Sambut HUT ke-79 RI, Warga Sikka Tanam Mangrove untuk Cegah Abrasi

Aksi penanaman lebih dari seratus anakan mangrove diinisiasi Karang Taruna Trisakti dari Desa Hoder

Floresa.co – Merespons abrasi yang beberapa tahun terakhir terus melanda wilayah pesisir di Kabupaten Sikka, sekelompok warga di salah satu desa melakukan aksi penanaman mangrove, bagian dari rangkaian kegiatan menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-79 RI.

Aksi kelompok Karang Taruna Trisakti Desa Hoder, Kecamatan Waigete itu dilakukan pada 11 Agustus di Pantai Likot, di mana mereka menanam total 110 anakan mangrove.

“Ini upaya nyata memitigasi dampak perubahan iklim dan mengembalikan ekosistem pesisir yang rusak akibat ulah manusia,” kata Ardianus Lawe, ketua karang taruna itu kepada Floresa.

Ia menjelaskan, karena kurangnya upaya mitigasi bencana seperti kepedulian untuk menanam dan merawat mangrove, setiap tahun pesisir Sikka menjadi langganan abrasi.

“Di wilayah Pantai Likot, dampak abrasi belum begitu kelihatan ketimbang wilayah-wilayah lain seperti Nangahale, Jedawair, Lewomada, Magepanda, Sikka dan juga Kewapante yang pesisirnya rusak diterjang gelombang karena tak ada penahan,” katanya.

Ia berkata, upaya mencegah abrasi tidak hanya dengan membangun tanggul, sebagaimana selama ini yang menjadi fokus pemerintah.

“Kesadaran untuk melestarikan mangrove harus menjadi perhatian semua pihak,” katanya, “karena tidak mungkin selamanya hal-hal yang berkaitan dengan alam sepenuhnya dibebankan ke pemerintah.”

Ia berkata, sebagai masyarakat, “kita harus punya kesadaran sendiri bahwa isu perubahan iklim nyata.”

Aggota Karang Taruna Trisakti, Desa Hoder, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka bersama masyarakat dan pemerintah melakukan penanaman mangrove di Pantai Likot pada 11 Agustus 2024
Aggota Karang Taruna Trisakti, Desa Hoder, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka bersama masyarakat dan pemerintah melakukan penanaman mangrove di Pantai Likot pada 11 Agustus 2024.(Dokumetasi Karang Taruna TrisaktI)

“Kalau tidak ada pohon mangrove yang menjadi benteng alam, setiap tahunnya air laut akan masuk ke pesisir dan menggerus permukaan tanah,” katanya.

“Jelas kita adalah orang yang akan terdampak langsung dari fenomena alam tersebut,” tambahnya.

Melalui kegiatan penanaman mangrove ini, “kami terus berupaya meminimalisasi dampak itu sedini mungkin.”

Ia berkata, kegiatan seperti ini akan terus berlanjut sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk menjaga mangrove sepanjang pesisir Desa Hoder dan mengembalikan kondisinya  seperti sedia kala.

Camat Waigete,  Antonius Jabo Liwu  berkata, “idealnya apa yang sudah kita tanam harus sama-sama kita pelihara karena perubahan iklim semakin tidak menentu.”

“Air laut setiap tahun naik, banjir rob menerpa warga pesisir, maka perlu memitigasi  dengan melestarikan mangrove,” katanya.

Ia menjelaskan, mangrove tidak sekedar bermanfaat untuk menangkal abrasi, tetapi juga berpotensi menjadi objek pariwisata.

Abrasi yang Terus Melanda Pesisir Sikka

Dalam beberapa tahun terakhir, pesisir di Sikka menjadi langganan abrasi.

Beberapa wilayah di Sikka dengan dampak abrasi tertinggi, menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sikka adalah di Pantai Magepanda, Kolisia, Roja, Kewapante, Doreng, Bola, dan Nangahale.

Banjir rob pada Maret 2024 di Dusun Jedawair, Desa Geliting, Kecamatan Kewapante misalnya berdampak terhadap 70 keluarga. 

Bencana itu juga membuat rabat sepanjang 100 meter rusak, puluhan pohon kelapa tumbang dan terseret ombak ke halaman rumah warga serta satu kapal nelayan ikut terseret.

Kepala Desa Geliting, Makarius Oskar berkata banjir itu yang terparah selama beberapa tahun terakhir.

Kondisi jalan di Desa Lewomada, Kecamatan Talibura yang diterjang abrasi pada Maret 2024. (Maria Margaretha Holo)

Namun, abrasi tidak hanya menyasar pesisir di Sikka, tetapi juga wilayah lainnya di NTT.

Hari Suprayogi, Direktur Sungai dan Perairan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam sebuah pernyataan pada 2017 menyebut 272 kilometer dari total 5.782 kilometer garis pantai di NTT dinyatakan kritis akibat abrasi. 

Jumlah itu tersebar di Pulau Timor,  Flores, Sumba, Alor, Rote, Sabu dan sejumlah pulau-pulau kecil lainnya. 

Abrasi di NTT, katanya  telah bertambah dalam 10 tahun terakhir, meski tidak merinci angka peningkatannya per tahun.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA