Floresa.co – Polisi di Kabupaten Flores Timur menyatakan belum menetapkan tersangka kasus pemerkosaan yang melibatkan dua anak di bawah umur karena masih mengumpulkan alat bukti.
Dalam kasus yang terjadi di Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur pada pekan lalu itu, terduga pelaku dan korban merupakan tetangga. Keduanya pelajar SMP, masing-masing berusia 15 dan 13 tahun.
Kepala Seksi Humas Polres Flores Timur, Iptu Anwar Sanusi berkata kepada Floresa, pihaknya “perlu hati-hati,” menetapkan tersangka, dengan memenuhi minimal dua unsur alat bukti.
“Penyidik di unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) sedang berusaha memenuhi minimal dua unsur alat bukti tersebut,” katanya pada 28 Mei.
“Kami berusaha untuk penuhi, termasuk dengan meminta keterangan saksi ahli, baik pidana maupun psikologi,” tambah Anwar.
Penentuan dua alat bukti merujuk pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Ia berkata, pihaknya masih menahan terduga pelaku yang akan berlangsung selama 15 hari, sembari menunggu perampungan dua alat bukti itu.
Dilansir dari Detikcom, kasus pemerkosaan ini terjadi pada 18 Mei sore.
Korban mengaku kasus itu bermula saat ia bersama terduga pelaku bermain ponsel di teras rumahnya.
Setelahnya, terduga pelaku menarik tangannya secara paksa, lalu menelanjanginya.
“Dia banting saya di tempat tidur,” kata korban.
Korban mengaku diancam agar tidak menceritakan peristiwa itu kepada siapapun.
Menurut ayah korban, kasus itu terungkap karena laporan anak laki-lakinya yang mengaku mengetahui kejadian itu.
“Tadi saya lihat terduga pelaku dan korban keluar dari kamar,” kata ayah korban menirukan laporan anak laki-lakinya.
Pengakuan itu, katanya, diperkuat penuturan korban yang mengaku telah diperkosa terduga pelaku dua kali.
Pemerkosaan pertama terjadi saat korban masih Kelas V Sekolah Dasar.
Ayah korban pun melaporkan kasus itu ke Polres Timur pada hari yang sama.
Bagaimana Ketentuan Pidana terhadap Anak?
Karena kasus ini melibatkan anaknya di bawah umur, maka status terduga pelaku adalah “anak yang berkonflik dengan hukum.”
Penyebutan ini yang merujuk pada UU Pidana Anak dilekatkan pada anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Dikutip dari Hukumonline.com, anak yang melakukan tindak pidana bisa dipenjara, namun hukumannya paling lama separuh dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
Dalam kasus pemerkosaan yang hukuman maksimalnya 15 tahun penjara, maka anak bisa dihukum maksimal 7,5 tahun. Seorang anak akan menjalani pidana penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) apabila keadaan dan perbuatannya akan membahayakan masyarakat.
Anak yang telah menjalani setengah dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapat pembebasan bersyarat, mengingat pidana penjara anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.
Selain pidana pokok atau pidana tambahan, dalam UU Pidana Anak, juga dikenal istilah “tindakan,” khususnya untuk anak yang belum berusia 14 tahun.
Beberapa di antaranya adalah pengembalian kepada orang tua/wali; penyerahan kepada orang dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik, dan bertanggung jawab oleh hakim serta dipercaya oleh anak; perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial dan kewajiban mengikuti pendidikan formal dan atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta.
Rentetan Kasus Kekerasan Seksual di Flores Timur
Kasus pemerkosaan terakhir ini menambah deretan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Flores Timur.
Pada awal Mei, polisi menahan AR, seorang pegawai bank di Kecamatan Larantuka yang melecehkan delapan remaja laki-laki.
AR yang dikenal dermawan dan kerap aktif dalam kegiatan gereja dilaporkan melecehkan 14 remaja lainnya.
Pada 29 April Polres Flores Timur juga menahan tiga pria yang memperkosa gadis berusia 17 tahun.
Editor: Ryan Dagur