Ruteng, Floresa.co – Penyidik di Polres Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) masih belum menemukan pelaku penembakan Ferdinandus Taruk (27).
Hingga hampir tiga bulan pasca penembakan misterius yang terjadi pada akhir Maret 2018 itu, tidak ada perkembangan yang signifikan yang bisa dicapai polisi.
Padahal, saat Fredy, pemuda Sondeng, Kelurahan Karot, Kecamatan Langke Rembong itu terbujur kaku di RSUD dokter Ben Mboi Ruteng, polisi berjanji untuk bekerja cepat mengungkap pelaku.
Kapolres Manggarai AKBP Cliffry S Lapian mengatakan pada Rabu, 20 Juni 2018, hingga kini mereka masih melakukan penyelidikan.
“Tunggu aja ya. Mudah-mudahan cepat terungkap,” ungkapnya kepada Floresa.co di halaman Mako Polres.
BACA JUGA:
-
Polisi: Proyektil yang Menewaskan Fredy Bukan dari Senapan Angin
-
Ada Info Aksi Eliminasi Anjing Tak Lama Sebelum Penembakan Fredy
-
Dandim Manggarai: Anggota Saya Tidak Pegang Senjata
Ia menjelaskan, uji laboratorium peluru yang diangkat dari kepala korban sudah dilakukan di Bali. “Pelurunya organik,” katanya, tanpa merinci jenis senjata yang menggunakan peluru itu.
Saat ini, kata dia, belum ada tersangka.
Terkait lambannya pengungkapan kasus ini, Cliffry meminta agar keluarga korban terus bersabar.
“Kita tak punya niat sama sekali untuk tidak mengungkap kasus ini. Tidak. Kita mohon keluarga bersabar,” ujarnya.
Dari penuturan para saksi mata saat kejadian, Fredy sedang nongkrong bersama teman-temannya di Sondeng, Selasa, 27 Maret lalu saat tiba-tiba ia terjatuh dan darah mengalir dari kepalanya.
Di tengah-tengah mereka saat itu, ada juga seorang polisi yang ikut nongkrong, yang diketahui bernama Damasus Sunding.
Peluru belum sempat diangkat dari kepalanya saat ia menghembuskan nafas terakhir di RSUD Ben Mboi Ruteng pada 7 April 2018. Saat itu ia memang hendak dibawa ke RS Sanglah, Denpasar Bali, karena keterbatasan sarana dan petugas di Ruteng.
Otopsi terhadap jenazah pemuda 24 tahun itu pada 8 April berhasil mengangkat proyektil, yang kemudian dikirim ke Bali untuk diuji di laboratorium forensik.
Di tengah upaya polisi menyelidiki kasus ini, pihak keluarga korban sejauh mengaku ikut berupaya mengumpulkan informasi.
Yos Syukur, juru bicara keluarga korban mengatakan, dari informasi yang mereka kumpulkan, sekitar 30 menit sebelum kejadian penembakan itu, ada aparat yang mendatangi rumah warga di dekat lokasi kejadian, yaitu Boni Potenti, Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibnas) yang memang bertugas di wilayah Kelurahan Karot.
Malam itu, warga yang didatangi tersebut sedang menonton acara talkshow “Indonesia Lawyers Club” di stasiun televisi swasta TVOne.
Kepada warga itu, Boni menyampaikan bahwa pihaknya sedang melakukan operasi untuk “mengeliminasi anjing liar.”
Saat ia sedang berbicara dengan Boni, muncul juga Kanis Dimpung, Bintara Pembina Desa (Babinsa) dari Kodim 1612 Manggarai untuk wilayah Karot serta salah seorang warga setempat yang membawa senapan besar, yang diperkenalkan sebagai juru tembak.
“Setelah berbincang sebentar, ketiganya pamit dari rumah warga itu menggunakan kendaraan roda dua,” kata Yos.
Tidak ada kabar lebih lanjut terkait di mana lahan operasi aparat dan juru tembak itu pada malam tersebut.
Yang jelas, menurut saksi mata, saat penembakan yang terjadi sekitar 30 menit pasca kedatangan para aparat itu, polisi yang ikut bergabung dengan korban dan rekan-rekannya memilih lari, sebelum kemudian paman korban yang memutuskan menyelamatkan korban dan membawanya ke RSUD Ben Mboi, Ruteng.
Rabu dini hari, 28 Maret 2018, Kapolres Manggarai, AKBP Cliffry Lapian langsung ke RSUD menjenguk korban.
Sehari setelah kejadian itu, Rabu, 28 Maret, Floresa.co mewawancarai Lapian.
Dalam keterangannya, ia langsung menyebut bahwa proyektil yang bersarang di kepala Fredy adalah adalah “peluru nyasar.”
Namun, kata dia, ia belum bisa memastikan sumber peluru itu. “Masih dalam penyelidikan untuk (mengetahui) peluru nyasar itu darimana,” katanya.
Yos mengatakan kepada floresa.co, Kamis, 21 Juni, mereka terus berharap polisi bekerja cepat mengungkap kasus ini.
Ferdinand Ambo/EYS/Floresa