Ingkar Janji Usut Pembangunan Fisik Terminal Kembur, Ujian Penting Bagi Integritas Kejari Manggarai

Dugaan korupsi pembangunan fisik Terminal Kembur melibatkan sejumlah pejabat tinggi daerah, tetapi pengusutannya tidak jelas, meski Kejaksaan pernah berjanji menuntaskannya setelah perkara pengadaan lahan selesai.

Floresa.coJanji Kejaksaan Negeri [Kejari] Manggarai mengusut dugaan korupsi pembangunan fisik Terminal Kembur di Kabupaten Manggarai Timur belum terdengar kabar realisasinya.

Hal ini melahirkan pertanyaan terkait integritas lembaga itu usai jadi sorotan karena menjerat – Gregorius Jeramu – warga adat tidak bersalah hingga masuk bui sebelum kemudian dibebaskan oleh Mahkamah Agung.

Para aktivis yang mengadvokasi kasus Terminal Kembur pun kini menunggu langkah Kejaksaan menepati janjinya.

Apalagi pihak Kejaksaan beberapa kali mengumbar janji untuk terus mengusut kasus ini, termasuk di hadapan aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia [PMKRI] Cabang Ruteng.

Janji itu, menurut Ketua PMKRI Cabang Ruteng, Laurensius Lasa disampaikan Kejaksaan saat mereka berunjuk rasa pada 7 November 2022.

“Waktu itu mereka menyampaikan melakukan penyelidikan pembangunan fisik Terminal Kembur pada tahun 2023,” kata Laurensius kepada Floresa pada 18 Januari.

“Namun, sampai hari ini Kejari Manggarai rupanya lupa dengan janjinya itu,” tambahnya.

Ia mengatakan, apabila Kejari tidak melakukan penyelidikan pembangunan fisik Terminal Kembur pada tahun ini, PMKRI akan mengambil tindakan.

“Kami memberikan peringatan terakhir untuk Kejari Manggarai dalam tempo satu bulan melakukan penyelidikan pembangunan fisik Terminal Kembur,” katanya.

“Apabila tidak diindahkan, kami akan lakukan aksi demonstrasi berjilid-jilid di kota Ruteng,” tambahnya.

Dionisius ‘Doni’ Parera, aktivis yang juga terlibat dalam advokasi kasus Terminal Kembur mengatakan Kejari tidak boleh setengah-setengah mengusut dugaan korupsi terminal itu.

“Aparat penegak hukum mesti konsisten, tuntaskan,” kata Doni kepada Floresa pada 18 Januari.

Ia mengatakan bila memang Kejari benar-benar serius menegakkan hukum dalam kasus ini, maka tidak berhenti pada pengadaan tanah yang menyeret Gregorius, tetapi juga pada pembangunan fisik terminal yang kini tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Doni mengatakan Kejaksaan akan dinilai pilih kasih bila tidak menuntaskan kasus ini hingga ke pembangunan fisik.

“Mantan Kejari Manggarai, Bayu Sugiri, sudah pernah janjikan itu kepada publik,” katanya menyinggung pernyataan Bayu pada Oktober 2022.

Bayu, yang sejak November tahun lalu sudah mutasi mengumbar janji ketika itu bahwa pengusutan kasus pembangunan fisik dilakukan pada 2023.

“Sekarang,” kata Doni, “publik menunggu kelanjutan dari kasus yang banyak menarik perhatian karena telah korbankan petani miskin yang kemudian dinyatakan tidak bersalah.”

Terminal Kembur di Kabupaten Manggarai Timur yang dibangun dengan dana 3,6 miliar rupiah tidak dimanfaatkan. (Dokumentasi Floresa)

Kasus yang Menuai Sorotan 

Kasus ini menua perhatian luas, tidak hanya di Manggarai, tetapi juga publik di tempat lain, usai Kejari Manggarai memutuskan memfokuskan perhatian kasus ini ke soal pengadaan lahan terminal. Padahal, sejak pengusutan awal pada Februari 2021, sasarannya adalah dugaan korupsi pembangunan fisik terminal.

Terminal yang direncanakan menjadi penghubung angkutan pedesaan dari daerah di wilayah utara Borong, ibu kota Manggarai Timur, dengan angkutan khusus menuju kota di pesisir pantai selatan Flores ini dibangun bertahap pada 2013-2015. Proyek ini menelan Rp3,6 miliar. Namun, selesai dibangun, terminal ternyata tidak dimanfaatkan.

Setidaknya 25 orang diperiksa sebagai saksi, mulai dari mantan Bupati Yoseph Tote hingga beberapa mantan pejabat di Dinas Perhubungan dan Informatika seperti Kepala Dinas Fansialdus Jahang dan Kepala Bidang Perhubungan Darat Gaspar Nanggar.

Fansialdus kini pindah ke Kabupaten Manggarai dan menjabat posisi strategis sebagai Sekretaris Daerah. Sementara Gaspar masih bertugas di Manggarai Timur sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Kontraktor yang mengerjakan pembangunan fisik terminal itu juga sempat diperiksa, yakni Direktur CV Kembang Setia, Yohanes John dan staf teknik CV Eka Putra, Adrianus E. Go.

Namun, pada Oktober 2022, Kejari Manggarai mengumumkan kasus itu diarahkan pada pengadaan lahan, senilai lebih dari Rp400 juta rupiah, dengan tersangka Gregorius Jeramu dan Benediktus Aristo Moa.

Gregorius adalah petani yang menjual lahannya ke Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur untuk pembangunan terminal itu, sementara Aristo berstatus Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Manggarai Timur saat pengadaan lahan terminal.

Hal itu  seketika memicu aksi protes dari berbagai elemen masyarakat, yang melakukan rangkaian unjuk rasa di Borong, Ruteng, Kupang, hingga Jakarta. 

Aksi unjuk rasas aktivis mahasiswa yang bergabung dalam Aliansi Mahasiswa Manggara Raya di Kupang pada Jumat, 16 Juni 2023, memprotes proses hukum kasus Terminal Kembur di Kabupaten Manggarai Timur. (Dokumentasi Himpunan Mahasiswa Manggara Timur di Kupang)

Kendati protes meluas, keduanya kemudian divonis penjara oleh Pengadilan Negeri Kupang, dengan hukuman yang bertambah di tingkat Pengadilan Tinggi.

Namun, pada 16 November 2023, Mahkamah Agung dalam putusan kasasi memutuskan membebaskan Gregorius. Sementara kasasi yang diajukan oleh Artos ditolak. Ia tetap dipenjara selama dua tahun sesuai putusan Pengadilan Tinggi Kupang.

Aristo berencana mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan kasasi itu, hanya masih menunggu putusan asli dikeluarkan Mahkamah Agung.

“Putusan Bapa Gregorius nanti jadi bukti baru untuk Peninjauan Kembali,” tutur seorang keluarga Aristo kepada Floresa pada 18 Januari.

Kejaksaan Tak Respons

Floresa telah menghubungi pihak Kejari Manggarai, menanyakan perkembangan kasus pembangunan fisik terminal, sesuai janji mereka.

Namun, tidak ada satu pun yang memberi respons.

Pesan yang dikirim via aplikasi WhatsApp pada 17 Januari kepada Kepala Seksi Intelijen, Zaenal Abidin dan Kepala Seksi Pidana Khusus, Daniel Merdeka Sitorus tidak ditanggapi, meski pesan sudah terkirim dan dibaca, terlihat dari tanda ‘centang dua’ berwarna biru.

Dalam laporan kolaborasi Floresa dan Project Multatuli pada September, berjudul “Jual Tanah Warisan ke Pemerintah Malah Dibui: Kakek dan PNS di Flores Jadi Korban Muslihat Penegakan Hukum,” perihal pembangunan fisik terminal, Daniel Merdeka Sitorus berkata Kejaksaan belum melanjutkan pengusutannya dengan alasan keterbatasan personel. Ia berjanji meneruskannya setelah kasus pengadaan lahan selesai.

“Sudah ada komunikasi dengan Kejaksaan Tinggi. Kami lagi tunggu waktu kapan ekspos,” katanya.

Laporan kolaborasi itu juga mengungkapkan dugaan praktik muslihat Kejaksaan selama pengusutan kasus ini, termasuk yang melibatkan Daniel, diduga untuk menyelamatkan pihak-pihak tertentu.

Kepala Seksi Pidana Khusus di Kejaksaan Negeri Manggarai Daniel Merdeka Sitorus. (Dokumentasi Floresa)

Dalam laporan itu terungkap bahwa Daniel pernah memaksa keluarga Aristo bertemu dengannya sebelum pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Kupang, meminta mereka menandatangani sebuah dokumen, dengan janji tuntutan akan ringan.

Ia juga menyatakan, ada pihak tertentu, yang disebutnya sebagai ‘hamba Allah’ yang membantu Aristo menyediakan uang pengganti kerugian negara dalam kasus itu. Keputusan keluarga Aristo untuk menolak tawaran itu kemudian membuatnya kecewa.

Selain itu, seorang jaksa lain, Hero Ardi Saputro, Kepala Seksi Barang Bukti, yang juga menjadi Jaksa Penuntut Umum dalam kasus Terminal Kembur, pernah menelepon salah seorang pengacara Aristo. 

Hero, kata Hipatios Wirawan Labut, pengacara itu, memintanya menjelaskan kepada keluarga Aristo tentang proses pengembalian kerugian negara karena “ada uangnya, tinggal minta perwakilan keluarga untuk tanda tangan berita acara.”

Saat Hipatios merespons, dengan bertanya, “Kenapa kami yang harus kembalikan [kerugian negara], bukan Pak Gregorius?” sesuai isi dakwaan, Hero menjawab, “Pak Gregorius juga tidak mau.”

Hipatios sempat menanyakan “Siapa yang siapkan uangnya,” Hero menjawab “Bupati,” meski tidak menjelaskan nama bupati yang dimaksud.

Hero Ardi Saputro, Kepala Seksi Barang Bukti Kejaksaan Negeri Manggarai saat diwawancara Floresa pada Rabu, 27 September 2023. (Dokumentasi Floresa)

Floresa telah mewawancarai Daniel Merdeka Sitorus dan Hero Saputro terkait dugaan permainan ini. Keduanya membantah, namun baik Arito dan keluarganya maupun Hipation menyatakan tetap berpegang pada kesaksian mereka.

Laurensius dari PMKRI mengatakan, dengan rekam jejak seperti ini Kejari Manggarai sedang menghadapi ujian penting terkait integritasnya sebagai lembaga penegak hukum.

Salah satu ujian itu, kata dia, adalah segera merealisasikan janji mengusut kasus pembangunan fisik Terminal Kembur, “agar masyarakat dapat mempercayai integritas” lembaga tersebut.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA