Floresa.co – Seberapa besar harapan perubahan yang bisa dilakukan pemimpin terpilih di kabupaten Manggarai, Deno-Madur periode 2016-2021?
Jawaban atas pertanyaan tersebut cenderung pesimistis. Bukan pertama-tama karena meragukan kapasitas pejabat terpilih, tetapi desain negara hukum modern memang menempatkan pemimpin di era sekarang seperti singa tak bertaring. Kekuasaan mereka dikebiri melalui perangkat hukum dan landasan kebijakan alokasi anggaran.
Sebagai pemimpin mereka tak sebebas yang dibayangkan dalam mengambil keputusan. Kenyataan itu sudah lama diramalkan oleh Carl Schmitt. Ia adalah tokoh anti-liberalisme dan pemikir terkemuka Jerman pada abad ke- 20. Dia pernah tergabung dalam partai NAZI dan dianggap sebagai filsuf NAZI. Meski demikian, pemikiran beliau dianggap relevan dalam diskursus demokrasi liberal.
Bertolak dari pandangannya, kepala daerah di era demokrasi konstitusional kelihatannya saja seperti pemimpin yang berdaulat. Di mata Schmitt, mereka lebih tepat kalau disebut kepala administrasi atau kepala managemen. Atau seperti pemimpin perusahaan. Sedangkan sebutan pemimpin tidaklah begitu sesuai.
Idealnya, pemimpin adalah seorang yang berdaulat. Dia mampu menyelamatkan semua orang dengan mengambil keputusan tegas dan bertindak di luar koridor hukum jika keadaan mendesak.
Secara konkret, pemimpin yang dirindukan Schmitt seperti kekuasaan seorang Paus. Meskipun terpilih melalui mekanisme demokrasi, dalam menjalankan kekuasaannya, Paus tidak sedang menjalankan instruksi para pemilihnya. Ia berdaulat dalam mengambil keputusan. Ia bisa bertindak melampaui hukum. Dengan kata lain, yang dirindukan seorang Schmitt adalah pemimpin dengan kekuasaan penuh. Dalam bahasa paling kasarnya, pemimpin “otoriter”.