‘Saya Sudah Telanjur. Kasus Ini Diam-Diam Saja. Kalau Dibongkar, Saya Hancur,’ Imam Katolik di Keuskupan Ruteng Mohon kepada Suami yang Istrinya Ia Tiduri

Umat Katolik yang istrinya tidur bersama imam Katolik, pastor parokinya memberi klarifikasi, membantah klaim-klaim imam itu

Floresa.co – Seorang umat Katolik di Keuskupan Ruteng mengklarifikasi bahwa istrinya benar ditiduri seorang imam, hal yang membuat dia mengusir keduanya dari rumah mereka pada dini hari.

Dalam surat klarifikasi pada 28 April yang ditandatangani di atas materai, Valentinus, umat Paroki St Yosef Kisol menyatakan “menjelaskan kronologi kejadian yang sebenar-benarnya, tanpa paksaan ataupun intervensi dari pihak manapun dan sesuai dengan fakta atau kejadian yang terjadi.”

Ia menjelaskan dalam suratnya kronologi kejadian pada 24 April itu, di mana ia mengaku menyaksikan langsung isterinya “tidur dalam satu selimut dengan romo,” merujuk pada Romo Agustinus Iwanti, Pastor Paroki Kisol yang kini sudah diberhentikan.

Valentinus berkata, ia menyaksikan kejadian itu pada sekitar pukul 02:00 Wita.

Gusti, katanya, menginap di rumahnya usai makan malam bersama staf pastoran pada 23 April.

Usai makan, jelasnya, mereka sempat ngobrol, sambil main kartu hingga pukul 24.00 Wita.

Ia mengakui bahwa istrinya, yang dikenal Mama Sindi, yang menawarkan imam dan stafnya menginap.

“Istri saya menawarkan atau nek – istilah dalam Bahasa Manggarai – untuk menginap karena sudah larut malam,” katanya.

Ia berkata Gusti menyetujui tawaran itu “dan berbaring di tempat tidur samping meja makan.”

“Tidak berselang lama istri saya memanggil saya untuk meminta romo pindah tidur di dalam kamar. Saya sempat tidak menyetujui saran dari istri saya, tetapi menurut istri saya, tidak baik seandainya romo tidur di samping meja makan,” katanya.

Ia berkata, “dengan berat hati saya menyetujui saran dari istri saya” lalu “saya meminta romo untuk tidur di dalam kamar dan romo pun menyetujuinya.”

Setelahnya, kata dia, ia melihat istrinya belum tidur dan sempat keluar kamar.

“Saya pun mulai curiga mengapa istri saya belum tidur. Saya melihat istri saya kembali ke dalam, tetapi bukan ke kamar tidurnya, melainkan menuju ke kamar yang ditempati romo,” katanya.

“Tidak berselang lama, karena merasa janggal, saya ikut masuk ke kamar yang ditempati romo, pintu kamar dalam keadaan tidak terkunci,” tambahnya.

Ia mengaku “mendapati istri saya dan romo tidur berdua dalam satu selimut,” yang membuatnya “syok lalu memegang kaki istri saya sambil menarik selimut.”

“Saya melihat mereka sedang berpelukan. Melihat itu saya emosi dan marah lalu menampar mereka berdua. Saya menangis sambil berteriak mengancam Mama Sindi.”

Ia lalu ke dapur untuk mengambil parang dan “setelah saya kembali, istri saya sudah lari ke luar rumah, sedangkan romo tetap di situ untuk menenangkan saya.”

“Mendengar teriakan saya, semua orang di dalam rumah terbangun dari tidur,” katanya.

Ia berkata, anak keduanya berlari ke luar rumah mengejar istrinya, sedang beberapa lainnya “tetap berada di dalam rumah.”

“Melihat saya memegang parang, Romo Gusti mendorong saya dan menindih badan saya di tempat tidur sambil mengamankan parang di tangan saya agar tidak mengejar istri saya,” katanya.

“Saya sangat terpukul, saya menangis sambil memaki Romo Gusti karena saya merasa dikhianati,” katanya.

Ia berkata, beberapa menit kemudian anaknya “kembali tetapi tidak bersama istri saya, dengan penuh emosi membanting pintu dan menarik saya dari tindihan Romo Gusti.”

“Kemudian Romo Gusti berlutut memohon ampun dan menangis sambil berkata, ‘Bapa Indi ampong [mohon ampun], saya yang salah, kamu pukul saja saya.’”

“Hal ini disampaikan kurang lebih empat kali,” katanya.

Valentinus juga mengaku Gusti juga memohon ampun dan memeluk salah satu anaknya “sambil menangis.”

“Somba-somba,” kata Gusti menggunakan ungkapan Bahasa Manggarai yang bernada permohonan maaf mendalam, “saya minta maaf, tolong jangan beritahu ke siapa-siapa, kalau kamu angkat masalah ini, hancur saya.”

“Di saat itu saya hanya menangis dan menyuruh romo pulang, sambil berkata ‘lebih baik romo pulang sebelum saya teriak memanggil keluarga di sekitar rumah saya,’” katanya.

Ia berkata sekitar pukul 03:00 Wita sebelum pulang bersama karyawannya, Gusti sekali lagi bersujud dan meminta maaf.

“Saya sudah terlanjur dengan Mama Indi,” katanya merujuk pada Mama Sindi. “Kasus ini tolong diam-diam saja, sebab kalau ite [kamu] bongkar, saya hancur”.

Ia berkata, selain disaksikan orang-orang dalam rumahnya, salah satu tetangga juga sempat hadir “karena terbangun mendengar keributan di rumah saya.”

“Setelah itu romo dan rombongannya pulang,” katanya.

Ia berkata pada 24 april sekitar pukul 19:00 Wita bersama keluarga dan anaknya melaporkan kasus ini ke Vikaris Episkopal Borong, Romo Simon Nama.

“Dari hari kejadian sampai dengan kronologi kejadian ini dibuat, saya bersama keluarga tidak mengetahui keberadaan istri saya,” kata Valentinus.

Ia pun memohon “doa dan dukungan kepada saya dan anak-anak yang menjadi korban.”

“Saya berharap masalah yang menimpa saya dan keluarga saya dapat diselesaikan secepatnya,” tambahnya.

Klarifikasi Valentinus muncul setelah pada 26 April Gusti menyampaikan penjelasan tentang kasus ini.

Dalam surat dua halaman ia tidak secara eksplisit membantah pemberitaan sejumlah media lokal yang menyebut ia tidur dengan istri Valentinus.

Gusti juga berkata ia diundang oleh keluarga Valentinus untuk makan malam – klaim yang berbeda dengan bukti chat yang dilampirkan Valentinus dalam klarifikasi. Dalam chat itu, Gusti yang menawarkan diri untuk malam malam di rumah Valentinus.

Gusti  berkata, saat kejadian pada pukul 02.00 Wita, ia terbangun “karena dikagetkan dengan teriakan makian” Valentinus  sambil “mengancam mengambil parang.”

Imam itu mengaku “bingung dengan keadaan sekejap itu.”

Ia mengklaim Mama Sindi ada di kamarnya “dengan kondisi berbusana lengkap dan tiba tiba dia lari ke luar.”

Masih dalam keadaan syok, katanya, ia berusaha menenangkan Valentinus.

“Saat itu saya masih dalam keadaan berpakaian lengkap, ditambah kain selimut,” katanya.

Ia menjelaskan, karena teriakan keras “berupa makian-makian dan ancaman untuk membunuh, semua orang dalam rumah ikut bangun dan ikut panik.”

“Supaya tidak terjadi keributan besar, saya dan semua anggota pastoran segera meninggalkan rumah itu dan balik ke pastoran,” katanya.

Dalam perjalanan pulang itu, ia mengaku Mama Sindi yang  menangis dan ketakutan, “minta bantuan dijemput.”

Mempertimbangkan keselamatan Mama Sindi, ia dan bersama anggota pastoran “kembali menjemput dia di pertengahan jalan, agak jauh dari rumahnya, lalu kami bersama-sama dalam satu mobil menuju pastoran.”

Gusti berkata, “demi keselamatan diri saya dengan karyawan,” pada 24 April pukul 08.00 Wita, ia “meninggalkan pastoran.”

Seorang pejabat Gereja di internal Keuskupan Ruteng yang meminta Floresa tidak menulis namanya berkata dalam pembicaraan dengan otoritas gereja, Gusti sebetulnya tidak membantah soal laporan Valentinus.

Hal tersebut, kata sumber itu, membuat Keuskupan Ruteng langsung mengganti Gusti dari jabatan.

Kini, Paroki St. Yosef Kisol dipimpin sementara oleh Vikaris Episkopal Borong, Romo Simon Nama, Pr sebagai administrator. 

Menurut sumber itu, Valentinus meminta Gusti bertanggung jawab.

Sumber itu mengaku terkejut dengan isi klarifikasi Gusti yang ia sebut ‘bisa memicu masalah baru’ karena seolah-olah membantah semua laporan terkait kasus ini.

Sumber itu menyebut kasus ini sebetulnya sudah menjadi desas-desus di kalangan umat paroki beberapa bulan lalu, dan ada yang telah menginformasikannya kepada pimpinan gereja.

Namun, Gusti hanya ditegur, “karena belum ada bukti yang valid untuk mengambil tindakan atasnya,” kata sumber itu.

Sumber itu berkata, kini Keuskupan Ruteng sedang menangani kasus ini, dengan fokus merespons laporan Valentinus, juga mengambil tindakan untuk Gusti.

Editor: Herry Kabut

spot_imgspot_img

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

Baca Juga Artikel Lainnya

Hati-hati dengan Penipuan via Aplikasi WhatsApp, Kenali Beragam Modusnya

Jangan asal klik berkas yang tiba-tiba dikirim ke WhatsApp di ponsel Anda

Respons Rentetan Kasus Pelanggaran Hak AKP Migran, termasuk Asal NTT, Serikat Pekerja dan Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia-Taiwan Bentuk Koalisi

Koalisi menuntut otoritas segera menyepakati perjanjian yang menjamin hak AKP migran Indonesia di setiap tahap migrasi

Mahalnya Biaya Pendidikan dan Tren Pembatasan Kebebasan Akademik Jadi Sorotan Diskusi Mahasiswa di Yogyakarta

Biaya yang mahal membuat akses terhadap pendidikan menjadi eksklusif bagi kelas masyarakat tertentu, sementara pembatasan kebebasan akademik membuat praktik feodalisme dalam pendidikan menguat

Berkaca dari Pembubaran Ibadat Rosario di Tangerang Selatan, Pemerintah Tak Boleh Legitimasi Pelaku dan Perilaku Intoleransi

Edukasi soal pluralisme dan toleransi juga perlu diintegrasikan dalam kurikulum