Klaim Tidak Cukup Bukti, Kejari Manggarai Hentikan Penyelidikan Kasus Pengadaan Benih Bawang Merah oleh Dua CV Milik Pasangan Suami Istri

Bawang itu sudah dipanen sehingga tidak mungkin lagi diverifikasi fisiknya, kata jaksa

Floresa.co – Kejaksaan Negeri (Kejari) Manggarai menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan benih bawang merah di Kecamatan Reok.

Kontraktor yang terlibat dalam proyek ini adalah dua CV milik pasangan suami istri.

Kasubsi Intelijen Kejari Manggarai, Ronal Kefi Nepa Bureni berkata, penyelidikan kasus ini terkait pengadaan benih bawang merah varietas unggul Super Philip, yang dibiayai APBD Manggarai Tahun Anggaran 2023.

Ia berkata, pengadaan benih bawang merah tahun itu terdiri dari dua jenis, yakni Super Philip label biru senilai Rp817.950.000 untuk 21 ton lebih, serta Super Philip label ungu senilai Rp620.200.000 untuk 14 ton.

“Yang menjadi objek penyelidikan adalah benih label ungu, karena dilaporkan tidak sesuai spesifikasi dan menyebabkan gagal panen,” katanya. 

Penyelidikan bermula usai ada laporan bahwa benih tersebut tidak sesuai spesifikasi dan memicu gagal panen. 

Kejaksaan lalu memeriksa sejumlah pihak, termasuk mantan Kepala Dinas Pertanian Manggarai, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kepala Bidang Penyedia Pengembangan Sarana Produksi Pertanian, serta beberapa penyuluh lapangan.

Proyek itu, kata Ronal, dikerjakan oleh dua perusahaan, yakni CV Kurnia milik Maria Veronika Bunga dan CV Virin milik Herman Ngana.

Namun, kata dia, kejaksaan menghentikan penyelidikan karena alat bukti yang tersedia tidak mencukupi hingga batas waktu yang ditentukan undang-undang.

“Bukan karena kami tidak melengkapi, tetapi memang tidak ada alat bukti yang bisa menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum,” ujarnya kepada Floresa pada 26 Agustus.

Ronal berkata, saat menelusuri kasus ini barang bukti lapangan sudah tidak ada. 

“Bawang itu sudah dipanen sehingga tidak mungkin lagi diverifikasi fisiknya,” katanya.

Ia menambahkan, dari empat kelompok tani penerima bantuan benih sekitar empat ton, hanya dua petak sawah yang gagal panen. 

“Petani lainnya justru mengaku hasil panennya mencapai sepuluh kali lipat dari benih yang dibagikan,” katanya.

Meski demikian, katanya, Kejari tidak berhenti di situ, tetapi menelusuri dokumen administrasi, khususnya catatan dari pengawas benih tanaman. 

Dari dokumen itu, kata Ronal, seluruh proses, mulai dari penanaman hingga penyimpanan, telah dicatat sesuai prosedur.

“Hasil penyelidikan menunjukkan tidak ditemukan perbuatan melawan hukum, karena semua sesuai prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 131,” katanya.

Ia merujuk pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 131/Permentan/OT.140/12/2014 tentang Mekanisme dan Hubungan Kerja Antar Lembaga yang Membidangi Pertanian dalam Mendukung Peningkatan Produksi Pangan Strategis Nasional.

Selain itu, katanya, hasil penelusuran dan klarifikasi ke Kementerian Pertanian, khususnya Direktorat Jenderal Hortikultura, menunjukkan tidak ada penyimpangan.

Ia berkata, karena keterangan tersebut diperoleh dari ahli yang berkompeten dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Setelah itu, pihaknya melakukan ekspos perkara ke Kejaksaan Tinggi NTT.

“Di sana kami memaparkan kasus ini dan diminta untuk meminta petunjuk. Dari hasil ekspos itu, kami mendapat arahan untuk melakukan penghentian penyelidikan,” katanya.

Editor: Ryan Dagur

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA