersebut.
Setelah prosesi acara tersebut, mempersiapkan diri wa’u wa tana (turun ke tanah) saat mentari terbit, sembari mengumandangkan lagu adat mengiring acara persembahan kaba bakok, ela bakok dan ayam putih
Pada penyembelihan kerbau, juga ikut dipersembahkan satu ekor babi (ela laca) yang menunjukan rangkaian acara persembahan kerbau sudah selesai.
Sore harinya juga berlangsung acara adat congko laca dengan menyembeli ayam jantan, untuk membersihkan sisa kotoran dan darah kerbau yang tersisa saat disembeli.
Setelah itu, di rumah adat berlangsung acara caca sélek, dengan menyembelih ayam putih sebagai tanda sẻluruh prosesi adat berakhir. (Dinan/ARL/Floresa)