Gubernur Papua: Transmigrasi Membuat Orang Asli Papua Tersisih

Gubernur Lukas Enembe
Gubernur Lukas Enembe

Floresa.co – Program transmigrasi warga asal Pulau Jawa ke Papua yang kembali digagas oleh menteri Kabnet Kerja Jokowi mendapat penolakan dari Gubernur Papua, Lukas Enembe.

Ia menilai, program yang direncanakan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi itu akan membuat orang asli Papua semakin tersisih dan menjadi minoritas di tanahnya sendiri.

“Pemerintahan Jokowi jangan bikin masalah baru di Papua. Kalau transmigrasi datang, imigran masuk dari berbagai pulau. Orang asli Papua akan tersisih dan menjadi minoritas dalam bertani dan menjadi miskin di tanahnya sendiri,” kata Enembe kepada wartawan, di Jayapura, Minggu (2/11/2014).

Enembe akui, jumlah penduduk di Papua memang sangat kecil dibanding jumlah penduduk Pulau Jawa. Namun bukan berarti pemerintah Papua menyetujui begitu saja program yang direncanakan pemerintahan baru Jokowi. Karena problema yang dihadapi saat ini cukup kompleks.

“Papua yang jumlah penduduknya kecil saja pemerintah belum mampu membuat mereka lebih baik, kenapa lagi harus didatangkan dari Pulau Jawa. Itulah sebabnya memang belum bisa didatangkan transmigrasi,” katanya seperti dilansir Tabloidjubi.com.

Wilayah Provinsi Papua memang cukup luas dibanding Pulau Jawa. Namun kata Enembe, tak ada satu jengkal tanah pun yang kosong, sebab Papua merupakan tanah komunal, di mana tanah sudah dimiliki oleh masing-masing suku asli setempat.

“Kalau memang harus ada program transmigrasi di Papua, sebaiknya dibuat program transmigrasi lokal. Artinya masyarakat yang hidup di tempat terpencil lebih baik mereka diperhatikan dengan dibuatkan rumah, dibukakan lapangan pekerjaan, ajar mereka untuk bercocok tanam, kasih honor, siapakan lahan pertanian yang dibeli oleh pemerintah Pusat itu yang harus dibuat. Jangan lagi datangkan orang lagi dari Jawa,” kata Enembe.

Ia menambahkan,  “Program transmigrasi dari luar Papua ini sudah ditolak dari dulu, bukan hanya saat ini saja dalam kepemimpinan saya.”

Sejumlah penelitian, termasuk oleh Pastor John Djonga dan Cypri Jehan Paju Dale yang terbit dalam Paradoks Papua (2011), memang menilai adanya kegagalan program transmigrasi di Papua, yang kemudian menciptakan migrant capture, di mana akses terhadap proses dan manfaat pembangunan ditangkap dan dikuasai para migran, sementara orang Papua mengalami peminggiran, tak ikut menikmati pembangunan. Kalaupun ada, hanya segelintir elite Papua, terutama mereka yang punya jabatan birokrasi.

Proses peminggiran sudah tampak dari perubahan komposisi penduduk. Penelitian Djonga dan Dale menyebutkan, akibat dari transmigrasi resmi pada masa Orde Baru ataupun migrasi spontan, komposisi penduduk Papua dan non-Papua berubah dari 96:4 menjadi 49:51 pada 2010.

Pertumbuhan penduduk asli Papua hanya 1,84 persen per tahun, sementara non-Papua 10,82 persen. Dengan demikian, dalam tiga dekade ke depan warga Papua akan menjadi minoritas di tanah mereka sendiri.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA