Polisi di Manggarai Barat Sita Sepeda Motor yang Sedang Parkir, Minta Warga Bayar Tebusan Hingga Dua Juta Rupiah 

Ada yang diangkut dari depan warung, tanpa diketahui pemiliknya yang sedang makan. Polisi tidak menjawab pertanyaan Floresa soal alasan menilang motor yang sedang parkir

Floresa.co – Warga di Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat mempertanyakan langkah polisi yang menyita sepeda motor mereka yang sedang parkir, lalu meminta sejumlah tebusan ratusan hingga jutaan rupiah.

Rahman Sakty, warga Kampung Laci, Desa Wae Wako mengaku polisi mengangkut motornya saat ia sedang makan di sebuah warung makan usai menonton pertandingan sepak bola di Lapangan Kaka Botek, Desa Poco Ruteng pada 22 Agustus.

Sekitar 200 meter dari warung itu, anggota polisi dari Polsek Lembor dan Polres Manggarai Barat sedang melakukan operasi gabungan penertiban lalu lintas.

Pada saat yang sama, para pemain bola melintas di lokasi operasi itu dan “rombongan itu memutuskan balik arah setelah melihat polisi.”

Sebagian dari rombongan itu, kata dia, “masuk ke warung yang saya singgahi.”

“Polisi mengejar rombongan itu hingga di depan warung,” katanya kepada Floresa.

“Beberapa motor yang parkir di depan warung diangkut polisi, termasuk saya punya.”

Rahman mengaku baru mengetahui kejadian itu setelah mendapat informasi dari warga di sekitar warung.

Mengetahui hal itu, ia lalu berjalan kaki ke kantor polisi.

Setibanya di sana, Kapolsek Lembor, Yostan Lobang dan beberapa anggotanya menanyakan “kelengkapan surat motor saya.”

“Saya menjawab, kalau surat-surat motor lengkap dan saya juga punya SIM, hanya masih di kampung. Jauh lagi ambilnya,” katanya.

Desa Wae Wako berjarak sekitar 27 kilometer dari Polsek Lembor dengan waktu tempuh sekitar 45 menit.

Rahman berkata, lantaran tak membawa surat-surat, “polisi meminta uang dua juta rupiah kepada saya agar dapat menebus motor itu.”

Polisi juga memintanya untuk mengikuti sidang pada September jika tidak mampu membayar denda itu. 

Merespon hal itu, ia menyatakan “mending bapak ambil saja motornya karena saya tidak punya uang dengan jumlah seperti itu.” 

“Saya hanya punya Rp300 ribu. Motor ini saya butuhkan untuk keperluan sehari-hari,” katanya.

“Lagian motor saya ini bukan ditilang tetapi diangkut sementara parkir. Akhirnya, mereka terima itu dan motornya saya ambil,” tambahnya.

Rahman berkata, dalam razia itu polisi menahan puluhan motor dan meminta tebusan dengan nominal yang bervariasi. 

Tobias Hadun, 57 tahun, warga kampung Poka, Desa Pondo berkata, ia sedang menonton pertandingan sepak bola ketika polisi mengangkut motornya. 

Motor itu diparkir dekat sebuah kios yang berjarak sekitar 500 meter dari Lapangan Kaka Botek dan saat itu polisi baru sampai di tempat razia.

“Pas mau pulang, baru saya tahu kalau motor sudah diangkut polisi. Setelah itu, saya langsung ke kantor polisi,” katanya.

Kepada anggota polisi, Tobias bertanya “apakah motor saya ada di sini?”

Alih-alih menjawab pertanyaan itu, kata dia, polisi justru bertanya, “apakah surat-surat motornya lengkap? Apakah pajaknya masih aktif?” 

Tobias berkata kepada polisi “kalau memang motor saya ada di sini, mangapa?” 

“Bagaimana aturannya sehingga motor yang sementara parkir itu bisa diangkut sama polisi?” tanya Tobias.

Ia berkata, polisi sempat mengatakan motor itu ditilang karena melanggar aturan dan “saya dikenakan denda dua juta rupiah.”

Merespons hal itu, Tobias menyatakan “aturan itu baru berlaku kalau saya ditilang, tetapi kenyataannya motor saya sedang parkir.” 

“Kalau memang ada aturan bahwa polisi bisa mengangkut motor yang sedang diparkir, kenapa hanya motor saya yang diangkut? Kenapa polisi tidak mengangkut juga motor lain yang sedang diparkir dan tidak punya plat?” katanya.

Setelah lama berdebat, katanya, polisi akhirnya mengembalikan motor itu dan “saya tidak membayar denda seperti yang mereka sebutkan.”

Seperti Pencuri

Rahman menyebut aksi para polisi itu “sama seperti pencuri” karena mengangkut motor tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Ia juga berkata, polisi juga tidak menyiapkan rambu-rambu atau plang yang berisi informasi tentang operasi tilang tersebut serta sebagian anggota tidak mengenakan pakaian dinas.

Sementara Tobias menyebut perbuatan para polisi itu sangat tidak adil, kendati niatnya hendak menegakan aturan lalu lintas.

“Polisi sepertinya sudah merencanakan dan sengaja menargetkan motor saya,” katanya.

Ia mengingatkan polisi agar “jangan membodohi warga karena kami adalah orang kampung yang tidak tahu apa-apa terkait aturan lalu lintas.” 

“Kalau mereka melakukan perbuatan seperti ini, apalagi yang kita harapkan dari negara ini,” katanya.

Ia berkata, kami sebenarnya mau mencari keadilan dan kebenaran, “apakah memang ada hukum yang mengatur bahwa motor yang sedang diparkir boleh diangkut polisi atau tidak.” 

Kalau benar ada aturan seperti itu, maka seharusnya mereka juga mengangkut motor-motor di sekitar lapangan yang tidak mempunyai surat-surat dan plat, katanya.

“Tetapi, kalau itu tidak benar, apa konsekuensi hukumnya bagi petugas yang melakukan hal seperti itu? Karena kalau dibiarkan, motor yang parkir di pinggir jalan nanti bisa saja petugas angkut,” katanya.

Floresa meminta tanggapan Kapolsek Lembor, Yostan Lobang terkait razia itu pada 22 Agustus.

Ia membenarkan adanya kegiatan tilang gabungan antara Polsek Lembor dan Polres Manggarai Barat itu.

Ia meminta Floresa menyebutkan merek motor Rahman dan Tobias yang diangkut oleh personilnya.

Namun, tidak merespons lagi ketika Floresa mengonfirmasi merek motor milik Rahman.

Ia juga tidak merespons pertanyaan “apa dasar hukum yang membuat personilnya menahan motor dan meminta uang tebusan kepada warga?”

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA