Pastor Simon Suban Tukan SVD yang Dicap ‘Hasut’ Warga dalam Polemik Geotermal Poco Leok: ‘Saya Berdiri Bersama Warga dan Meneruskan Suara Mereka’

Imam ini kembali menjadi sasaran serangan dalam narasi pemberitaan sejumlah media siber

Floresa.co – Pastor Simon Suban Tukan, SVD, ketua lembaga advokasi Gereja Katolik JPIC-SVD, merespons narasi di sejumlah media yang memojokannya terkait polemik geotermal Poco Leok, menekankan bahwa posisinya adalah berdiri bersama warga yang sedang memperjuangkan hak.

“Selain karena memang itu adalah prinsip perjuangan kami yaitu berada di tengah-tengah masyarakat, saya juga terlibat dalam advokasi kasus ini bersama teman-teman dari lembaga-lembaga lain karena diminta oleh masyarakat sendiri,” katanya kepada Floresa pada 10 September.

Di sisi lain, ia juga mengaku tidak ingin agar polemik proyek di Kabupaten Manggarai itu menimbulkan konflik horizontal di tengah warga, antara yang pro dan kontra.

“Saya kira semua pihak berusaha bersama-sama mencegah itu,” katanya, “jangan sampai proyek seperti ini menimbulkan korban di pihak manapun.”

Pastor Simon menjadi sasaran ‘serangan’ lewat pemberitaan sejumlah media siber yang mencapnya sebagai penghasut.

Hal itu terkait kehadirannya di Poco Leok pada 3 September bersama tim independen Bank Kreditanstalt für Wiederaufbau [KfW] yang mendanai proyek geothermal itu.

Media Swaranett.com mempublikasi artikel pada 8 September, bertajuk Diduga Sering Hasut Warga Tolak Pembangunan Geothermal, Warga Poco Leok Cegat Rombongan Pater Simon.

Dalam laporan itu disebutkan bahwa Pastor Simon dicegat di Kampung Mesir, salah satu kampung adat Poco Leok, dan diminta menjelaskan tujuan kedatangannya.

Imam itu bersama warga kontra proyek juga dianggap “nyelonong masuk ke sejumlah lahan warga.”

Berita dengan isi persis sama juga muncul di Pijarflores.com dengan judul Warga Poco Leok Tolak Pater Simon dan Anak Buahnya, Mereka Sebut Butuh Listrik dan Mau Maju.

Dua berita itu disertai foto warga Poco Leok yang selama ini aktif menolak proyek.

Pastor Simon mengakui bahwa ia bersama tim independent Bank KfW memang memasuki Gendang Mesir usai dihadang.

“Di sana kami berdialog dengan warga yang menerima proyek itu dan mereka sampaikan aspirasi mereka. Saya sebetulnya merasa itu sebagai proses yang biasa dan kami menghargai sikap masyarakat yang menerima proyek,” katanya.

Ia berkata, kehadirannya bersama tim utusan bank asal Jerman itu adalah karena diminta tim itu.

“Saya dikontak oleh mereka, karena kebetulan nomor saya juga diberikan oleh warga Poco Leok kepada pihak Bank KfW saat mereka mengirim surat pengaduan,” katanya.

Pastor Simon berkata, tim independen Bank KfW juga tidak hanya menemui warga yang kontra dengan proyek itu.

“Setelahnya mereka juga juga bertemu yang pro, dengan pihak PT PLN, juga mungkin dengan pemerintah,” katanya.

“Saya anggap itu sebagai hal biasa, yang kita perlu sama-sama hargai, agar tim kemudian bisa mengambil kesimpulan yang menyeluruh soal proyek ini,” katanya.

Ia menjelaskan, dalam komunikasi dengan Bank KfW, ia memang memberitahu bahwa proyek itu telah memicu konflik terbuka di tengah warga.

“Mereka juga telah saksikan sendiri di lapangan. Saya katakan, ‘proyek yang hendak Anda danai memicu konflik seperti ini.’ Silakan mereka mengambil kesimpulan,” katanya.

Ia mengaku mengetahui narasi sejumlah media yang menudingnya sebagai penghasut, “namun saya merasa tidak perlu menanggapinya.”

“Intinya kami menjalankan apa yang harus kami lakukan. Kami memang berdiri bersama masyarakat dan itu sudah menjadi sikap kami,” katanya.

Pastor Simon berkata, sebelumnya ia pernah didatangi utusan pihak PT PLN, yang memintanya membantu membangun komunikasi dengan warga yang menolak proyek.

“Mereka mengaku kesulitan untuk masuk ke tengah kelompok yang kontra. Namun, saya menolak,” katanya.

“Saya bilang ke mereka, ‘silakan langsung berhadapan dengan masyarakat, karena proyek ini menyangkut mereka, hidup mereka. Kami hanya meneruskan suara mereka,’” katanya.

Ia hanya mengingatkan PT PLN untuk tidak mamaksakan proyek itu dan berhenti selalu membawa serta aparat keamanan ke lokasi “karena telah memicu keresahan di tengah warga.”

Ini bukan pertama kali Pastor Simon menjadi sasaran serangan lewat pemberitaan di media-media yang diduga berafiliasi dengan PT PLN.

Pada Juli tahun lalu, ia juga mendapat serangan serupa, dicap  provokator hingga dalang di balik aksi protes telanjang kaum perempuan Poco Leok.

Laporan di media Infopertama.com pada 25 Juli 2023, di mana ia tidak dimintai konfirmasi, menggunakan judul Demi Konten Tolak Geothermal Poco Leok, Diduga Pastor Katolik di Manggarai Suruh Wanita Telanjang.

Artikel itu menyebut bahwa  semua aksi protes di Poco Leok menolak proyek itu “adalah desain seorang pastor Katolik, Pater Simon Suban Tukan, SVD.”

Media itu juga mengutip pernyataan Raimundus Wajong, seorang warga pendukung proyek itu bahwa Pastor Simon “merekrut warga Poco Leok untuk menolak proyek.”

Pastor Simon kala itu juga memilih tidak merespons, berkata bahwa “biarkan waktu dan masyarakat yang menjawabnya.”

Selama setidaknya dua dekade terakhir, bersama JPIC-SVD, Pastor Simon dan aktivis dari lembaga Gereja dan advokasi lain telah terlibat dalam perjuangan bersama masyarakat di Flores bagian barat, termasuk dalam kasus  pertambangan.

Ia berkata, menjadi sasaran berbagai tudingan merupakan “risiko dari perjuangan, tapi kami tidak takluk karena itu.”

“Kami yakin bahwa kami memperjuangkan kepentingan masayarakat,” katanya.

Proyek geotermal Poco Leok merupakan pengembangan dari Pembangkit Listrik Panas Bumi Ulumbu, yang berlokasi di Desa Wewo, sekitar tiga kilometer arah barat.

Proyek ini dikerjakan PT PLN dan kini sudah memasuki tahap pembebasan lahan. Namun, warga terus menyatakan penolakan, mengkhawatirkan dampaknya bagi lingkungan mereka.

Kunjungan tim independen Bank KfW pada 3 September merupakan respons atas pengaduan warga yang meminta menghentikan pendanaan.

Informasi yang diperoleh Floresa, Bank KfW sempat menggelar pertemuan virtual dengan perwakilan warga yang menolak proyek pada 4 Juli, hingga memutuskan mengirim dua orang anggota tim indepenen.

Keduanya adalah antropolog, yakni Nestor Castro dari The University of Philippines dan Adi Prasetyo dari Universitas Diponegoro Semarang.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA