Jakarta, Floresa.co – Kamelus Deno, Bupati Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Organisasi Masyarakat Setempat (OMS) Desa Gulung, Kecamatan Satarmese Utara, pada Selasa, 25 Juli 2017 karena diduga melakukan korupsi dengan mengalihkan anggaran proyek irigasi senilai Rp 2 miliar dari Wae Wakat, Desa Gulung ke Wae Wunut, Desa Rado, Kecamatan Cibal.
Selain Deno, OMS juga melaporkan Vinsen Marung, mantan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai beserta Idar, selaku Kepala Tim Survei lokasi tahap 2 (dua) dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia (Kemendesa).
“Vinsen Marung dan Idar, bersama Deno, diduga secara bersama-sama dan melawan hukum, melakukan korupsi dengan mengalihkan anggaran dalam proyek tersebut,” ujar Ketua OMS yang tidak ingin disebutkan namanya.
Dugaan tersebut, jelasnya, dibuktikan dengan adanya beberapa Surat Keputusan (SK) Bupati Deno yang tidak sesuai dengan realisasi proyek. Dalam SK tersebut, Desa Gulung ditetapkan sebagai lokasi pelaksanaan proyek sesuai dengan survei pertama.
“Namun, dalam pelaksanaannya, proyek senilai 2 miliar itu dialihkan ke Wae Wunut Desa Rado yang merupakan kampung halaman bupati yang berkuasa sejak 2015 lalu,” lanjutnya.
Dua dari beberapa SK tersebut, ucapnya, berisi tentang penetapan lokasi kegiatan bantuan peningkatan infrastruktur bidang irigasi yang bernomor HK/281/2016 dan tentang penetapan lokasi kegiatan bantuan peningkatan infrastruktur bidang jalan bernomor HK/282/2016.
Kedua SK tersebut ditetapkan pada tanggal 27 Juni 2016, setelah survei terakhir yang digelar pada 19 Mei 2016.
Sementara itu peran Vinsen Marung dalam laporan OMS, diduga, dalam melakukan survei lokasi, Vinsen tidak melakukan koordinasi dengan Kepala Desa (Kades) Gulung Darius Prau, serta sengaja mengarahkan Tim Survei kedua ke Desa Rado.
“Padalah, mereka harus mendatangi Desa Gulung sesuai yang tercantum dalam SK dan proposal yang diajukan Kades Darius ke Kementerian Desa yang dibuat pada tahun 2012,” pungkasnya.
Lalu, ketiga, peran Idar, tidak melakukan koordinasi dengan tim survei pertama yaitu Haji Lukman. Idar diduga melakukan penipuan terhadap atasannya di Kementerian Desa terkait lokasi yang seharusnya. Pasalnya, pada survei pertama, Lukman mengunjungi Desa Gulung, sedangkan Idar tidak.
Survei pertama digelar pada 26 April 2016 di Desa Gulung dan survei kedua digelar pada 19 Mei di Desa Rado.
Kejanggalan lain yang diduga dilakukan Idar adalah saat meminta Kades Darius melalui pesan singkat untuk melengkapi persyaratan administrasi berupa SK Bupati. Diduga, ada usaha Idar untuk memperdayai Kades dua periode tersebut.
Misalnya, SK tentang harga satuan daerah terbaru tahun 2016, SK tim pengendali dari dinas terkait yaitu dari Dinas Pengurus Umum (PU), SK Organisasi Masyarakat Setempat yaitu Desa Gulung, SK penetapan lokasi irigasi Wae Wakat dan SK penetapan lokasi jalan poros desa gulung.
Permintaan melengkapi SK tersebut terjadi dua minggu setelah Idar melakuakan survei di Wae Wunut. “Yang terlihat janggal ialah permintaan SK tersebut. Idar meminta SK terkait Irigasi Wae Wakat, sedangkan realisasi proyek ialah irigasi Wae Wunut. Mengapa demikian” tanyanya.
Ketua OMS tersebut mengaku tidak gentar untuk terus mengawal masalah ini. Pasalnya, mereka sangat membutuhkan proyek tersebut.
“Itulah alasan mengapa hari ini kami mendatangi KPK. Harapannya, KPK dengan kewenangannya segera mengusut tuntas korupsi yang kami duga ini.”
“Kami juga sudah melengkapi laporan ini dengan beberapa alat bukti yang menurut kami cukup kuat untuk membuktikan adanya dugaan korupsi dalam proyek ini,” tutupnya.
Awalnya, pada 2012 lalu, proposal proyek ini diajukan Kepala Desa Gulung ke Kementerian Desa. Saat itu, nilai poyek yang diajukan sebesar Rp 7 Miliar yang direalisasikan pada 2016 lalu Rp 5 miliar dengan pembagian Rp 3 miliar untuk proyek jalan dan Rp 2 miliar sisanya untuk proyek irigasi yang dialihkan ke Desa Rado. (ARJ/Floresa).