Pekerja Seks ‘Menjamur’ di Lembata, Picu Kekhawatiran Penyebaran HIV/AIDS

Pemerintah menggiatkan sosialisasi dan pemeriksaan HIV/AIDS, termasuk untuk semua pegawai di organisasi perangkat daerah

Floresa.co – Pekerja seks terus bertambah di Kabupaten Lembata dalam beberapa tahun terakhir, yang memicu kekhawatiran penyebaran HIV/AIDS, penyakit yang umumnya menular melalui perilaku seks tidak aman.

Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Daerah [KPAD] kabupaten di sebelah timur Pulau Flores itu, saat ini tercatat 507 pekerja seks yang menyebar di sejumlah wilayah.

Data itu berdasarkan hasil konseling dan tes sukarela atau Voluntary Counselling and Testing [VCT] pada 2015 hingga November 2023.

Pekerja seks yang “menjamur” berkontribusi pada bertambahnya jumlah pengidap HIV/AIDS dan penyakit kelamin lainnya, kata Ketua Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Kabupaten Lembata, Petrus Ola Payong.

Hasil validasi data Dinas Kesehatan pada Desember 2023 tercatat 306 orang terjangkit HIV/AIDS, katanya kepada Floresa pada 16 Juli. Ia tidak menjabarkan kapan pendataan mulai dilakukan.

Petrus menjelaskan, ada penambahan kasus baru selama tahun ini, yaitu 21 kasus yang tercatat hingga Mei.

Mereka yang berstatus Orang dengan HIV/AIDS atau ODHA menyebar di sembilan kecamatan seluruh kabupaten itu. 

Dari data Dinas Kesehatan, jumlah terbanyak ada di Kecamatan Nubatukan, yakni 151 orang, disusul Ile Ape Timur 27 orang, Omesuri 23 orang, Buyasari 22 orang dan Nagawutung 21 orang. Jumlah pengidap pada empat kecamatan lainnya antara 5-22 orang.

Data itu juga menunjukkan 73 orang yang meninggal.

Kasus Terus Bertambah

Dikutip dari situs kesehatan Halodoc.com, HIV [Human Immunodeficiency Virus] merupakan nama untuk virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang dapat melemahkan kemampuan melawan infeksi dan penyakit. Sementara AIDS [Acquired Immune Deficiency Syndrome] adalah kondisi di mana HIV sudah pada tahap infeksi akhir.

Ketika seseorang sudah mengalami AIDS, tubuh tidak lagi mampu melawan infeksi yang ditimbulkan. Dengan menjalani pengobatan tertentu, pengidap penyakit ini bisa memperlambat perkembangan virus, sehingga pengidap HIV bisa menjalani hidup dengan normal.

Di Indonesia, penyebaran dan penularan HIV paling banyak terjadi melalui hubungan seks yang tidak aman dan bergantian menggunakan jarum suntik yang tidak steril saat memakai narkoba. Seseorang yang terinfeksi HIV dapat menularkannya kepada orang lain, bahkan sejak beberapa minggu sejak tertular.

Pemerhati HIV/AIDS di Lembaga, Nefri Eken berkata, penyebaran penyakit ini di kabupaten itu umumnya terkait perilaku seks tidak aman.

Ia berkata, dari 32 perempuan pekerja seks yang pernah ia minta melakukan pemeriksaan, semuanya dinyatakan positif Infeksi Menular Seksual, termasuk HIV/AIDS.

Nefri berkata, saat ini memang berkembang kelompok dan jejaring pekerja seks di Lembata, berdasarkan data yang diperoleh saat mendampingi para penderita HIV/AIDS bersama Komisi Penanggulangan AIDS.

Pekerja seks berusia antara 15 hingga 60 tahun, yang bergabung setidaknya pada empat grup WhatsApp, katanya.

Mereka umumnya menyebar di Kecamatan Nubatukan, Kecamatan Ile Ape dan Kecamatan Nagawutung. 

Pola kerja mereka terjadi dalam dua cara, yang ia kategorikan sebagai “tidak langsung dan langsung.”

“Pekerja seks tidak langsung berkaitan dengan perilaku menjajakan diri secara terselubung yang dilakukan di kos-kosan atau rumah. Sementara langsung, pola menjajakan diri secara terbuka di jalanan dan lokalisasi,” katanya.

Faktor Pemicu 

Ia menyebut selama 13 tahun mendampingi pekerja seks terdapat sejumlah faktor pemicu mereka terjun dalam pekerjaan ini.

Salah satunya adalah ekonomi, berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kelompok pekerja seks jenis ini umumnya berusia mulai 35 tahun ke atas.

“Bahkan ada yang sudah kepala enam masih berada di jalan ini karena terdesak faktor ekonomi,” katanya.

Lembata, yang memiliki populasi 143.391 jiwa, masuk zona merah tingkat kemiskinan di Indonesia. Jumlah penduduk miskin mencapai 24,78 persen berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2023, jauh di atas rata-rata kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Timur 19,96 dan rata-rata nasional 9,36 persen.

Faktor lain adalah terjebak praktik mucikari atau broker pekerja seks, kata Nefri.

Tidak hanya pekerja seks remaja dan dewasa, namun ada juga yang usia paruh baya hingga 60 tahun yang masuk dalam kategori ini.

“Sudah 20-an orang yang terjebak”, katanya.

Ia menyebut ada dua pasangan nikah resmi yang merelakan istri menjajakan diri di tempat hiburan.

“Bahkan, sang suami yang menghantar, menemani, dan menunggu si istri selama ia melayani pelanggan,” katanya.

Faktor lainnya yang Nefri sebut sebagai paling dominan adalah ikun tren dan mau fashionable. “Menjajakan diri,” katanya, dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan sesuai tren. Kelompok ini umumnya adalah perempuan remaja. 

Mereka “ingin sekali memenuhi kebutuhan fisiologis, salah satunya berpenampilan menarik,” katanya. 

Ia menyebut ada hubungan antara ketidakpuasan diri dan penampilan. Untuk memperkuat rasa percaya diri, jelasnya, mereka akan tampil necis dan berusaha merias diri dengan mengoleksi sebanyak mungkin perangkat kecantikan sehingga dilihat dan diminati orang. 

Untuk membiayai keinginan demikian, menjadi pekerja seks merupakan jalan pintas, kata Nefri.

Faktor terakhir adalah fantasi yang dipengaruhi keinginan mencoba, menganggap pekerjaan ini sebagai hiburan.

“Setidaknya 218 orang terjebak dalam praktik seks karena pengaruh fantasi,” katanya, “rata-rata berusia 19 tahun.”

Nefri berkata, para pekerja seks di Lembata umumnya saling mengenal dan “terbangun ikatan emosional yang kuat” di antara mereka. 

“Mereka membentuk grup dan berada di dalam kelompok tersebut untuk saling mendukung, menguatkan dan melakukan transaksi,” katanya.

Upaya Pemerintah

Merespons fenomena ini, Pemerintah Kabupaten Lembata kini menggiatkan sosialisasi dan pemeriksaan kesehatan, terutama untuk kelompok paling berisiko.

Ketua Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit, Petrus Ola Payong berkata, hal ini bertujuan menemukan secara dini kasus yang diharapkan mampu menekan penularan lebih lanjut.

Ia berkata, pemerintah telah menetapkan target eliminasi HIV/AIDS tahun 2030.

Untuk mencapai hal ini, pemerintah melakukan sejumlah langkah, seperti VCT keliling,  penanganan dan pengobatan pasien, pemeriksaan viral load –  untuk mengetahui seberapa rentan orang dengan HIV/AIDS menularkan penyakit itu – dan pelacakan kasus loss to follow up atau identifikasi pasien yang berhenti melakukan pengobatan.

Salah satu sasaran inisiatif ini adalah sosialisasi dan pemeriksaan para pegawai di instansi pemerintah. 

Bulan ini, Pemerintah Kabupaten Lembata menggelar pemeriksaan pegawai pada 12 Organisasi Perangkat Daerah [OPD], berdasarkan surat pemberitahuan yang diteken Asisten Pemerintahan Bidang Kesejahteraan Rakyat, Quintus Irenius Suciadi.

Ini merupakan pemeriksaan tahap dua, setelah tahap pertama pada Mei untuk 10 OPD.

Peserta sosialisasi dan pemeriksaan HIV/AIDS di kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lembata pada 16 Juli 2024. (Nefri Eken)

Dalam surat pemberitahuan program itu yang diteken Sekretaris Daerah, Paskalis Ola Tapobali pada Mei, ia menyinggung soal kecemasan terhadap peningkatan signifikan kasus HIV/AIDS bersamaan dengan “perilaku seks bebas di masyarakat yang sangat meresahkan.”

Petrus berkata, proses sosialisasi dan pemeriksaan untuk OPD dibantu Komisi Penanggulangan AIDS.

Sosialisasi dan pemeriksaan gelombang pertama telah berlangsung pada 14-29 Mei, sementara gelombang kedua pada 10-22 Juli, katanya.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA