Floresa.co – Dua akademisi asal Manggarai Raya menyampaikan pernyataan keras untuk Gubernur Frans Lebu Raya dan Ketua DPR RI Setya Novanto yang memaksakan kehendak dalam upaya privatisasi Pantai Pede di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar).
Romo Max Regus Pr, imam Keuskupan Ruteng yang sedang studi di Erasmus University, Den Haag-Belanda dan Cypri Jehan Padju Dale yang tengah mengambil studi doktoral di Swiss menyebut apa yang dilakukan Lebu Raya dan Novanto sebagai tindakan brutal.
“Konspirasi yang sedang Anda jalankan atas nama pembangunan dan investasi di NTT adalah brutal dan tidak bisa ditolerir,” tegas mereka dalam sebuah surat terbuka yang diterima Floresa.co, Rabu malam (20/5/2015).
Surat itu merupakan respon atas perkembangan terbaru polemik Pantai Pede, di mana pada Rabu beredar kabar terkait rencana pembangunan hotel yang tampak akan terealisasi dalam waktu dekat.
Pastor Marsel Agot SVD, imam di Labuan Bajo mengatakan kepada Floresa.co, Rabu pagi, ia mendapat informasi, arsitek pembangunan hotel itu sudah tiba di Labuan Bajo.
Sebagaimana diberitakan, Lebu Raya sudah menyerahkan pengelolaan pantai itu kepada PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM), lewat sebuah Nota Kesepahaman (MoU) yang ditandatangani pada 2014 lalu.
PT SIM merupakan milik Setya Novanto, Ketua DPR RI yang maju ke Senayan tahun lalu dari daerah pemilihan NTT II.
Meski warga di Mabar berulang kali dan menggunakan berbagai cara menolak rencana itu, namun Lebu Raya tetap ngotot menyerahkan Pantai Pede kepada PT SIM.
Dalam berbagai kesempatan Lebu Raya mengatakan, Pantai Pede adalah aset provinsi. Karena itu, dirinya merasa berhak untuk menentukan pola pemanfaatan pantai itu.
Terkait hal ini, Romo Max dan Cypri Dale menyebut dua politisi itu sama sekali tidak peduli pada kehendak publik di Mabar yang mempertahankan Pede sebagai ruang terbuka umum dan tempat rekreasi.
Mereka menegaskan, bagi Lebu Raya, “seakan-akan pemerintah itu terpisah dari rakyat.”
“Dan kehendak rakyat tidak perlu Anda pedulikan demi rekan Anda sesama politisi sekaligus investor,” kata mereka.
Mereka menilai, surat kepemilikan yang dipegang Lebu Raya – yang juga masih bermasalah – membuat orang nomor satu di NTT itu berkukuh dalam arogansi kekuasaan yang mengancurkan kedaulatan masyarakat Mabar atas kawasan Pede.
“Tidakkah Anda tahu bahwa, kepemilikan legal tidak serta merta memberi ruang bagi Anda untuk bertindak sewenang-wenang,” tegas mereka.
Menurut Romo Max dan Cypri, hal pertama yang selalu jadi syarat utama adalah hak, kebutuhan dan kedaulatan warga masyarakat atas kawasan dan atas ruang publik.
Mereka mengatakan, pemaksaan kehendak kekuasaan seperti yang diperlihatkan Lebu Raya dan Novanto sudah dan sedang menunjukkan model bangunan politik lokal NTT dan Mabar seperti mesin yang tidak punya nurani politik.
“Yang sedang anda pertontonkan adalah praktek paling brutal dari oligarki politik Indonesia: kekuasaan politik dan kepentingan ekonomi menjadi satu, dan merampas ruang hidup warga,” tulis mereka.
“Anda sedang menunjukkan konspirasi penguasa dan pengusaha; politisi, birokrat, dan pengusaha; untuk atas nama investasi merampas ruang, akses, dan manfaat pembangunan dari masyarakat, serta mengabaikan hak dan kebutuhan mereka atas ruang publik pantai,” lanjut keduanya.
Mereka mengingatkan, akibat dari arogansi Lebu Raya dan Novanto sangatlah buruk.
“Anda membangun Manggarai Barat menjadi industri pariwisata yang berkembang cepat dengan hotel dan resort, tetapi masyarakat semakin tergusur dan kehilangan ruang publik, dan tidak turut serta dalam merencanakan, menjalankan, dan menikmati hasil-hasil pembangunan itu,” tegas keduanya.
Di bagian penutup surat itu, mereka menegaskan, “bersama seluruh elemen masyarakat, sekali lagi dan dengan terang-benderang, bahwa konspirasi brutal privatisasi Pantai Pede oleh Anda, Gubernur NTT, kepada Anda, Ketua DPR-RI dan investor sekaligus, adalah kebrutalan yang harus dihentikan.”
Ketegasan sikap Romo Max dan Cypri Dale seirama dengan arus perlawanan masyarakat di Mabar yang dimotori sejumlah elemen sipil, seperti Komunitas Bolo Lobo dan Sunspirit for Justice and Peace.
Informasi yang diterima Floresa.co, Rabu malam, upaya perlawanan warga di Mabar akan terus digalakkan, sebagai bentuk protes terhadap Lebu Raya dan Novanto yang mereka sebut lebih mengutaman uang daripada prinsip penghargaan atas hak-hak masyarakat, berikut pemahaman yang memadai tentang bagaimana seharusnya mereka memanfaatkan kekuasaan. (Ari D/ARL/Floresa)