Akui Terima Dana dari Kominfo yang Disebut Hasil Korupsi, Lembaga Gereja di NTT Akan Kembalikan Jika Diminta Pengadilan

Lembaga menyatakan tidak tahu bahwa dana yang disumbangkan oleh eks Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Gerard Plate adalah hasil korupsi

Baca Juga

Floresa.co – Sebuah lembaga Gereja di NTT yang disebut dalam dakwaan ikut mendapat aliran dana kasus korupsi proyek BTS 4G di Kementerian Informatika dan Komunikasi [Kominfo] mengakui hal itu dan menyatakan siap untuk mengembalikannya.

Sebagaimana disampaikan dalam dakwaan terhadap eks Menteri Johnny Gerard Plate dalam sidang pada Selasa, 27 Juni 2023, dana hasil korupsinya mengalir ke sejumlah lembaga Gereja di NTT.

Penerima dana itu, menurut dakwaan Jaksa Penuntut Umum [JPU], termasuk Keuskupan Agung Kupang dan Yayasan Pendidikan Katholik Arnoldus [Yapenkar] – yang menaungi Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

Dana itu dikirimkan pada Maret 2022, di mana Keuskupan Agung Kupang menerima satu miliar rupiah dan Yayasan Yapenkar 500 juta rupiah.

Pastor Philipus Tule, SVD, rektor Universitas Widya Mandira Kupang mengatakan benar bahwa mereka mendapat dana Rp500 juta sebagaimana dalam dakwaan itu.

Dana tersebut, kata dia, merupakan sumbangan dari Johnny kepada Yapenkar untuk mendukung program peningkatan bandwidth Wifi di Pusat Data dan Teknlogi Informasi kampusnya.

“Tidak kami ketahui [bahwa] itu adalah dana korupsi,” katanya kepada Floresa, Rabu, 28 Juni.

Pastor Philipus mengatakam, pada prinsipnya mereka siap mengembalikannya jika terbukti sebagai dana hasil korupsi.

“Saya akan meminta Yapenkar untuk mengembalikan dana pemerintah itu apabila pihak pengadilan meminta demikian,” katanya.

Pemberian dana ke Yapenkar itu terjadi sebulan setelah Johnny mengunjungi Universitas Widya Mandira.

Sebagaimana dilansir website kampus itu, Johnny hadir saat peresmian gedung Rektorat St. Arnoldus Janssen dan Aula Serbaguna St. Maria Immaculata pada 23 Ferbuari 2022. Saat acara itu, hadir juga Uskup Agung Kupang, Mgr Petrus Turang.

Menurut Azas Tigor Nainggolan, seorang pengacara, sebaiknya memang lembaga Gereja mengembalikan dana itu jika terbukti sebagai hasil korupsi.

“Itu adalah langkah bijak karena uang itu adalah hasil kejahatan dan tanda bahwa Gereja juga melawan praktik korupsi,” katanya kepada UCA News.

Ia berpendapat, lembaga Gereja dalam hal ini tentu tidak bisa disalahkan, karena mereka tentu tidak tahu bahwa uang itu adalah hasil korupsi.

“Mereka bisa disalahkan kalau mereka tahu bahwa dana itu adalah hasil korupsi, tetapi masih mau menerimanya. Jika demikian yang terjadi, maka di situ ada konspirasi,” katanya.

Sesuai dakwaan, dana yang disumbangkan Johnny ke lembaga Gereja diperoleh dari Anang Achmad Latif, Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti),  yang menangani proyek BTS 4G.

“Terdakwa Johnny Gerard Plate memerintahkan Anang Achmad Latif agar mengirimkan uang untuk kepentingan terdakwa Johnny Gerard Plate,” demikian dakwaan JPU.

Anang disebut mengirimkan uang tersebut kepada Johnny dalam beberapa tahap.

Selain lembaga Gereja Katolik, Johnny juga didakwa memberikan dana senilai Rp200 juta kepada korban bencana banjir di Kabupaten Flores Timur pada April 2021.

Pada Juni 2021, ia juga meminta Anang mengirimkan uang Rp250 juta kepada Gereja Masehi Injili di Timor [GMIT], sebuah Gereja Protestan berbasis di Kupang.

Dalam kasus ini, Johnny yang ditahan sejak awal Mei, didakwa memperkaya diri hingga Rp17,8 miliar. Sementara secara keseluruhan, korupsi dalam kasus ini merugikan negara sebesar Rp8 triliun, dari total nilai proyek Rp10 triliun.

Johnny membantah dakwaan, mengatakan dan berjanji akan membuktikannya dalam eksepsi.

Proyek BTS 4G sebetulnya menargetkan 7.904 titik blank atau yang dianggap belum memiliki jaringan internet demi mewujudkan pemerataan akses internet untuk seluruh masyarakat Indonesia, terutama di wilayah tertinggal, seperti NTT. Namun, banyak infrastruktur proyek tersebut yang kemudian mubazir.

Sebuah laporan yang dirilis Floresa pada Januari mengungkap bagaimana warga di wilayah pedalaman Pulau Flores justru kesal dengan keberadaan menara pemancar BTS karena malah membuat mereka susah mengakses internet.

Johny, seorang Katolik, dikenal sebagai salah satu donator lembaga-lembaga Gereja di NTT.

Ia pernah mengenyam pendidikan di Seminari Pius XII Kisol di Kabupaten Manggarai Timur, sekolah menengah SMP-SMA yang bernaung di bawah Keuskupan Ruteng.

Seminari itu juga merupakan salah satu lokasi pilot project 3T – untuk pengadaan jaringan internet cepat – di di wilayah Manggarai Raya. Ia mengunjungi seminari itu pada 2019  dengan helikopter. Ia mengklaim kecepatan internet di lembaga itu yang mencapai 8 MB/detik sebagai simbol pusat perhatian presiden terhadap pengembangan sumber daya manusia.

BACA JUGA: Lembaga Gereja yang Dapat Sumbangan dari Johnny Plate Prihatin, Siap Kembalikan Dana 500 Juta Secara Utuh

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini