Sengkarut Tanggung Jawab Pemerintah Pusat dan Daerah Mencuat dalam Gugatan Kontraktor untuk Bupati Manggarai

Pemkab Manggarai mengklaim tak bisa membayar tunggakan kepada kontraktor karena proyek yang telah dikerjakan milik Pemerintah Pusat, meski asetnya kemudian diserahkan ke daerah

Floresa.co – Sengkarut tanggung jawab antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah mencuat dalam kasus gugatan seorang kontraktor di Kabupaten Manggarai yang belum mendapat seluruh dana proyek pengerjaan pasar rakyat.

Dalam kasus ini, Marsel Damat, Direktur CV Karisma Muliya Abadi menggugat Bupati Manggarai Herybertus GL Nabit, Kepala Dinas Dinas Koperasi UKM dan Tenaga Kerja dan Pejabat Pembuat Komitmen [PPK]. Dimulai pada 3 Juli, kini sidang sudah memasuki tahap pembuktian. 

Dalam petitum, Marsel antara lain memohon kepada hakim di Pengadilan Negeri Ruteng menghukum para tergugat untuk membayar secara tunai, seketika dan sekaligus kerugian materiil sebesar Rp72.457.910 dan bunga/keuntungan yang diharapkan Rp31.398.428.

Kerugian material itu, katanya kepada Floresa pada 2 September, merupakan sisa dana yang mesti dibayar pemerintah untuk pengerjaan proyek revitalisasi Pasar Rakyat Rejeng di Desa Ketang, Kecamatan Lelak pada 2019.

Gugatan, katanya, dilakukan setelah berbagai upaya tidak membuahkan hasil, dari pendekatan, somasi hingga teguran keras.

“Cara terbaik ya ke pengadilan. Somasi hingga teguran keras juga sudah dilayangkan, tetapi tetap masah bodoh,” ujarnya. 

Bagaimana Awal Mula Kasus ini?

CV Karisma Muliya Abadi mengerjakan proyek itu pada 13 Agustus 2019, dengan anggaran Rp852.446.000. 

Nomenklatur proyek itu adalah “Revitalisasi Pasar Rakyat yang Dikelola oleh Koperasi di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Pascabencana.” Pendanaan bersumber dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah [KemenkopUKM].

Marsel bertanggung jawab menyelesaikan pengerjaan empat kios, empat bangsal dagang, dua kamar toilet dan sebuah bak penampungan sampah.

Mengacu pada surat kontrak yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal, Koperasi, UKM dan Tenaga Kerja Manggarai, proyek mestinya selesai pada 11 Desember 2019. 

Namun, Marsel mengaku tak mampu menuntaskan pekerjaan sesuai tenggat waktu karena ada hambatan teknis dalam penggalian fondasi.

Ia kemudian berbicara dengan PPK, Bonevasius Bunduk perihal kelanjutan pengerjaan setelah kontrak berakhir, sementara di sisi lain proses pembangunan sudah mencapai 95 persen.

Karena itu, katanya, sesuai aturan PPK menambah waktu kerja selama 50 hari. Namun, sesuai kesepakatan waktu itu, Marsel hanya diberi waktu selama 30 hari untuk menuntaskan sisa pekerjaan.

Dalam 30 hari itu, pekerjaan selesai 100 persen pada Januari 2020.

Serah terima pertama atau provisional hand over atau PHO selanjutnya dilakukan pada 10 Februari 2020, baik PHO fisik maupun PHO administrasi, termasuk bukti pembayaran pajak dan pajak galian C.

Kendati sudah PHO, kata Marsel, anggaran yang dibayarkan tidak 100%, hanya 95 persen, dengan jaminan masa pemeliharaan selama setahun.

Anggaran 95 persen yang dibayarkan itu, menurutnya, termasuk 5% retensi tiap pencairan.

“Jadi, uang saya yang masih tertahan di pemerintah sebesar 5 persen, lalu ditambah dengan 5 persen fisik, jadinya 10 persen. Kalau 10 persen itu dikonversikan ke pagu anggaran jadinya 72 juta lebih,” katanya.

Ia berkata sudah menagih uang itu dengan melakukan pendekatan ke Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah dan Tenaga Kerja Kabupaten Manggarai yang pada akhir 2020 masih dipimpin Ansel Aswal.

Ansel, katanya, kemudian menyurati Kementerian Koperasi dan UKM karena anggaran proyek itu bersumber dari APBN. 

Surat Ansel dijawab Kementerian dengan surat bernomor B-41/SM/BN.99/1/2022 tentang Hibah Barang Milik Negara Perolehan Dana Tugas Pembantuan Kabupaten Manggarai.

Dengan alasan aset pasat itu telah diserahkan ke pemerintah daerah pada 29 Desember 2020, Sekretaris Kementerian, Arif Rahman Hakim menyatakan, “terkait kekurangan pembayaran” kementeriannya “sudah tidak mengalokasikan dana.”

”Kekurangan pembayaran,” jelasnya, “diselesaikan lewat mekanisme APBD Kabupaten Manggarai.”

Bupati Manggarai Herybertus Nabut, kata Marsel, juga sudah membuat Keputusan Nomor DPPA/A.2/2.170.00.01.0000/001/2023 Tentang Dokumen Pelaksanaan Anggaran Perangkat Dinas Koperasi, UKM dan Tenaga Kerja Kabupaten Manggarai. 

Dalam keputusan itu, kata Marsel, tersedia anggaran untuk membayar haknya itu.

Dasar hukum lain, menurut Marsel, adalah  surat Badan Anggaran DPRD Manggarai bernomor 01/PPK/TP/DPMKU/2019/V/2023. Dalam surat itu, katanya, dinyatakan bahwa uang sisa kontraktor dapat dibayar melalui APBD.

Apa tanggapan Pemerintah?

Terpisah, Kepala Dinas Koperasi UKM dan Tenaga Kerja, Frederikus Inasio Jenarut berkata, pemerintah tidak membayar sisa uang itu karena “ini adalah proyek Pemerintah Pusat.”

Ia menjelaskan, berdasarkan pemeriksaan khusus oleh Inspektorat, “tidak ada dasar untuk pembayaran, karena bukan utang daerah”.

“Kesimpulan terakhir saya, tidak bisa mengajukan pembayaran. Kalau saya bayar tanpa dasar, maka saya bisa kena [masalah hukum], karena ada kerugian negara membayar sesuatu yang tidak ada dasarnya,” kata Frederikus.

Terkait surat dari Kementerian, katanya, tidak dinyatakan Pemda Manggarai wajib membayar, hanya disebutkan ‘dapat dibayarkan melalui APBD’.

“Kata dapat ini tidak bisa dipakai sebagai kepastian hukum, sehingga kalau tidak dapat dibayarkan, maka tidak bisa,” kilahnya.

Soal dana yang sudah dianggarkan dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran [DPPA], menurut Frederikus, bisa dikembalikan ke kas negara karena belum dipakai.

Laporan Kontributor Berto Davids

Editor: Petrus Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA