Polemik Dugaan Ijazah Palsu Anggota DPRD Terpilih Lembata, Silang Pendapat Pengacara Penggugat dan Tergugat

Pengacara anggota DPRD terpilih menganggap kliennya dikriminalisasi

Floresa.co. Silang pendapat mengemuka antara kuasa hukum pihak penggugat dan tergugat dalam sengketa dugaan penggunaan ijazah palsu yang menyeret salah satu anggota DPRD terpilih di Kabupaten Lembata.

Gaspar Apelabi, politisi Partai Amanat Nasional yang terpilih pada pemilu Februari lalu kini menjadi sasaran penyidikan Polres Lembata.

Ismail Leuwayan, warga Desa Benihading, Kecamatan Buyasuri melaporkan Gaspar ke polisi pada 5 April, menudingnya menggunakan ijazah palsu dari Universitas Darul Ulum Jombang di Jawa Timur.

Dalam gugatan yang diajukan sebulan sebelum Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lembata menetapkan hasil pemilihan, Gaspar dituding melanggar pasal 263 KUHP ayat 2 terkait penggunaan surat atau dokumen palsu.

Pada 25 Mei, tiga pekan usai penetapan hasil pemilu, Polres Lembata menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan, membuat langkah Gaspar menduduki kursi dewan terancam.

Hingga kini, belum ada perkembangan terbaru proses hukum kasus ini, hal yang memicu perdebatan di kalangan warga Lembata.

Gugatan terhadap ijazah Gapar berkaitan dengan masalah yang menimpa Rektor Universitas Darul Ulum Jombang, Lukman Hakim Mustain.

Dalam konflik yang dipicu dualisme kepemimpinan kampus, Lukman divonis dua tahun penjara pada 2018 oleh Pengadilan Negeri Jombang atas tuduhan melakukan perkuliahan dan wisuda ilegal.

Ia dilaporkan oleh dosen kampus itu yang berada di kubu Anies Choirunnisa, yang juga mengklaim sebagai rektor.

Namun, Pengadilan Tinggi Surabaya membatalkan vonis itu lewat putusan Nomor 169/Pid.Sus/2018/PT.Sby, yang dikuatkan oleh putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor 2336 K/Pid.Sus/2018.

Penggugat Ismail Leuwayan menggunakan masalah Lukman itu untuk menuding Gaspar menggunakan ijazah palsu.

“Ini adalah perkara sederhana, pemalsuan surat berdasarkan KUHP pasal 263 ayat 1 dan 2,” kata Fakhrurrozi Arrusady, kuasa hukum Ismail, membela langkah polisi yang menindaklanjuti gugatan kliennya.

Ia pun meminta Gaspar kooperatif dalam kasus ini.

“Bantu Polres Lembata, agar kasus ini jadi terang dan tidak berbelit-belit, yang nantinya akan mempersulit terlapor,” katanya.

Sementara Yohanes Karolus Songur, kuasa hukum Gaspar mempertanyakan gugatan itu dan langkah polisi yang menindaklanjutinya.

Ia merujuk pada status Lukman yang sudah dinyatakan tidak bersalah, merujuk pada putusan Mahkamah Agung.

Karena itu, kata dia, segala proses perkuliahan dan segala produk yang dihasilkan Lukman, termasuk ijazah Gaspar, adalah sah menurut hukum.

Kliennya tidak melanggar KUHP pasal 263 ayat 2 sebagaimana yang dituduhkan, kata Yohanes.

Ayat 1 pasal itu mengatur soal pihak yang membuat surat palsu atau memalsukan surat dengan ancaman hukum enam tahun, sementara ayat 2 soal pihak yang sengaja menggunakan surat palsu.

Menurut Yohanes, dengan tidak terbuktinya Lukman melanggar ayat 1, maka status ijazah kliennya otomatis sah.

“Kami patut menduga Gaspar Apelabi adalah target operasi dan kriminalisasi,” katanya.

Sementara itu, Polres Lembata menolak memberi penjelasan terhadap perkembangan penanganan kasus ini.

Kepala Unit Pidana Umum, Zainudin Hamid tidak merespons pertanyaan Floresa.

Bagian Humas Polres Lembata, Tomi Bartels berkata, pihaknya belum bisa memberi keterangan karena kasus ini “masih butuh pengembangan penyelidikan.”

Ketika ditanya alasan polisi sudah menaikkannya ke tahap penyidikan, ia berkata, “barusan koordinasi dengan Pak Kasat Reskrim, AKP I Wayan Pasek.”

“[Ia] menyampaikan bahwa kasus tersebut masih berjalan dan sedang dilakukan proses,” katanya.

Yohanes Karolus Songur mengecam langkah polisi, sembari mendesak Kapolres Lembata I Gede Eka Putra Astawa mengganti sejumlah bawahannya, yaitu Zainudin Hamid dan penyidik pembantu kasus ini.

“Apa yang kita harapkan dari institusi sebesar Polres Lembata jika terdapat diduga oknum yang menggunakan tangan negara untuk kepentingan orang tertentu,” katanya.

Soal desakan penggugat agar kliennya menunjukkan ijazah, ia mempersilahkan untuk mengeceknya langsung ke kampusnya agar masalah ini menjadi jelas.

Sementara itu Fakhrurrozi meminta tergugat memberikan edukasi hukum yang mendidik dengan bersikap kooperatif. 

“Kami ini sebagai praktisi hukum bukan politisi,” katanya.

Gaspar Apelabi merupakan salah satu dari 25 anggota DPRD Lembata terpilih. Ia mewakili daerah pemilihan III, mencakup Kecamatan Omesuri dan Buyasuri, meraih 490 suara.

Selama ini Gaspar bekerja sebagai pengacara dan tergabung dalam organisasi Kongres Advokat Indonesia.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik mendukung kami, Anda bisa memberi kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

TERKINI

BANYAK DIBACA