Silang Pendapat Soal Pantai Pede, Gabriel Mahal Somasi Rikard Rahmat

Jakarta, Floresa.co – Gabriel Mahal, pengacara asal Manggarai melayangkan somasi kepada Rikard Rahmat, penulis dan aktivis muda terkait komentar tentang polemik Pantai Pede di Labuan Bajo, Manggarai Barat (Mabar).

Somasi ini terkait tanggapan Rikard atas opini Gabriel yang dipublikasi pada Jumat, 2 Juni di Florespost.co.

Dalam opini berjudul “Pede: Penyerahan sebagai Tindakan Hukum” itu, Gabriel menyoroti dua pertanyaan pokok, yakni apakah tanah Pantai Pede itu adalah tanah negara atau bukan dan apakah UU No 8 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai Barat memberikan dasar hak/alas hak kepemilikan tanah Pede oleh Pemkab Mabar.

Uraian Gabriel sampai pada kesimpulan bahwa UU No 8 bukanlah dasar hukum hak kepemilikan/penguasaan oleh Pemda Mabar atas tanah Pede, selagi proses penyerahan dari pihak Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) belum dilakukan.

“Karena itu tidak bisa juga digunakan sebagai dasar hukum untuk membatalkan perjanjian Pemprov NTT dengan PT. SIM dalam pengelolaan tanah Pede dengan argumentasi bahwa tanah Pede itu milik Pemda Mabar berdasarkan UU 8/2003,” demikian argumen Gabriel.

“Agar tanah Pede menjadi tanah/aset Pemda Mabar tetap harus dilakukan penyerahan (Recht Handelingen) dari Pemprov NTT kepada Pemda Mabar sebagai suatu tindakan hukum yang menimbulkan akibat beralihan hak penguasaan/kepemilikan tanah Pede dari Pemprov NTT kepada Pemda Mabar,” lanjutnya.

Dalam komentar terhadap opini Gabriel tersebut, Rikard membuat analogi, di mana UU N0 8 Tahun 2003 ia ibaratkan sebagai proklamasi berdirinya Mabar, sementara proses penyerahan lahan Pantai Pede, Rikard ibaratkan dengan “hal-hal terkait proses pemindahan kekuasaaan dan lain-lain.”

Lewat analogi itu, Rikard menilai, dari argumentasi Gabriel, tampak bahwa bagi Gabriel sebelum proses penyerahan Pantai Pede dilakukan, maka Pantai Pede bukanlah hak Pemda Mabar, meski hal itu sudah dinyatakan dalam UU No 8 Tahun 2003.

Berikut isi lengkap komentar Rikard:

“Menurut Om Gabriel Mahal, kemerdekaan kita bukan saat Proklamasi dikumandangkan, tetapi setelah “hal2 mengenai pemindahan kekuasaan dan lain2 diselenggarakan dengan cara yang saksama dan dalam Tempo yang sesingkat2nya”. Sebelum “hal2 mengenai dll” itu dilaksanakan, kita belum merdeka. Kata2 “Dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia_ gak ada artinya. Hukum itu pake logika lah. Logika dasar itu. Kalau yg prosedural-administratif belum dilakukan, itu tidak batalkan hak Mabar atas Pede, sebagaimana ditegaskan UU No 8. Yang sederhana begini, masa harus diulang2 seribu kali? Sy gak belajar hukum, lho. Tapi, baca UU No 8 itu, gak perlu pakai rumit, sok analisis, tapi dangkal.”

Komentar itu kemudian viral, baik di Facebook, maupun di sejumlah grup Whats App, antara lain grup Whats App “Peduli NTT & NKRI”, “Lonto Leok” dan “Tolak Tambang”.

Gabriel yang membaca komentar tersebut kemudian memilih mensomasi Rikard, karena menilai Rikard melakukan “penfitnaan dan/atau pencemaran nama baik” dirinya.

Merasa tidak mengatakan seperti yang Rikard sampaikan, Gabriel menuntut  agar Rikard mengakui perbuatannya sebagai suatu kesalahan/kekhilafan, meminta maaf, menarik pernyataannya dan tidak boleh mengulanginya lagi. Gabriel menuntut agar permintaan maaf dilakukan dalam jangka waktu 1×24 jam.

Somasi Gabriel itu menyebar pada Sabtu pagi, 3 Juni di salah satu grup Whats App, “Nucalale.” Selang beberapa waktu kemudian, somasi itu viral ke sejumlah grup lain.

Isinya sebagai berikut:

Kepada Saudara Rikard Rachmat,

Perihal: Peringatan

Memperhatikan dan mencermati postingan saudara ini yang menyebut nama saya dengan pernyataan “Menurut Om Gabriel Mahal, kemerdekaan… dst” – suatu pernyataan yang tidak pernah saya ungkapan baik secara lisan maupun tulisan, sehingga pernyataan saudara dalam postingan saudara saya anggap sebagai suatu penfitnaan dan/atau pencemaran nama baik saya.

Sehubungan dengan hal tersebut saya memberikan peringatan pertama dan terakhir kepada saudara, sbb:

1. Mengakui perbuatan saudara itu sebagai suatu kesalahan/kekhilafan di Grup WA ini dan dimanapun saudara memposting pernyataan saudara ini;

2. Meminta maaf kepada saya dan grup ini serta dimanapun saudara memposting pernyataan saudara ini;

3. Menarik pernyataan yang saudara posting di grup ini atau di tempat lain saudara memposting pernyataan saudara ini dan berjanji tidak akan melakukan hal yang sama dan atau serupa di waktu yang akan datang;

4. Poin 1, 2, 3 tersebut harus saudara laksanakan dalam jangka waktu 1×24 jam terhitung sejak menit, jam, saya memposting Peringatan ini di grup ini.

Apabila saudara tidak melakukan hal-hal  tersebut dalam jangka waktu 1 x 24, maka saya akan melakukan upaya hukum, baik pidana maupun perdata terhap saudara.

Jakarta, 3 Juni 2017

Gabriel Mahal

Rikard Memilih Meminta Maaf

Atas somasi ini, Rikard pun tidak ingin memperpanjang masalah. Ia kemudian menyampaikan permintaan maaf ke Gabriel. Berikut isinya:

Kae Gaby, Rikard Rahmat ini. Ole, kalau pernyataan saya menimbulkan fitnah atau mencemarkan nama baik Dite, saya minta maaf. Saya tahu ite marah. Tapi, itu sebetulnya analogi, seperti ini: dalam pembacaan saya, menurut Ite, penyerahan teknis-prosedural-administratif itu Pede ke Mabar sangat penting dan menentukan dan kalau itu tidak dilakukan, Mabar tidak berhak mengklaim Pede sebagai miliknya. Karena belum dilakukan, maka secara legal, Pede tetap milik Provinsi dan karena itu BOT dengan pihak ketiga TIDAK SALAH. Menurut dapat saya, by law (berdasarkan UU No 8/2003) Pede itu sudah milik Mabar. Dan itu dinyatakan secara eksplisit. Belum dilakukannya penyerahan, itu tidak mencabut hak Mabar atas Pede, hak yang dinyatakan secara tegas dalam UU itu. Maka, ketika ite berpandangan demikian, menurut pandangan saya, itu sama saja dengan mengatakan bahwa setelah “hal2 mengenai pemindahan kekuasaan dll” itu dilakukan, yang merupakan hak2 teknis-administratif-prosedural, kita baru merdeka. Sedangkan, yang substansial, yaitu “Dengan ini kami menyatakan kemerdekaan Indonesia”, bisa gak berlaku kalau hal2 teknis tadi tidak dilakukan. Semacam perbandingan saja, meskipun bukan pernyataan langsung dari ite. Tapi, bagaimanapun, kalau penggunaan perbandingan ini dianggap salah dan mengganggu kenyamanan personal, apalagi menjadi fitnah bagi Ite, tidak ada salahnya saya mohon maaf. Terima kasih

Rikard mengatakan kepada Floresa.co, permintaan maaf itu ia sampaikan langsung kepada Gabriel lewat Whats App dan kemudian kembali viral di sejumlah grup, setelah banyak yang memintanya untuk membagi komentar itu.

Menurut Rikard, ada yang protes kepadanya, mengapa harus meminta maaf. Namun, katanya, “normal saja kalau ada yang tersinggung dan marah.”

Rikard mengatakan, dalam komentarnya itu, ia berupaya menjelaskan argumen Gabriel dengan cara lain, yakni analogi.  “Jadi, intinya ia mensomasi analogi yang saya buat,” katanya.

Rikard menjelaskan, dirinya berharap, Gabriel menanggapi analogi itu.

“Namanya analogi, bisa didebat balik kan dalam sebuah debat terbuka, apalagi polemik Pantai Pede ini telah jadi konsumsi publik sedemikian rupa.” (PTD/ARL/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini