Mafia dan Karut-Marut Pengelolahan Pasar Inpres Borong

Baca Juga

“Kami tidak tahu Pak, SKRD itu diberi oleh Pak Semaun. Kami juga heran ada tipeks di SKRD itu,”jawab istri Martinus Mihu.

“Pak Semaun, kenapa memberi izin untuk membangun rumah diarea ini. Inikan area untuk penjual ayam. Kenapa Pak Semaun biarkan pedagang membangun bangunan baru tanpa sepengetahuan Pemda Matim. Ini tempat untuk pedagang ayam, kenapa ada warung-warung. Harus ditata lagi ini,” celoteh Wihelmus Deo lagi dengan nada tinggi.

Nada tinggi Wihelmus Deo membuat Martinus Mihu dan istrinya mulai naik pitam. Bersih tegangpun dimulai.

“Pak kami ada konstribusi untuk daerah ini. Perlu bapak tahu, kami bayar SKRD untuk peningkatan pendapatan daerah ini. Jangan semena-mena ingin pindahkan kami. Bangunan ini mengeluarkan dana besar. Kenapa los yang sebelah kami tidak dilarang, terus kami yang baru bangun beberapa hari lalu diancam untuk membongkar tempat ini. Silakan bapak cek, kami tidak tidur di pasar Pak, kami hanya buat warung kecil. Supaya bapak tahu, Pemerintah semrawut urus pasar ini. Kasian Kami masyarakat kecil,” kata Martinus Mihu bertubi-tubi di tengah kerumunan warga pasar dan Satpol PP.

Mendengar nada tinggi Martinus Mihu,Kasat Pol PP, Fransiskus P Sinta juga naik Pitam.

“Diam….! Diam kau Martinus Mihu! Hargai pimpinan kami. Ini Asisten II, jangan coba-coba menghina pemerintah. Kamu (Martinus Mihu) juga bagian dari Pemerintah. Bapak Asisten, Pak Martinus Mihu ini juga Tenaga Harian Lepas (THL) di Dinas Perindagkop Matim,”kata Fransiskus P Sinta.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini