Komnas Perempuan: Penanganan Kasus Pemerkosaan Berkelompok di Rumah Dinas Polisi di Belu Mesti Pakai UU TPKS

Selain menindak pelaku, korban yang masih berusia 16 tahun juga harus diberi pendampingan

Floresa.co – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan [Komnas Perempuan] mendesak polisi menjerat tersangka kasus pemerkosaan berkelompok atau gang rape di Belu, NTT dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual [UU TPKS].

Kasus itu berlangsung di rumah dinas seorang anggota polisi oleh tujuh tersangka. Korbannya adalah seorang remaja perempuan berusia 16 tahun.

“Komnas Perempuan mengingatkan agar UU TPKS diterapkan dalam penanganan kasus ini,” kata Andy Yentriyani.

Menurut Ketua Komnas Perempuan itu, “UU TPKS mensyaratkan semua tindak kekerasan seksual yang diatur di UU lain juga mengacu ke UU TPKS.”

Dalam UU TKS, kekerasan seksual dikategorikan ke dalam beberapa bentuk, seperti penyiksaaan seksual, eksploitasi seksual dan perbudakan seksual, yang memungkinkan para tersangka dijerat pasal berlapis. 

Menurut UU itu, penyiksaan seksual diancam hukuman 12 tahun, sementara eksploitasi dan perbudakan seksual 15 tahun.

Pernyataan Andy merespons klaim penyidik Polres Belu bahwa tujuh tersangka dijerat dengan UU Perlindungan Anak. Dalam UU itu, hukumannya adalah maksimal 15 tahun penjara.

Andy berkata, “gang rape perlu diperlakukan secara khusus dan setiap pelaku perlu diproses secara hukum.”

“Selain berkonsentrasi pada pelaku, perlu ada pendampingan pada korban dengan segera, termasuk mencegah kehamilan dan infeksi seksual menular dan menyediakan konseling yang tepat,” ujarnya.

Kronologi Kasus

Pemerkosaan berkelompok ini terjadi pada 11-12 Maret di rumah dinas seorang anggota polisi yang bertugas di Polres Belu, menurut Kasat Reskrim Polres Belu, Rio Renaldy Panggabean.

Dalam konferensi pers pada 23 Maret, ia menjelaskan, kasus ini bermula saat korban tiba di Atambua pada 10 Maret sekitar pukul 23.30 Wita. 

Datang dari Kupang, korban menggunakan bus malam untuk mencari pamannya.

Setelah turun dari bus, korban berjalan menuju ATM BRI yang berada di samping Polres Belu. Di sana ia bertemu empat tersangka, yakni Albino, Asiku, Apeu, dan Kapten Paul.

Karena tidak memiliki tempat tinggal, dua tersangka – Asiku dan Apeu – menawarkan korban menginap di rumah mereka yang berada di dalam lingkungan Polres Belu.

Di rumah itu, Asiku memperkosa korban, diikuti tersangka lainnya –  Beni, PC alias Apeu, ANB alias Albino, FMP alias Mexiko, JAC alias Ajek dan Kapten Paul.

Salah satu dari tujuh tersangka adalah anak polisi pemilik rumah, kendati Rio tidak menjelaskan namanya. 

Enam tersangka telah ditahan di sel tahanan Polres Belu, sementara satu orang, Kapten Paul, masih melarikan diri. 

Rio berkata, penangkapan dan penahanan tersangka berawal dari laporan oleh korban. Penyidik Satuan Reskrim pun melakukan pemeriksaan terhadap pelapor sekaligus korban dan tiga orang saksi. 

“Keterangan korban dan para saksi ini menjadi petunjuk penting bagi kita dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan,” katanya.

Kekerasan Seksual di NTT 

Kasus ini terjadi di tengah keprihatinan terhadapnya mencuatnya beberapa kasus kekerasan seksual di NTT beberapa waktu terakhir, yang pelakunya termasuk penegak hukum.

Awal bulan ini, Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja-yang kini nonaktif-menjadi bahan perbincangan sejagat setelah ditangkap Mabes Polri karena tersangkut kasus narkotika dan pencabulan anak di bawah umur.

Aksi Fajar terungkap pada pertengahan 2024 setelah otoritas Australia melaporkan kepada pemerintah Indonesia temuan video yang diunggah di situs porno. Laporan tersebut mendorong Mabes Polri melakukan penyelidikan.

Setelah AKBP Fajar, anggota Polres Sikka, Aipda Ihwanudin Ibrahim yang merupakan Kapospol Parumaan diKecamatan Alok Timur dilaporkan ke Polres Sikka pada 18 Maret karena melakukan pelecehan seksual terhadap seorang siswi SMP berusia 15 tahun.

Ibrahim disebut memperlihatkan kemaluannya kepada korban lewat panggilan video, sembari mengajak untuk berhubungan badan dengan iming-iming uang satu juta rupiah.

Sementara itu, pada Juni 2023, Samsul Risal, polisi di Polres Manggarai Barat menjadi tersangka kasus pemerkosaan terhadap siswi Kelas X dari salah satu sekolah menengah di Labuan Bajo.

Editor: Petrus Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik mendukung kami, Anda bisa memberi kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

TERKINI

BANYAK DIBACA