Floresa.co – Proyek penimbunan tanah di jalur lingkar luar Borong, ibukota Kabupaten Manggarai Timur yang mengitari hutan mangrove di Kelurahan Kota Ndora dikerjakan secara swakelola oleh dinas dan tanpa papan informasi.
Pantauan Floresa.co pada Senin, 12 Desember, baru sekitar sepanjang 10 meter jalan dengan lebar 15 meter itu yang telah ditimbun tanah. Terlihat beberapa tumpukan tanah menggunung di sisi kiri kanan jalan dan belum diratakan.
Ini merupakan proyek lanjutan pengerjaan jalan yang telah dimulai pada 2019, demikian menurut Yos Marto, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Manggarai Timur.
Marto mengonfirmasi anggaran penimbunan tanah tersebut sebesar 300 juta rupiah dari anggaran tahun 2022 dan pengerjaannya swakelola oleh Dinas PUPR.
“Kami rencananya lembur supaya bisa selesai sebelum akhir Desember,” katanya kepada Floresa.co.
Ia tidak memberi penjelasan terkait alasan proyek tersebut tidak melalui proses tender dan dikerjakan secara swakelola. Demikian juga tentang papan informasi yang tidak dipasang di lokasi proyek itu.
“Kalau agak longgar dan ite (Anda) ada di Borong, saya mau ajak ite ke lokasi sore-sore begitu, lagi puncaknya sibuk sekarang…Mudah-mudahan besok sore atau pagi, nanti saya kontak,” kata Marto merespons pertanyaan Floresa.co pada Kamis, 15 Desember.
Floresa.co telah menunggu selama dua hari untuk mendapatkan penjelasan Marto terkait hal tersebut, tetapi hingga kini, ia tidak memberi kabar lagi.
Sumber Floresa.co mengatakan material tanah yang digunakan untuk penimbunan jalan tersebut adalah milik warga Kampung Ende, Kelurahan Kota Ndora, yang diberikan gratis ke Dinas PUPR.
“Yang kami tahu, itu tanah itu tidak dibeli. [Dinas] gusur rata lokasi [milik warga itu], tanahnya mereka ambil,” kata sumber tersebut.
Floresa.co sudah berupaya mendatangi rumah pemilik material untuk mengonfirmasi informasi tersebut pada Jumat sore sekitar pukul 18.00 Wita, tetapi pintu rumahnya tertutup.
Ketika pada 2019 jalan itu mulai digarap, Marto mengklaim pembangunannya untuk mendukung proyek rehabilitasi hutan mangrove. Dengan membangun jalan di daerah itu, kata dia, akan menghindari kemungkinan ekspansi masyarakat pesisir untuk mengklaim wilayah mangrove tersebut.
Ia juga menyebut hal itu dalam rangka membangun pariwisata di Manggarai Timur, khususnya di area pantai dan mangrove.
Yoseph Sunardi Dani, Plt. Lurah Kota Ndora saat itu juga mengatakan, apabila semua infrastruktur pendukung pariwisata di hutan mangrove itu sudah selesai dikerjakan, masyarakat sekitar diharapkan terlibat aktif dalam mengelolanya.
“[Dengan demikian] konsep pemberdayaan ekonomi masyarakat lewat pariwisata bisa dikembangkan di Kota Ndora,” kata Nardi.
Pengerjaan jalan itu dilakukan kala itu meski muncul protes keras dari kelompok peduli lingkungan yang mempersoalkan penggusuran mengrove.
Aksi protes mereka berujung pada langkah melapor pembabatan mangrove ke Polsek Borong.
Beberapa pihak, baik pemerintah kabupaten, pemerintah kelurahan hingga kontraktor pelaksana proyek telah diperiksa.
Tim Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [Gakkum LHK] wilayah Bali Nusa Tenggara bahkan sempat mendatangi lokasi itu mengecek situasi mangrove.
Pada 2021, kasus ini kemudian diambil alih oleh Polres Manggarai Timur. Namun, hingga kini perkembangan proses penanganannya belum diketahui.
Jalan yang dibangun dengan dana tiga miliar rupiah itu belum bisa dilalui kendaraan saat ini dan menjadi tempat warga sekitar mengikat hewan piaraaan, seperti sapi.