Floresa.co – Aliansi masyarakat sipil di Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur mendesak kejaksaan untuk menghentikan praktik main proyek dan mengusut tuntas sejumlah kasus dugaan korupsi yang penanganannya dinilai jalan di tempat.
Desakan itu disampaikan oleh Aliansi Nagekeo Menggugat saat menggelar unjuk rasa pada 12 Agustus di depan Kantor Kejaksaan Negeri [Kejari] Ngada – yang wilayah layanannya mencakup Kabupaten Ngada dan Nagekeo.
Aliansi itu merupakan gabungan dari organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Cabang Nagekeo dan Ngada serta Perhimpunan Mahasiswa Asal Nagekeo di Kupang.
Dalam pernyataan sikap yang salinannya diperoleh Floresa, aliansi menyebut alih-alih mencegah dan menangani korupsi, Kejari Ngada justru “bermain-main dan terkesan membiarkan terjadinya berbagai penyelewengan.”
Di sisi lain, kata aliansi, “dalam beberapa tahun terakhir, Kejari Ngada mentok menangani kasus dugaan korupsi di lingkaran Pemerintah Kabupaten Nagekeo.”
Mereka merujuk informasi tentang oknum jaksa di Kejari Ngada yang “mengintimidasi dan meminta jatah proyek kepada Pemerintah Kabupaten Nagekeo dengan tujuan agar kasus-kasus korupsi yang terjadi tidak diproses lebih lanjut.”
Informasi itu diungkap dalam berbagai pemberitaan media lokal di mana Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Nagekeo, Gaspar Laya yang mengaku tertekan karena diintimidasi oleh Kepala Kejari Ngada, Yoni P. Artanto beserta lima bawahannya.
Kelima bawahan itu di antaranya Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, Roy Tua Hakim; Kepala Seksi Pidana Khusus, Vidi Pradiwinata; Kepala Seksi Pidana Umum, Arief Wahyudi dan dua Jaksa Muda Pidana Khusus – Tegar Pangestu Putra dan Oky Yuliandri.
Pengakuan Gaspar tertuang dalam surat pengaduannya kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan di Kejaksaan Agung pada 29 Juli.
“Saya mendapatkan tekanan dan intimidasi melalui cara-cara yang tidak wajar dan tidak bertanggung jawab,” kata Gaspar.
Menurutnya, selain melalui telepon dan pesan WhatsApp, intimidasi juga dilakukan dalam bentuk surat panggilan di mana Kejari Ngada memintanya memberi keterangan serta membawa dokumen-dokumen terkait dugaan tindak pidana korupsi pembangunan perpustakaan beserta fasilitas pendukung di Kabupaten Nagekeo tahun anggaran 2021-2023.
Gaspar yang dalam proyek itu bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen mengklaim “panggilan itu tidak berdasar karena sejak tahap pelelangan hingga pelaksanaan, paket pekerjaan tersebut diaudit oleh Inspektorat Nagekeo dan Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan NTT.”
Dengan intimidasi tersebut, oknum-oknum jaksa itu kemudian memperoleh jatah proyek Tahun Anggaran 2024 sebanyak delapan paket dan “mereka menentukan sendiri pemenangnya,” katanya.
Pada 5 Agustus, Kepala Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejaksaan Negeri Ngada, Muhammad Firman Indra Wijaya sempat menanggapi informasi Gaspar, dengan meminta instansi Pemerintahan Kabupaten Nagekeo segera melaporkan oknum jaksa yang meminta jatah proyek.
Firman juga membantah tuduhan intimidasi yang disampaikan Gaspar, menyebutnya merupakan “upaya untuk melemahkan semangat penyelidikan terhadap kasus dugaan korupsi pembangunan perpustakaan di Nagekeo.”
“Kami tetap on the track dalam mengusut kasus ini,” katanya.
Aliansi Nagekeo Menggugat mengatakan “penyelewengan anggaran dan praktik sogok-menyogok dianggap sebagai hal yang lumrah oleh pejabat dan oknum-oknum aparat penegak hukum.”
Karena itu, kata aliansi, demi kehormatan dan tegaknya bangsa, “kami bersatu menyatakan sikap untuk melawan korupsi hingga ke akar-akarnya.”
“Kami meminta Kejari Ngada mengusut tuntas kasus-kasus korupsi yang ada di Kabupaten Nagekeo. Ada banyak kasus di Nagekeo yang tidak bisa diproses,” ujar Sandro Aja, salah satu orator.
Koordinator umum aksi, Charles Jupa mengatakan selain dugaan intimidasi, “kami juga mendesak Kejari Ngada untuk menuntaskan kasus-kasus dugaan korupsi di Nagekeo.”
“Kami ingin meminta penjelasan terkait kasus-kasus yang ditangani Kejari Ngada yang sampai saat ini status hukumnya belum jelas,” katanya.
Dalam aksi itu, aliansi mendesak Kejaksaan Tinggi Kupang dan Kejaksaan Agung “memecat dan memproses hukum oknum jaksa yang diduga telah mengintimidasi dan meminta jatah proyek APBD.”
“Perbuatan oknum jaksa tersebut sudah merusak citra kejaksaan serta merusak marwah penegakan hukum di Indonesia,” kata aliansi.
Aliansi juga mendesak Kejari Ngada mengusut tuntas sejumlah kasus dugaan korupsi di Kabupaten Nagekeo yang dinilai mandeg.
Beberapa di antaranya adalah dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri Covid-19 pada 2020, dana tanggap darurat bencana senilai Rp3 miliar di Badan Penanggulangan Bencana Daerah pada 2019, dana kajian pembangunan Bandara Surabaya II di Mbay dan korupsi penghilangan aset Pasar Danga.
Dalam aksi itu, aliansi menuntut Kepala Kejari Ngada, Yoni P. Artanto berdialog dengan mereka.
Setelah negosiasi yang difasilitasi oleh Kasat Intel Polres Nagekeo, Ipda Thomas Aquino Mere, pihak kejaksaan akhirnya bersedia berdialog dengan 10 orang perwakilan aliansi.
Dalam dialog itu, perwakilan aliansi menuntut pertanggungjawaban Yoni terkait dugaan intimidasi terhadap Gaspar Laya.
Menurut aliansi, intimidasi melalui komunikasi di aplikasi WhatsApp itu disinyalir dilakukan oleh seorang anggota Kejari Ngada, Tegar Pangestu Putra terkait urusan sejumlah paket proyek di Nagekeo.
Karena itu, Naris, koordinator lapangan aksi mereka meminta Yoni menghadirkan Tegar “untuk bisa menjelaskan soal komunikasi ini karena kami memiliki bukti kuat.”
Merespons tuntutan aliansi, Yoni berkata, “chatting tersebut dipastikan bukan berasal dari anggota Kejari Ngada karena nomor yang digunakan untuk berkomunikasi dengan Gaspar bukan milik Tegar.”
Tegar, kata dia, juga “tidak mengenal Gaspar dan tidak pernah ada komunikasi apapun.”
“Sampai sekarang, kami belum ketemu yang namanya Gaspar. Kami sudah tanya dan periksa Tegar. Beliau merasa tidak mengenal Gaspar,” katanya.
Yoni juga mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mengusut tuntas dugaan tindakan pidana korupsi pembangunan perpustakaan di Kabupaten Nagekeo.
Saat ini, kata dia, pengungkapan dugaan tindakan korupsi pembangunan perpustakaan itu sudah memasuki tahapan penyelidikan.
Ia berkata, pengusutan kasus ini bermula dari laporan warga pada Mei yang kemudian ditindaklanjuti Kejaksaan dengan menyelidikinya.
Gaspar, kata dia, sudah empat kali dipanggil untuk memberi keterangan, namun yang bersangkutan tidak hadir.
“Nanti kita buktikan itu benar atau tidak. Sampai hari ini, [kami] berkomitmen tetap on the track untuk penanganan kasus perpustakaan,” katanya.
Kendati dibantah Yoni, alianis menyatakan mengantongi bukti valid yakni transkrip percakapan intimidasi terkait pemenangan tender proyek yang dikirimkan Tegar kepada Gaspar.
Mereka menyebut dalam transkrip itu, Gaspar hanya dua kali meladeni Tegar yaitu ketika menjawab pertanyaan terkait LPSE yang tidak bisa diakses.
Sisanya, adalah chattingan terkait paket proyek dan panggilan tak terjawab dari Tegar.
Kristian Minggu, salah satu perwakilan aliansi berkata, “kami menduga, ketika seorang Aparatur Sipil Negara berani membuka ini, berarti selama ini, ada persekongkolan jahat antara Pemerintah Kabupaten Nagekeo dan Kejaksaan.”
Seorang anggota Aliansi Nagekeo Menggugat berkontribusi dalam pengerjaan laporan ini
Editor: Ryan Dagur