Pengadilan Tinggi Agama Kupang Pastikan Hakim Calo Tes PNS Lakukan Perbuatan Tercela dan Disanksi Berat

Sanksi berlaku hingga Oktober 2024, kata pengadilan kepada Floresa

Floresa.co – Pengadilan Tinggi Agama Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur menyatakan salah satu hakimnya yang terlibat praktik percaloan tes Pegawai Negeri Sipil [PNS] sedang menjalani sanksi berat karena melakukan perbuatan tercela. 

Hal itu disampaikan Humas Pengadilan Tinggi Agama Kupang, Syahrial pada 15 Juli merespons pertanyaan Floresa perihal tindakan institusi itu terhadap Hakim Irwahidah yang membohongi sejumlah warga dengan janji membantu meloloskan anak mereka dalam tes PNS.

Dalam jawaban kepada Floresa, Syahrial berkata, “kami telah mengetahui praktik percaloan yang dilakukan oleh Irwahidah.”

Berkaitan dengan hal tersebut, kata dia, “kami telah membentuk Tim Pemeriksa dan tim tersebut telah melakukan pemeriksaan kepada yang bersangkutan.” 

“Bahkan, yang bersangkutan telah pula diperiksa oleh Tim Pemeriksa dari Badan Pengawasan Mahkamah Agung,” katanya.

Ia berkata, atas perbuatannya, Irwahidah telah dijatuhi hukuman atau sanksi berat berupa hakim non palu selama dua tahun sesuai Surat Keputusan Nomor 2122/DJA/KP.02.2/SK/ 9/2022, terhitung mulai Oktober 2022 sampai Oktober 2024.

Selama menjalani hukuman tersebut Irwahidah “dibebastugaskan atau tidak diberi tugas untuk menangani/memeriksa perkara, tidak diberikan fasilitas kendaraan atau apapun.”

Irwahidah juga “tidak lagi menerima tunjangan sebagai hakim.”

Syahrial berkata “seorang  hakim dilarang melakukan perbuatan tercela atau tidak terpuji.”

Namun, ia tidak merespons pertanyaan lanjutan Floresa soal apakah sanksi itu mengatur soal kewajiban Irwahidah mengembalikan uang korban. 

Jawaban Syahrial merespons surat elektronik Floresa pada 9 Juli yang melaporkan aksi Irwahidah membohongi sejumlah warga di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur.

Korban umumnya menyetor uang antara Rp60 juta hingga lebih dari Rp100 juta karena Irwahidah menjanjikan akan meloloskan anak mereka tes PNS untuk sejumlah posisi di Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Irwahidah menerima uang itu usai  meneken surat kesepakatan bermaterai.  Salah satu poin dalam surat tersebut adalah apabila anak sejumlah warga itu tidak lolos  PNS maka Irwahidah akan mengembalikan semua uang mereka, tanpa ada potongan. Poin lainnya adalah apabila di kemudian hari Irwahidah melanggar isi kesepakatan itu, ia bersedia dituntut secara hukum. 

Namun, semua korban yang berbicara kepada Floresa  mengaku Irwahidah tidak mengembalikan uang mereka. 

Irwahidah tidak bekerja sendiri, diduga kuat melibatkan eks anggota dewan dan anggota dewan aktif di DPRD Manggarai.

Syahrial juga tidak merespons pertanyaan Floresa  tentang janji pengadilan kepada salah satu korban Fidelis Hardiman bahwa ketua pengadilan telah memerintahkan Irwahidah untuk mengembalikan uangnya bulan ini.

Janji itu disampaikan Pengadilan Tinggi Agama Kupang kepada Fidelis pada 5 Juli setelah warga Kelurahan Carep di Kabupaten Manggarai itu mengadu soal aksi Irwahidah yang berulang kali membohonginya.

Irwahidah sempat menjanjikan kepada Fidelis akan mengembalikan uangnya Rp55 juta pada 5 Juli, dari janji sebelumnya pada 4 Juli. Ia telah mengirim nomor rekeningnya pada 3 Juli, atas permintaan Irwahidah. Namun, Irwahidah tidak bisa dihubungi lagi pada 5 Juli. Panggilan telepon Fidelis juga tak direspons meski nadanya tersambung.

Dalam pesan kepada Fidelis, Pengadilan Tinggi Agama Kupang berkata, “Irwahidah sudah dipanggil oleh pimpinannya” dan “memerintahkan Irwahidah untuk memenuhi kewajiban atau janjinya” kepada Fidelis bulan ini.

Kepada Floresa, Fidelis mengaku ragu dengan jawaban itu karena “serupa janji yang sering diucapkan Irwahidah.” 

Kendati demikian, ia berkata akan tetap menunggu hingga akhir Juli dan bila Irwahidah tak juga membayar, “saya akan menempuh langkah hukum.”

Fidelis menyetorkan uang Rp60 juta kepada Irwahidah pada 2021 setelah diberi janji akan membantu anaknya lolos tes calon PNS di Kejaksaan Agung. Uang itu didapat Fidelis dari pinjaman koperasi yang pembayarannya masih dicicil hingga kini.

Usai anaknya gagal tes, Irwahidah hanya mengembalikan Rp5 juta.

Fidelis hanya satu dari sejumlah korban praktik percaloan yang dilakukan mantan Ketua Pengadilan Agama Ruteng tersebut.

Irwahidah bertugas di Pengadilan Agama Ruteng sejak Mei 2019, dengan jabatan semula sebagai wakil ketua, lalu jadi ketua mulai Agustus 2020. Ia pindah ke Pengadilan Agama Labuan Bajo pada Januari 2022. 

Ia bertugas sebagai hakim di Pengadilan Tinggi Agama Kupang sejak Oktober 2022.

Selain Fidelis, Muhammad Nur Abdurahim, warga di Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur menyetor Rp100 juta kepada Irwahidah agar anaknya yang baru tamat SMA bisa mengikuti tes calon PNS di Kementerian Hukum dan HAM untuk posisi sipir penjara.

Yang kemudian terjadi adalah anaknya tidak pernah dipanggil untuk mengikuti tes itu dan uang hasil kredit di bank “belum dikembalikan” Irwahidah.

Benediktus Jematu, warga Kampung Tuke, Kelurahan Compang Tuke, Kecamatan Langke Rembong menyetor Rp60 juta agar anak sulungnya bisa mengikuti tes PNS di Kementerian Hukum dan HAM. Sampai saat ini, uang yang telah dikembalikan Irwahidah hanya Rp4 juta.

Korban lainnya, Agustinus Nenggor, warga Kampung Redong, Kelurahan Wali, Kecamatan Langke Rembong, menyetorkan uang Rp75 juta. Irwahidah baru mengembalikan Rp10 juta.

Sementara itu, MYS menyetor Rp138 juta untuk ia dan adiknya – untuk tes hakim di Mahkamah Agung dan tes sipir penjara. Sampai saat ini, Irwahidah hanya mengembalikan Rp25 juta.

Pada awal Mei, Irwahidah sempat dilaporkan ke Polres Manggarai Timur oleh Tadeus Melang, warga Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur. 

Tadeus juga merupakan korban yang ikut menyetorkan uang ke Irwahidah sebesar Rp100 juta pada 2021, namun hanya Rp10 juta yang  dikembalikan setelah anaknya gagal tes PNS.

Setelah dilaporkan ke polisi, Irwahidah baru mengembalikan sisa uang Tadeus Rp90 juta pada 14 Juni.

Korban lain di Manggarai Timur adalah Datto Algadri, anggota Polisi Pamong Praja yang mengaku ikut menyetorkan uang Rp100 juta ke Irwahidah.

Selain mengungkap praktik percaloan tersebut, beberapa korban mengakui keterlibatan anggota DPRD Kabupaten Manggarai yang diduga menjadi kaki tangan Irwahidah.

Praktik percaloan dalam mekanisme tes PNS sebetulnya dilarang pemerintah. Namun, Irwahidah diduga memanfaatkan ketidaktahuan korbannya dan tekad mereka agar anak jadi PNS untuk melakukan manipulasi.

Irwahidah tidak merespons permintaan komentar oleh Floresa pada 15 Juli.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA