Labuan Bajo, Floresa.co – Ketua Komisi Budaya dan Pariwisata Keuskupan Ruteng, Pastor Inosensius Sutam, Pr mengingatkan masyarakat Manggarai menyadari hubungan pariwisata dengan fenomena perpindahan penduduk dari dan keluar dari wilayah itu.
Pasalnya, dalam pengamatannya, masyarakat Manggarai sebagai pemilik tanah malah memilih meninggalkan kampung halaman, sementara di sisi lain, orang luar ramai-ramai masuk dan menempati tempat yang ditinggalkan itu.
“Long ata lonto, lonto ata long (pemilik tanah merantau dan yang merantau malah menempati tempat yang ditinggalkan-red),” katanya saat menjadi pemateri seminar terkait pariwisata di Seminari Yohanes Paulus II Labuan Bajo, Senin 5 November 2018.
“Ungkapan ini juga serentak menjelaskan sebuah parodi terhadap masyarakat kita saat ini yang seolah-olah menjadi tamu di tanah sendiri,” lanjutnya.
BACA JUGA: Siswa Seminari Labuan Bajo Gelar Seminar Hasil Penelitian Tentang Pariwisata
Selain itu, Pastor Ino juga menyentil soal budaya Manggarai secara umum dan korelasinya dengan fenomena glamour pariwisata.
Menurut dosen STKIP St. Paulus Ruteng itu, cukup banyak unsur-unsur budaya Manggarai yang hampir dilupakan dan bahkan kurang diketahui oleh generasi zaman ini.
“Kita menemukan bahwa banyak kekayaan budaya kita saat ini yang kurang dikenal oleh generasi sekarang. Misalnya konsep tentang lodok, caci, ataupun konsep-konsep tentang relasi harmonis dengan kosmos,” katanya.
Menurunya, tradisi lisan yang cukup kuat menjadi sebab unsur-unsur itu dilupakan. Maka, tegasnya, diperlukan solusi agar unsur-unsur budaya itu tetap dimengerti oleh generasi sekarang.
“Ada dua langkah yakni, revitalisasi dan reinterpretasi. Revitalisasi berarti kita berusaha mengangkat kembali budaya kita dan kemudian menginterpretasi kembali melalui kajian yang terus menerus dan komprehensif,” ujarnya.
Aldo Foya/ARJ/Floresa