Satgas Saber Pungli Usut Dugaan Penyelewengan Dana Program Pekarangan Pangan Lestari di  Manggarai Timur

Staf di Dinas Pertanian Manggarai Timur dilaporkan memungut dana dari kelompok tani penerima program dan mengarahkan mereka membeli berbagai kebutuhan di sebuah toko yang harganya berbeda jauh dengan harga pasaran.

Floresa.co – Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar [Satgas Saber Pungli] menyatakan mengusut kasus dugaan pungli terhadap sejumlah kelompok tani penerima Program Pekarangan Lestari [P2L] di Kabupaten Manggarai Timur yang melibatkan staf Dinas Pertanian. 

Darius Beda Daton, anggota Satgas Saber Pungli Provinsi NTT mengatakan, ia telah berkoordinasi dengan Satgas Saber Pungli Kabupaten Manggarai Timur untuk mengecek dan mengambil langkah penindakan terhadap kasus itu. 

“Informasi [dugaan pungli] tersebut akan ditindaklanjuti oleh Satuan Reskrim Polres Manggarai Timur dengan meminta klarifikasi Kepala Dinas Pertanian,” kata Darius kepada Floresa, Kamis pagi, 19 Oktober. 

Ia mengatakan, “tidak dibenarkan melakukan pungutan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Jika terbukti pungli, kata dia, Kepala Dinas Pertanian Manggarai Timur harus meminta stafnya untuk mengembalikan dana yang dipungut dari petani itu. 

“Jika tidak, Satgas Saber Pungli bisa menindak pegawai tersebut dengan pembinaan atau proses hukum,” katanya. 

Kasat Reskrim Polres Manggarai Timur membenarkan permintaan klarifikasi Kepala Dinas Pertanian terkait kasus ini.

“Hari ini kami baru [minta] klarifikasi [dari Kepala Dinas Pertanian,” katanya kepada Floresa, Kamis siang.

Dugaan pungli itu terungkap ke publik setelah pengurus salah satu kelompok tani penerima program itu berbicara kepada media massa. 

Maria Koleta Jelima [43] dan Maria Dangus [30], ketua dan bendahara Kelompok Wanita Tani [KWT] Sedang Mekar di Desa Watu Mori, Kecamatan Rana Mese, mengatakan, mereka diminta untuk menyetor satu juta rupiah oleh staf Dinas Pertanian, setelah pencairan dana tahap pertama senilai Rp37,5 juta pada 10 Mei 2023.

“Bilangnya untuk dana transportasi. Kami beri saja, tanpa kwitansi,” kata Koleta. 

Selain pungutan itu, mereka juga mengatakan bahwa pengelolaan dana itu sarat intervensi Dinas Pertanian, seperti dalam penentuan mitra untuk belanja benih dan alat pertanian, hal yang bertentangan dengan juknis program tersebut.

Merujuk Peraturan Menteri Pertanian Nomor 8 Tahun 2023, NTT masuk dalam zona 3 Program P2L, di mana total dana yang disalurkan sebesar Rp90 juta per kelompok. 

Dari jumlah itu, Rp75 juta dimanfaatkan oleh kelompok penerima untuk pengadaan sarana perbenihan, demplot, pertanaman, dan kegiatan pasca panen.

Sisanya digunakan untuk operasional P2L seperti biaya pertemuan koordinasi, pelatihan, pendampingan, pengawalan, dan pelaporan.

Pengelolaan dana ini dilakukan dengan model swakelola tipe IV yakni dikelola langsung oleh kelompok penerima. Dinas Pertanian hanya melakukan pendampingan dan pengawasan.

Di Manggarai Timur, Dinas Pertanian memprioritaskan Program P2L kepada empat kelompok tani di empat desa dan kelurahan dengan kasus stunting tinggi. Salah satunya adalah Desa Watu Mori. 

Koleta mengatakan, selain intervensi dan dugaan pungli, kejanggalan lain dalam pengelolaan dana Program P2L tersebut adalah dugaan penggelembungan anggaran dalam Rencana dan Anggaran Belanja [RAB].

“Kami cek harga benih dan barang lain di toko lain di Borong, jauh lebih murah dari harga di RAB,” katanya.

Ia mencontohkan polybag, di mana di RAB harga per kilogramnya sama untuk ukuran besar dan kecil, yaitu Rp65 ribu.

“Setelah kami cek di toko lain di Borong, harga polybag besar Rp35 ribu per kilogram dan polybag kecil itu hanya Rp25 ribu,” kata Koleta.

Dari salinan RAB yang diperoleh Floresa, harga benih sayuran dan tanaman juga amat tinggi, dibanding dengan harga di pasaran.

Harga benih kacang panjang isi 200 biji misalnya dipatok Rp165 ribu di RAB.

Ketika Floresa mencoba mengecek harga benih dan beberapa peralatan pertanian di toko online seperti Tokopedia, selisihnya sangat tinggi dengan di RAB.

Harga polybag besar di Tokopedia paling mahal Rp27,5 ribu.

Sementara benih kacang panjang untuk kemasan berisi 200 biji hanya Rp22,5 ribu, berbeda jauh dengan di RAB yang dipatok Rp165 ribu,

Koleta mengatakan, akibat penggelembungan harga tersebut, kini Toko Dite membebankan utang kepada kelompok tani penerima program ini.

“Utang itu kami tahu saat suami saya pergi beli obat hama di Toko Dite. Saat itu, pemilik toko bilang kelompok kami ada utang Rp18 juta lebih,” katanya.

“Kami kaget. Kenapa ada utang? Sementara kami sudah beri Rp30 juta.”

Koleta mengatakan, ia sudah menghitung harga benih dan alat-alat pertanian yang disalurkan Toko Dite ke kelompoknya, di mana totalnya hampir Rp30 juta.

“Saya hitung itu sesuai harga normal yang berlaku di toko lain. Makanya kami pikir tidak ada utang. Apalagi, nota belanja dari uang Rp30 juta itu sampai saat ini belum diberikan ke kelompok,” katanya.

Ade Manubelu, Sekretaris Dinas Pertanian Manggarai Timur mengatakan kepada Floresa, dinas tersebut tidak pernah menginstruksikan untuk memungut dana dari kelompok penerima program.

“Pungutan itu inisiatif individu [yang menangani program P2L],” katanya, Rabu, 18 Oktober.

“Sekali lagi saya katakan bahwa secara kelembagaan, Dinas Pertanian tidak pernah menginstruksikan untuk meminta setoran dari kelompok tani.”

Ade menyatakan, terkait harga benih dan alat-alat pertanian yang tercantum di RAB, “saya tidak tahu persis.”

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA