Korban Lain Hakim Calo Tes PNS di NTT Ungkap Pola Permainan, Dugaan Jaringan yang Libatkan Anggota Dewan Menguat

Korban percaloan tes PNS oleh Hakim Irwahidah terus bermunculan. Hakim itu kini bertugas di Pengadilan Tinggi Agama Kupang

Floresa.co – Suatu malam pada Maret 2021, MYS mendapat telepon dari seorang kerabatnya di Reo, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai.

Ia diberitahu tentang seorang yang disebut-sebut bisa membantu memberi solusi bagi mereka yang ingin mengikuti tes Pegawai Negeri Sipil [PNS].

Kala itu, MYS baru saja meraih gelar Sarjana Hukum.

Kerabat tersebut memberitahunya nama Irwahidah, hakim yang ketika itu bertugas di Pengadilan Agama Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai.

Menurut kerabat itu, Irwahidah telah membantu meloloskan beberapa orang di kampungnya menjadi PNS dengan syarat menyetorkan sejumlah uang sebagai jaminan.

Kerabat itu mengaku mendapat informasi tentang Irwahidah dari seorang “perantara” yang juga berasal dari Reo.

MYS mengatakan kerabat itu menyarankannya agar berkomunikasi lebih lanjut terkait tes PNS dengan perantara itu. 

Dalam komunikasi itu, perantara itu berkata, agar bisa bertemu Irwahidah, ia harus mendatangi rumah Yusuladus Santianus Priani Mbaut atau Rian Mbaut di Redong, Kelurahan Wali, Kecamatan Langke Rembong.

Beberapa hari kemudian, katanya, “perantara itu mengantar saya ke rumah Rian Mbaut,” yang adalah eks anggota DPRD Manggarai.

“Waktu itu, kami belum bertemu dengan Irwahidah. Yang ada di sana hanya Rian dan istrinya serta perantara itu,” katanya.

MYS berkata, Rian “memberitahu saya bahwa Irwahidah membutuhkan tamatan Sekolah Menengah Atas [SMA] dan sarjana.”

Tamatan SMA, kata dia, untuk mengisi posisi penjaga tahanan atau sipir penjara dengan syarat harus menyerahkan sertifikat bela diri, sertifikat pelatihan komputer dan menyetorkan uang Rp60 juta.

Sementara sarjana, katanya, dibutuhkan untuk menjadi jaksa dan hakim yang akan mengikuti tes di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.

“Waktu itu, saya mau mengikuti tes menjadi jaksa. Rian bilang, kalau mau ikut tes jaksa maka harus setor Rp75 juta untuk keperluan administrasi,” katanya.

MYS berkata, pada 27 Maret 2021, ia kembali menyambangi rumah Rian untuk bertemu Irwahidah, menyerahkan uang tunai Rp20 juta, sedangkan sisanya, Rp55 juta ditransfer ke rekening Irwahidah.

Bersamaan dengan itu, ayahnya dan Irwahidah menandatangani surat kesepakatan.

Salah satu poin yang tercantum dalam surat yang dilihat Floresa itu adalah apabila MYS tidak diterima menjadi calon PNS di Kejaksaan Agung, “maka Irwahidah akan mengembalikan semua uang administrasi tanpa ada potongan sama sekali.”

Poin lainnya adalah “apabila di kemudian hari Irwahidah melanggar isi kesepakatan itu, maka ia bersedia dituntut secara hukum.” 

Usai menandatangani surat itu, kata MYS, Irwahidah memberikan buku berisi “kumpulan soal dan jawaban untuk tes PNS.”

“Kamu sudah pasti lolos. Belajar hanya formalitas,” kata MYS menirukan ucapan Irwahidah.

MYS berkata, sejak penyerahan uang dan penandatangan surat itu, ia beberapa kali mendatangi rumah Rian untuk mengurus beberapa persyaratan, termasuk sertifikat pelatihan komputer dan surat keterangan kesehatan.

Rian, kata dia, mengarahkannya untuk mengambil sertifikat itu di sebuah warung internet di dekat SMP Katolik Immaculata, Ruteng, kendati ia sama sekali belum mengikuti pelatihan itu.

“Dia bilang warung internet itu sudah bekerja sama dengan Irwahidah dan semua sertifikat peserta tes PNS diterbitkan di situ,” katanya.

MYS berkata, dalam sebuah kesempatan Irwahidah mendatangi rumahnya dan menganjurkan agar “mengikuti tes menjadi hakim karena nilai di ijazah saya sangat bagus.”

“Setelah saya melihat kemampuanmu, sepertinya lebih cocok menjadi hakim. Kasihan kalau kamu hanya menjadi jaksa,” katanya menirukan ucapan Irwahidah.

“Anehnya, dia melarang saya untuk memberitahu Rian Mbaut terkait perubahan itu. Jadi, yang Rian Mbaut tahu, saya ikut tes menjadi jaksa,” ungkapnya.

Irwahidah, kata dia, juga berkata, “kami membutuhkan satu orang lagi yang tamatan SMA untuk mengikuti tes menjadi penjaga tahanan.”

Atas dasar itu, kata MYS, ayahnya bersepakat untuk mendaftarkan “adik saya yang baru tamat SMA untuk mengikuti tes itu dan menyerahkan uang jaminan di rumah Irwahidah.” 

MYS berkata, dalam suatu kesempatan, Irwahidah juga meminta dikirimkan uang sebesar Rp10 juta untuk membeli tiket pesawat. 

Irwahidah, kata dia, mengklaim akan bertemu dengan “orang penting,” kendati tak menyebut namanya.

“Saya hanya transfer Rp3 juta,” kata MYS.

Waktu itu, katanya, ia sudah mulai curiga “kalau ini adalah modus penipuan.”

MYS mengikuti tes PNS itu di Kupang pada September 2021. Tes itu dilakukan secara online sehingga nilainya langsung keluar dan “saya tidak mencapai standar yang ditentukan.”

Dua bulan kemudian, kata dia, hasilnya keluar dan “saya dinyatakan tidak lolos.”

Saat menemui Irwahidah di sebuah hotel di Kupang, katanya, ia menanyakan “kenapa saya tidak lolos?”

Irwahidah, kata dia, mengklaim hasil itu belum final dan “nilainya bisa diubah.” 

MYS mengatakan lantaran tidak lolos, pada 24 Februari 2022, ayahnya mendatangi rumah Rian Mbaut dan menuntut Irwahidah mengembalikan uang administrasi dan uang tiket. 

Pada saat yang sama, kata dia, ada sekitar belasan orang yang juga mendatangi rumah Rian Mbaut dan menuntut hal yang sama kepada Irwahidah.

“Bagaimana sudah ini barang? Kelanjutannya seperti apa?”, kata MYS menirukan ucapan ayahnya.

Ia berkata pertemuan itu berakhir dengan pembuatan surat pernyataan dan ditandatangani oleh ayahnya, Rian Mbaut dan Irwahidah.

Surat yang ditulis tangan itu memuat dua poin penting di antaranya “Irwahidah sepakat mengembalikan uang milik keluarga MYS sebesar Rp138 juta pada 28 Maret 2022.”

Poin lainnya adalah “apabila Irwahidah tidak mengembalikan uang tersebut, maka keluarga MYS melalui Rian Mbaut akan melakukan upaya hukum.”

“Beberapa waktu setelah pembuatan surat itu, Irwahidah mengembalikan sebagian uang kami. Sampai saat ini, total yang dia kembalikan hanya Rp25 juta,” ungkapnya.

MYS mengatakan hal itu membuat ayahnya kerap mendatangi kontrakan Irwahidah di Wae Buka, Kelurahan Satar Tacik, Ruteng.

Irwahidah bertugas di Pengadilan Agama Ruteng sejak Mei 2019, dengan jabatan semula sebagai wakil ketua, lalu jadi ketua mulai Agustus 2020. 

Ia pindah ke Pengadilan Agama Labuan Bajo pada Januari 2022. Hingga kini ia bertugas sebagai hakim di Pengadilan Tinggi Agama Kupang sejak Oktober 2022.

Semenjak Irwahidah pindah dari Ruteng, MYS hanya bisa terus menagih uangnya itu via telepon dan WhatsApp.

Siapa Kaki Tangan Irwahidah? 

MYS mengatakan Irwahidah tidak sendirian menjalankan aksinya.

Ia menduga Rian Mbaut bagian dari “jaringan sekaligus orang lapangan” Irwahidah.

MYS mengaku sekitar lima kali ia dan ayahnya mengunjungi rumah Rian.

Ia mengaku bertemu dengan anggota kelompok lainnya di rumah mantan anggota DPRD Kabupaten Manggarai periode 2009-2014 itu. 

Selain jadi tempat sosialisasi, katanya, rumah Rian juga menjadi tempat penandatangan kesepakatan dan pemberian uang kepada Irwahidah.

Rian, kata dia, juga merupakan aktor yang mensosialisasikan semua persyaratan yang dibutuhkan dan jumlah uang yang harus disetor peserta ke Irwahidah.

MYS juga menduga bahwa “perantara yang berasal dari Reo” merupakan kenalan Rian.

“Ketika pertama kali kami datang ke rumah Rian, orang dari Reo itu mengaku hanya sebagai perantara. Saya curiga bahwa orang yang di Reo itu sama seperti Rian. Mereka adalah orang lapangannya Irwahidah,” katanya.

MYS mengatakan Rian merupakan aktor yang meyakinkan mereka untuk mengikuti tes PNS dengan memakai jasa Irwahidah.

Rian, kata dia, mengklaim terkait penempatan andai lulus PNS, “nanti Irwahidah yang atur.”

Ia berkata, Rian juga memberi testimoni dengan menyebut anak Yohanes Rikardus Madu sebagai contoh peserta yang telah lolos menjadi PNS berkat bantuan Irwahidah.

Rikar Madu merupakan politisi Partai Amanat Nasional yang berasal dari Karot, Kelurahan Karot, Kecamatan Langke Rembong.

Ia merupakan anggota DPRD Kabupaten Manggarai periode 2019-2024 dan terpilih kembali pada Pemilu 2024.

MYS mengatakan Rikar Madu bukan hanya dijadikan sebagai testimoni, tetapi ia juga menjadi “kaki tangan Irwahidah.”

Rikard, kata dia, juga ikut mensosialisasikan dan menyakinkan para korban untuk memakai jasa Irwahidah. 

Seorang sumber yang meminta Floresa tak menyebut namanya juga mengonfirmasi pernyataan MYS. Ia berkata, selain Rian Mbaut, Rikard juga merupakan “kaki tangan” Irwahidah.

Floresa meminta tanggapan Irwahidah pada 25 Juni terkait kasus dengan MYS. Namun, ia tidak merespons pertanyaan via WhatsApp. Irwahidah juga tidak mengangkat panggilan telepon Floresa.

Pada hari yang sama, Floresa juga menghubungi Rian Mbaut melalui WhatsApp. Namun, pesan yang dikirim bercentang satu.

Floresa menghubungi Yohanes Rikardus Madu pada 26 Juni. 

Ia mengklaim juga merupakan korban penipuan Irwahidah, kendati tak merinci alasannya.

Ia meminta Floresa agar bertemu dengannya pada 29 Juni karena “saya masih ada urusan di Kupang.”

Menelan Banyak Korban

Floresa mendapat cerita MYS usai merilis laporan pada 20 Juni tentang upaya seorang warga di Carep, Kelurahan Carep, Kecamatan Langke Rembong yang berkali-kali meminta Irwahidah mengembalikan uangnya.

Sama seperti MYS, Fidelis Hardiman, 56 tahun, menyetor uang Rp60 juta dan dijanjikan anaknya lolos tes PNS di Kejaksaan Agung. Uang dikembalikan jika anaknya gagal. 

Namun, pada 2022, Irwahidah hanya mengembalikan Rp5 juta saat anak Fidelis gagal tes.

Irwahidah berjanji akan mengembalikan semua uang Fidelis pada 4 Juli.

Dari Fidelis, Floresa juga mendapat cerita soal keterlibatan Rian Mbaut.

Ia mengakui bahwa penandatanganan surat kesepakatan antara Irwahidah dan Fidelis dilakukan di rumahnya. Namun, ia mengklaim pertemuan di rumahnya itu atas permintaan Fidelis.

Ditanya soal keterlibatannya dalam kasus percaloan tersebut, Rian mengaku juga menjadi korban. Ia mengatakan turut menyetorkan uang sebesar Rp60 juta kepada Irwahidah.

“Memang sebagiannya sudah dikembalikan,” klaimnya, namun ia menolak menyebut nominal pengembaliannya.

Beberapa menit usai berbicara dengan Floresa, Rian kembali menelepon, meminta pengakuannya sebagai korban diralat. 

“Jangan tulis saya sebagai korban, tetapi tulis saja bahwa Fidelis datang ke rumah dan minta bantuan hubungi Irwahidah untuk bertemu,” katanya. 

Ia berdalih tidak mengenal Fidelis kendati tidak membantah bahwa Fidelis beberapa kali mengunjungi rumahnya untuk mengikuti sosialisasi dan menandatangani kontrak dengan Irwahidah.

“Saya tidak tahu urusan mereka seperti apa, soal transfer uang juga saya tidak tahu,” katanya.

Sementara Irwahidah, ketika dikonfirmasi soal relasinya dengan Rian, hanya berkata masalahnya sudah dilimpahkah kepada kuasa hukumnya, Vitus Modestus Lugar dan Nestor Madi. 

Vitus dan Nestor yang berbicara dengan Floresa pada 14 Juni sama-sama mengaku tidak mengetahui persoalan kliennya itu dengan Fidelis dan warga lain di Ruteng. 

“Kalau yang itu, saya tidak tahu. Saya hanya terima kuasa untuk [kasus] yang di Borong,” kata Vitus, merujuk pada kasus Irwahidah dengan Tadeus Melang, seorang warga di Manggarai Timur.

Tadeus, 56 tahun, warga Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba melaporkan Irwahidah ke polisi pada awal Mei karena tidak mengembalikan uangnya usai anaknya gagal tes.

Tadeus diberi janji anaknya lolos tes PNS di Kejaksaan Agung dengan menyetor Rp100 juta. Uang dikembalikan jika anaknya gagal. Irwahidah hanya mengembalikan Rp10 juta saat anak Tadeus gagal tes tahun 2022.

Informasi yang diperoleh Floresa pada 14 Juni, Irwahidah telah mengembalikan semua uang Tadeus.

Di Manggarai Timur, selain Tadeus, korban lainnya adalah Datto Algadri, seorang anggota Satuan Polisi Pamong Praja. Datto mangaku ikut menyetorkan uang Rp100 juta kepada Irwahidah. 

Di tengah sorotan soal kasus ini, pada 20 Juni malam, seorang jurnalis meminta Floresa membatalkan penerbitan berita terkait kasus ini.

Permintaan jurnalis itu disampaikan sebelum merilis berita yang mengangkat cerita Fidelis.

Jurnalis tersebut memberi tahu bahwa Irwahidah memintanya menghubungi jurnalis Floresa agar berita itu tidak dimuat, sehingga tidak membuat “orang-orang lain bisa ungkapkan kembali” kasus tersebut.

Kalaupun itu tetap dimuat, kata dia, Irwahidah meminta hanya menulis tentang pengembalian uang kepada Tadeus Melang di Manggarai Timur.

Jika permintaan itu dikabulkan, katanya, urusan tersebut menjadi “hitungan” antara dia dan jurnalis Floresa.

Kendati tidak memerinci, kata dia, kalau memilih tidak menerbitkan berita, maka Floresa akan mendapatkan “sesuatu yang besar.”

Ia juga berkata Irwahidah “hebat karena dia lakukan pengembalian [uang warga di Manggarai Timur] supaya meleset dari pasal penggelapan.”

Floresa memutuskan mengabaikan permintaan jurnalis tersebut, dengan tetap menerbitkan berita itu.

Irwahidah telah mengonfirmasi kepada Floresa bahwa ia yang meminta bantuan kepada jurnalis itu.

Herry Kabut dan Mikael Jonaldi berkolaborasi mengerjakan laporan ini

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA