BerandaFEATUREAgleriano Gefrilman, Bocah Lumpuh...

Agleriano Gefrilman, Bocah Lumpuh di Manggarai Timur yang Berharap Bisa Sekolah

Meski dengan kondisi keterbatasan fisik, yang membuat bocah 12 tahun itu tidak bisa mengenyam pendidikan formal seperti anak-anak lainnya, ia piawai bisa menulis, menggambar dan membaca. "Saya ingin sekolah," katanya.

Floresa.co – Sejak kecil hingga kini usianya 12 tahun, Agleriano Gefrilman hanya bisa berbaring di tempat tidur. Pengalaman jatuh saat ia masih bayi membuat nasibnya berubah.

“Anak saya ini dulunya [lahir dalam kondisi fisik] normal, lahir secara normal. Namun semenjak jatuh saat masih [berusia] dua tahun, akhirnya sampai saat ini dia lumpuh begini,” kata ibunya, Theresia Nelsi (41).

Kondisi fisiknya itu membuat bocah yang tinggal Kampung Bangka Arus, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Manggarai Timur hampir menghabiskan seluruh hidupnya dengan berdiam di dalam rumah.

Theresia bercerita, ia dan suaminya, Yohanes Anom (48), saat menyadari bahwa putra mereka lumpuh, mereka berusaha untuk mengobatinya.

Selain membawanya ke fasilitas kesehatan terdekat, mereka pernah membawa Anok ke Rumah Sakit Santo Rafael Cancar. Itu adalah salah satu rumah sakit swasta ternama milik para biarawati Katolik di Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai.

Namun, kata dia, petugas medis rumah sakit tersebut tidak mampu menanganinya dan merujuk Anok untuk dirawat di rumah sakit di Surabaya, Jawa Timur.

Sayangnya, keterbatasan ekonomi keluarga membuat mereka tidak bisa membuat Anok bisa mendapat perawatan di Surabaya.

“Karena terkendala uang, akhirnya kami memutuskan untuk merawat anak kami di rumah saja,” kata Yohanes.

“Untuk beli beras saja susah sehingga kami hanya bisa pasrah,” sambungnya.

Saat mendatangi rumah mereka baru-baru ini, Floresa.co mendapati Anok yang menjalani aktivitasnya hanya di atas tempat tidur. Fisiknya juga tidak berkembang seperti anak-anak lain seusianya.

“Kakinya tidak bisa digerakkan. Betis bagian bawahnya menekuk. Demikian pula tangannya, tak bisa bergerak laluasa karena bagian lengan bawahnya menekuk,” tutur Yohanes.

Untuk bisa menikmati udara segar dan pemandangan di luar, ia harus dipapah oleh orangtuanya lalu dibaringkan di bale-bale depan rumah.

Yohanes dan Theresia setia mengurus Anok. Untuk memandikannya, Theresia harus menyiapkan meja untuk membaringkannya terlebih dahulu. Saat buang air besar, sang ibu menyiapkan plastik dan saat buang air kecil, ia menyiapkan botol.

“Saya Ingin Sekolah”

Meski dengan kondisi keterbatasan fisik itu, yang membuat ia tidak bisa mengenyam pendidikan formal seperti anak-anak lainnya, Anok piawai menggerak-gerakkan jemari lentiknya untuk menulis dan menggambar. Ia pun bisa membaca.

Ketika Floresa.co mencoba meminta membaca sebuah artikel di layar ponsel, ia melakukannya dengan lancar.

Menurut Yohanes, itu menjadi mungkin karena Anok diajari oleh dua kakaknya dan karena ia memang ingin sekali sekolah.

Pernyataannya juga terkonfirmasi saat Anok ditanyai tentang harapannya.

“Saya ingin sekolah,” katanya spontan.

Yohanes kagum dengan kemampuan Anok, namun serentak kerap memikirkan keinginan anaknya itu yang belum bisa terwujud mengingat kondisi fisik dan keterbasan ekonomi keluarganya.

“Semoga ada yang bisa membantu anak kami,” harap Yohanes.

Berdasarkan laporan dari kontributor, Yohanes C Yarkevbi

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga