Floresa.co – Tumpukan balok masih tersusun rapi di luar rumah Rafael Aden sejak Juli 2024.
Warga Kampung Ndehek, Desa Sepang, Kecamatan Boleng, Manggarai Barat itu, menyiapkan material kayu itu setelah dijanjikan akan mendapatkan dana untuk program bantuan Rumah Tidak Layak Huni [RTLH].
Namun, lebih dari setengah tahun berlalu, bantuan itu yang dijanjikan oleh Pertiwi Manggarai Barat, organisasi yang dipimpin Maria Imelda Kurnia, tak juga terwujud.
“Waktu sosialisasi dia [Maria] bilang September akan direalisasi. Banyak saksi yang mendengar,” ujar Rafael kepada Floresa pada 5 Februari.
Maria, katanya, datang ke Desa Sepang pada Juni 2024. Kepada warga setempat, ia menjanjikan bantuan RTLH masing-masing Rp50 juta per rumah.
Saat itu, rumah Rafael difoto, hal yang membuat pria 76 tahun itu yakin bantuan itu benar-benar ada.
Karena percaya, Rafael pun tak keberatan ketika Maria meminta pungutan sebesar Rp120.000 per penerima bantuan.
“Saya langsung bayar lunas. Mereka bilang untuk administrasi,” ujarnya.
Anus Lafi, warga Kampung Tabedo, yang juga berada di Desa Sepang, mengalami nasib serupa.
Anus yang berbicara dengan Floresa pada 5 Februari berkata, sosialisasi bantuan RTLH ini dilakukan di rumah Kepala Desa Sepang yang berada di Kampung Tabedo pada Juni 2024.
Selain Anus, ada 19 warga desa yang hadir dalam sosialisasi itu.
Ia berkata, warga calon penerima bantuan “dimintai untuk segera menyiapkan material tambahan untuk keperluan membangun rumah”.
Warga juga diminta mengumpulkan dana untuk administrasi sebesar Rp120.000 per orang. Total dana yang terkumpul dari 20 calon penerima bantuan Rp2,4 juta.
“Saya tentu merasa bahagia ketika nama saya terdaftar sebagai calon penerima manfaat program tersebut, apalagi saya sangat membutuhkan” ujar Anus.
Namun, seperti halnya Rafael, Anus dan warga lainnya kini menelan kekecewaan karena program yang dijanjikan itu tak terwujud.
“Sekarang tidak ada kabar lagi,” katanya.
Kepala Desa Sepang, Titus Tarting membenarkan adanya sosialisasi yang dilakukan oleh organisasi Pertiwi Manggarai Barat yang dipimpin Maria Imelda Kurnia di rumahnya pada Juni 2024.
Dalam sosialisasi itu, kata Titus, selain Maria, juga hadir dua rekannya yang lain.
“Saya sudah lupa nama dua temannya yang lain,” ujarnya.
Titus juga mengkonfirmasi jumlah calon penerima bantuan di desa itu 20 orang.
“Belum ada yang terealisasi,” kata Titus melalui WhatsApp.
Seperti 20 warganya, Titus juga merasa tertipu.
“Kami, kepala desa dan masyarakat, menjadi korban penipuan dari Ibu Maria untuk mendapatkan bantuan rumah tidak layak huni,” ucapnya.
Tak hanya di Desa Sepang, Maria juga beraksi di beberapa desa lainnya di Manggarai Barat.
Di Desa Mbuit, Kecamatan Boleng, 80 kepala keluarga juga dijanjikan program bantuan RTLH oleh Pertiwi Manggarai Barat.
Kepala Desa Mbuit, Apolonarius Minde berkata, pada Juni 2024, ia dihubungi Maria yang menyatakan maksudnya melakukan sosialisasi bantuan RTLH di desanya.
Apolonarius langsung menyambut baik tawaran tersebut. Apalagi semasa kepala desa sebelumnya sudah ada 20 nama warga Desa Mbuit yang sudah terdaftar mengikuti program yang ditawarkan Maria.
“Saya tentu mendukung karena bagi saya ini niat baik. ‘Silahkan datang, saya bilang’,” kenang Apolonarius saat berbincang dengan Floresa pada 7 Februari.
Apolonarius dilantik sebagai kepala desa pada 29 Desember 2022. Pada 29 Juli 2024, Maria melakukan sosialisasi di Desa Mbuit.
Dalam sosialisasi itu, Apolonarius mengajukan 60 nama lagi, sehingga total terdapat 80 warga desa itu yang menjadi calon penerima bantuan program RTLH.
Namun, Apolonarius berkata, “saya tidak punya tanggung jawab” atas janji yang disampaikan Maria kepada warganya.
“Sepenuhnya saya serahkan ke ibu ini. Saya hanya bantu menginformasikan kepadanya nama-nama yang telah ada untuk mengikuti sosialisasi,” ujarnya.
Maria menjanjikan bantuan untuk 20 calon penerima pertama terealisasi pada November 2024.
Hal yang membesarkan hati masyarakat, pada November 2024, Maria melakukan survei dengan memotret titik lokasi kegiatan menggunakan aplikasi.
“Tapi sampai sekarang tidak ada realisasi,” ujarnya.
Apolonarius berkata, masing-masing warganya itu menyetorkan dana Rp200.000 ke Maria sebagai uang administrasi.
“Saya menghitung total kerugian mencapai 16.000.000,” ujarnya.
Di luar setoran Rp200.000 itu, kata Apolonarius, warganya juga sudah mengeluarkan uang untuk menyediakan material seperti kayu.
Untuk pengadaan material itu, mereka bahkan meminjam di bank dengan menjaminkan tanahnya.
“Itu yang membuat saya geram,” ujarnya.
Selain di Kecamatan Boleng, korban lain juga ada di Desa Orong, Kecamatan Welak, misalnya.
Sebanyak 22 kepala keluarga di desa itu dijanjikan program RTLH oleh Pertiwi Manggarai Barat.
“Kami merasa dirugikan, terutama karena harus menyediakan uang makan dan transportasi mereka ketika datang sosialisasi,” ujar Kepala Desa Orong, Stefanus Hadur dilansir Nttnews.
Stefanus berkata, seminggu setelah sosialisasi, perwakilan organisasi ini mendokumentasikan rumah-rumah yang diusulkan tanpa sepengetahuan pemerintah desa.
“Mereka datang tanpa membawa surat resmi dari organisasi mereka,” ujar Stefanus pada 26 Januari.
“Setelah selesai dokumentasi, mereka meminta uang transportasi sebesar Rp50 ribu ditambah Rp50 ribu untuk berkas kepada setiap kepala keluarga penerima bantuan,” tambahnya.
Masih di Kecamatan Welak, Kepala Desa Golo Ndari, Benediktus Hawan berkata, total kerugian yang dialami warganya akibat penipuan berkedok bantuan rumah ini sebesar Rp2,5 juta.
“Mereka mengatakan punya koneksi dengan pemerintah provinsi untuk mengurus bantuan rumah. Warga diminta mengumpulkan uang administrasi Rp100 ribu per orang,” kata Benediktus.
Benediktus mendesak Pertiwi Manggarai Barat mengembalikan dana masyarakat itu.
Bila tidak, “kami akan melaporkan ke pihak berwajib karena ini jelas penipuan.”
Respons Maria
Floresa menghubungi Maria Imelda Kurnia, pada 5 Februari untuk meminta konfirmasi dan penjelasan terkait program yang ia tawarkan ke desa-desa di Manggarai Barat, serta perkembangan realisasinya.
Namun, ia tak bersedia menjawab pertanyaan, beralasan sudah memberikan klarifikasi kepada media lain.
Dalam klarifikasinya kepada Nttnews, Maria membantah tuduhan memaksa masyarakat menyerahkan uang.
“Uang Rp100.000 per kepala keluarga yang dikumpulkan adalah hasil kesepakatan bersama, bukan paksaan,” ujarnya.
Maria berkata, uang yang ia kumpulkan dari warga itu untuk “transportasi dan pencetakan data.”
“Semua kesepakatan ini disaksikan oleh kepala desa serta perangkat desa,” klaimnya.
Namun, Kepala Desa Mbuit Apolonarius Minde membantah adanya kesepakatan itu.
“Tidak benar sesuai perundingan dengan kades. Saya bisa pertanggungjawabkan,” ujarnya kepada Floresa.
“Artinya, sekarang ibu ini lempar isu seolah-olah kami ikut merunding. Ini kan uangnya sudah di dia semua,” tambah Apolonarius.
Maria juga mengklaim masyarakat menyambut baik program yang ditawarkan.
“Tidak pernah ada keluhan, baik secara langsung maupun melalui pesan. Kami selalu terbuka dan transparan terkait proses usulan,” ujarnya.
Meski tahun sudah berganti, Maria masih percaya diri usulan bantuan Program Rumah Tidak Layak Huni yang dia ajukan akan diterima karena memiliki koneksi di tingkat provinsi.
“Saya berkomunikasi secara intensif dengan pihak terkait untuk memastikan usulan ini diterima,” ujarnya.
Maria mengatakan, usulan bantuan rumah ini, ia lakukan atas nama pribadi, bukan organisasi Pertiwi yang dipimpinnya.
“Organisasi Pertiwi Manggarai Barat memang benar ada, dan saya menjabat sebagai ketuanya,” ujarnya.
Siapa Maria Imelda Kurnia?
Floresa menelusuri nama Maria Imelda Kurnia di mesin pencari Google.
Informasi teratas muncul dari Lezen.id, situs informasi pemilihan umum di mana di dalamnya memuat daftar calon anggota legislatif di seluruh Indonesia.
Berdasarkan informasi dalam situs tersebut, Maria adalah calon Dewan Perwakilan Rakyat Daerah [DPRD] Kabupaten Manggarai Barat pada pemilihan legislatif 2024 dari Partai Kebangkitan Nasional [PKN].
Mendapat nomor urut 3, Maria maju di daerah pemilihan Kecamatan Sano Nggoang, Komodo, Boleng dan Mbeliling. Ia hanya meraup 19 suara pada pemilu yang digelar Februari 2024 itu.
Floresa mencocokan foto yang terpampang di laman Lezen.id dengan foto saat organisasi Pertiwi Manggarai Barat melakukan sosialisasi bantuan Rumah Tidak Layak Huni di Desa Mbuit pada 29 Juli 2024.
Tampak bahwa foto Maria Imelda Kurnia di laman Lezen.id mirip dengan salah satu orang dalam foto sosialisasi di Desa Mbuit itu.
Floresa juga mengirimkan foto di laman Lezen.id ke Kepala Desa Sepang, Titus Tarting melalui aplikasi WhatsApp.
Titus memastikan Maria yang menjanjikan bantuan Rumah Tidak Layak Huni di desanya itu sama dengan foto yang dikirim Floresa.
Apa Tanggapan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat?
Kepala Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Perumahan dan Kawasan Permukiman Manggarai Barat, Arnold Ano, berkata, secara struktur tidak mengetahui organisasi Pertiwi, termasuk apakah organisasi itu memiliki badan hukum atau tidak.
Namun menurutnya, pada Maret 2024 organisasi Pertiwi melalui Maria Imelda Kurnia pernah mendatangi dinasnya untuk mengajukan proposal.
“Mereka datang ke sini untuk memasukan proposal bantuan rumah tidak layak huni untuk masyarakat,” ujar Arnold saat ditemui Floresa pada 7 Februari.
Arnold berkata, mekanisme permohonan bantuan RTLH harus melalui aplikasi Sibaru atau Sistem Informasi Bantuan Perumahan yang dikelola Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat [PUPR].
Aplikasi ini sudah diluncurkan pada 2016, sebelum Kementerian PUPR dipecah menjadi dua yaitu Kementerian PU dan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman pada era Presiden Prabowo Subianto.
“Lembaga atau masyarakat boleh menginisiasi untuk mengajukan, tetapi harus diinput melalui aplikasi oleh Dinas Cipta Karya,” kata Arnold.
Instansinya, kata Arnold, pernah menginput calon penerima bantuan RTLH yang diajukan organisasi Pertiwi sejumlah 301 orang.
“Tetapi, kami tidak tahu latar belakang nama-nama yang diusulkan itu, seperti apa kriterianya,” ujar Arnold.
![](https://floresa.co/wp-content/uploads/2025/02/Arnold.jpeg)
Data-data yang dimasukkan itu, kata Arnold, juga tidak direspons oleh sistem dalam aplikasi karena lampirannya tidak memiliki legalitas.
“Harus ada legalitas dari kepala daerah,” ujarnya.
Setelah diinput di aplikasi Sibaru, jelasnya, terdapat mekanisme verifikasi, persetujuan dan anggaran yang akan dialokasikan.
Meski belum ada verifikasi dan persetujuan dari Kementerian, Maria sudah melakukan sosialisasi ke desa-desa.
Sosialisasi itu, kata Arnold, dilakukan tanpa ada perintah ataupun kerja sama dengan instansinya.
Sosialisasi “itu tidak diperintah dan tanpa sepengetahuan Dinas, tidak ada perjanjian kerja sama juga,” katanya.
Terkait biaya administrasi yang dipungut Maria, Arnold mengatakan, dinasnya juga tidak mengetahui alasan pemungutan tersebut.
“Kami tidak tahu bagaimana pungutan biaya itu diambil,” ujarnya.
Padahal, tambah Arnold, dalam program bantuan Stimulan Perumahan Swadaya melalui Dinas, Dinas tidak memungut biaya apapun, termasuk biaya administrasi kepada warga penerima bantuan.
Ditanya soal aktivitas Pertiwi Manggarai Barat yang melakukan sosialisasi ke desa-desa dan menimbulkan polemik di masyarakat, Arnold berkata, “kami pernah mengeluarkan surat melarang aktivitas mereka, termasuk memanggil Maria ke Dinas.”
“Kami tanya, apa dasar sosialisasi dan kenapa ada pungutan.” Namun, kata Arnold, jawaban Maria “kurang meyakinkan.”
Ia tak menjelaskan maksud dari “kurang meyakinkan.”
Informasi yang diperoleh Floresa, Maria mengklaim dirinya memiliki kedekatan dengan Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (P2P) Nusa Tenggara II, Yublina D. Bunga.
“Terkait mereka memiliki koneksi pribadi kami tidak tahu. Saya tidak mendalami hubungan itu. Kita hanya hubungan kerja saja,” ujar Arnold.
Arnold mengingatkan untuk berhati-hati menyeret Kepala Balai Perumahan Provinsi.
“Saya tegaskan, jangan membawa nama Ibu Ina,” katanya merujuk ke Yublina B. Dunga.
Ia menjelaskan, “tidak pernah ada perintah untuk melakukan sosialisasi” soal program ini dari dinas.
“Itu murni inisiatif pihak Maria,” katanya.
Editor: Petrus Dabu