ReportasePeristiwaSDK di Nagekeo Berhentikan dan Lapor ke Polisi Guru yang Melakukan Pelecehan Seksual terhadap Siswi

SDK di Nagekeo Berhentikan dan Lapor ke Polisi Guru yang Melakukan Pelecehan Seksual terhadap Siswi

Korban dan sejumlah siswa lain yang mengetahui kasusnya tak lekas bicara karena terduga dikenal sebagai “pendoa”

Floresa.co Salah satu Sekolah Dasar Katolik (SDK) di Kabupaten Nagekeo memberhentikan dan melaporkan ke polisi seorang guru yang melakukan pelecehan seksual terhadap siswi kelas V.

Kepala SDK itu berkata kepada Floresa, laporan dugaan pelecehan seksual diserahkan ke Polres Nagekeo pada 21 Mei.

Ia mengaku sekolah mendapat laporan dari korban dan sejumlah saksi pada 14 Mei, lalu mulai menangani kasus ini.

Seorang guru dan anaknya yang merupakan siswi kelas VI di sekolah SD itu turut memberikan keterangan.

Sehari berikutnya kepala sekolah memanggil terduga pelaku.

Ia sempat mengelak tuduhan tersebut, sebelum kemudian mengakuinya.

Guru itu mengajar di SDK tersebut sejak 2006. 

Yayasan pengelola sekolah memutuskan memberhentikannya secara permanen sejak 21 Mei. Keputusan itu diambil sesudah ketua yayasan menolak untuk lebih dulu memberi surat peringatan.

Kepala sekolah berkata, menurut keterangan korban dan sejumlah saksi, perbuatan guru itu dilakukan sejak Oktober atau pertengahan semester ganjil tahun ajaran 2024/2025.

Korban dan sejumlah siswa sudah mengetahui lama kasus ini, namun, “mereka terpaksa menyembunyikannya karena teman sebaya lain mengingatkan bahwa pelaku dikenal sebagai pendoa.”

Meski begitu, kepala sekolah mengaku tak memahami “pendoa” seperti yang dilekatkan pada terduga pelaku.

Polres Nagekeo tak merespons Floresa hingga berita ini diterbitkan.

Komisi Perlindungan Anak Daerah Kabupaten Nagekeo juga tidak merespons, yang menurut kepala sekolah “telah mengetahui masalah ini.”

Sebelumnya, pada 17 Mei Polres Nagekeo menahan seorang pegawai tata usaha usai menjadi tersangka atas kasus pelecehan seksual terhadap seorang siswa di SMA tempatnya bekerja.

Tersangka dijerat dengan Pasal 76E juncto Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Kasus pelecehan seksual di SMA itu mendapat perhatian dari pakar pedagogi, Pastor Vinsensius Darmin Mbula, OFM. 

Darmin berkata penyelesaian kekerasan secara holistik dilakukan dengan menempatkan keselamatan dan pemulihan korban sebagai prioritas utama melalui prinsip kebijakan perlindungan atau safeguarding untuk anak.

Prinsip-prinsip safeguarding tersebut, kata dia, mencakup upaya perlindungan proaktif terhadap anak dari segala bentuk kekerasan dan pelecehan melalui kebijakan, pengawasan dan edukasi yang ketat.

Ia menekankan bahwa urusan pelecehan seksual jangan dilimpahkan kepada sekolah saja, “tetapi pemerintah daerah dan Polres juga harus menjadi pelindung masyarakat.”

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik mendukung kami, Anda bisa memberi kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

TERKINI

BANYAK DIBACA