Kadistamben Matim Sudah Cabut Izin Sementara PT MM

Kadistamben Matim, Zakarias Sarong
Kadistamben Matim, Zakarias SarongTimur

Floresa.co – Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Manggarai Timur, Flores – Nusa Tenggara Timur (NTT) memutuskan mencabut izin sementara yang selama ini diberikan kepada PT Manggarai Manganese (PT MM), perusahan tambang yang beroperasi di Kecamatan Elar dan Sambi Rampas.

Bonifasius Sai, Kabag Humas Setda Matim mengatakan, Kadistamben Matim, Zakarias Sarong sudah  menerbitkan surat pencabutan izin sementara tersebut.

“Itu sudah dilakukan, karena itu sekarang aktivitas perusahan sudah berhenti,” kata Boni kepada Floresa.co di Jakarta, Rabu (18/3/2015) malam.

Ia menjelaskan, pencabutan izin itu merupakan bagian dari evaluasi Pemkab Matim terkait permasalahan yang terjadi dengan PT MM.

Penerbitan surat izin sementara oleh Kadistamben Matim memang disinyalir sejak awal bermasalah.

UU No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara sama sekali tidak memberi kewenangan kepada kepala dinas untuk menerbitkan atau memperpanjang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Yang diperkenankan hanya menteri, gubernur dan bupati/walikota.

Namun, Kadistamben Matim justeru melakukan hal itu. Berdasarkan surat izin sementara itu yang salinannnya dimiliki Floresa.co, Kadistamben Matim mengatakan, penerbitan surat itu bertujuan memberi kewenangan kepada PT MM untuk tetap melakukan eksplorasi, sambil menanti terbitnya perpanjangan IUP oleh Pemkab Matim.

IUP Eksplorasi PT MM, yang terbit pada Desember 2009 sudah berakhir pada Desember 2013.

Selama ini PT MM, melanjutkan aktivitas dengan mengacu pada surat dari Kadistamben Matim itu.

Bupati Matim, Yoseph Tote, hingga kini belum memutuskan, apakah akan memperpanjang izin PT MM atau akan mencabutnya.

Boni mengatakan, Bupati Tote masih menuntut perusahan menyelesaikan dua hal, yaitu persoalan di tingkat akar rumput di mana masih terjadi pro kontra dan juga menyelesaikan masalah perizinan penggunaan kawasan hutan, di mana sebagian wilayah konsensi perusahan ini masuk ke wilayah hutan lindung Sawesange.

“Itu diselesaikan dahulu, baru nanti pemerintah menyatakan sikap,” kata Boni.

Namun, di mata Ferdy Hasiman, peneliti pertambangan, sikap Pemkab Matim dalam kasus ini mengundang sejumlah pertanyaan.

Ia menegaskan, kalau memang sejak awal Bupati Tote tahu bahwa sebagian wilayah konsensi PT MM masuk wilayah hutan lindung,mengapa izin masih diberikan.

“Begitu juga soal konflik antarmasyarakat yang pro dan kontra, mengapa baru sekarang hal itu dianggap sebagai masalah serius oleh Pemkab Matim,” tegasnya.

Ia juga mengaku ragu, apakah penerbitan surat izin sementara oleh Kadistamben Matim tanpa sepengetahuan Bupati Tote.

“Saya ragu, apakah seorang kepala dinas berani menerbitkan surat yang melangkahi hak atasannya. Saya menduga bupati tahu itu sejak awal,” katanya. “Ini tampaknya disengaja.”

Ia menegaskan, kalau memang Bupati Tote mengaku bahwa apa yang dilakukan Kadistamben Matim salah di mana kemudian surat izin itu dicabut, maka Tote harus menunjukkan sikap tegas.

“Salah satunya ya, memberi sanksi untuk Kadistamben Matim. Kalau tidak, maka ada sinyalir kuat terjadi kongkalikong antara Bupati Tote dengan Zakarias Sarong,” tegasnya.

Sebagaimana dilaporkan, kasus PT MM kembali mencuat pasca Polres Manggarai Barat (Mabar) di Labuan Bajo menangkap barang tambang milik PT MM yang hendak dikirim ke Jakarta pada pertengahan Januari lalu.

Barang tambang tersebut dengan berat 408 kg hendak dikirim ke Jakarta lewat Bandara Komodo, Labuan Bajo.

Polres Mabar menyita barang tambang tersebut dan kemudian berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap saksi dari perusahan jasa pengiriman KGP, PT MM diketahui sudah 7 kali mengirim barang serupa ke Jakarta.

Sampel barang tambang tersebut yang sudah diuji di Jakarta positif mengandung mineral mangan, tetapi juga emas dan perak.

Kapolres Mabar AKBP Jules Abraham Abas menjelaskan, PT MM melakukan pelanggaran terhadap UU No 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu Bara karena mengangkut batuan mengandung mineral tanpa izin.

Jules sudah berjanji berkomitmen menuntaskan persoalan ini dan akan segera menetapkan tersangka dari pihak PT MM.

Saat ditanya Floresa.co Senin lalu (16/3/2015), terkait alasan lambannya penetapan tersangka, Jules mengatakan, manajemen perusahaan tambang itu menghilang.

Jules mengatakan berdasarkan informai yang dihimpun kepolisian, pihak manajemen itu adalah pekerja kontrak.

“Tapi kan mereka manajemen. Nggak tahu mungkin lagi diumpetin, kayak sudah takut,”ujarnya.

Jules mengatakan ketika barang-barang tambang itu ditahan kepolisian, manajemennya langsung dipindahkan ke Jakarta.

“Kayaknya pada diumpetin. Belum datang (lagi), kita sudah sampaikan panggilan,” ujarnya.

Dia mengatakan nanti kalau sudah dua kali panggilan dan tidak datang juga, maka kepolisian akan melakukan upaya paksa.

Jules menduga ketidakdatangan pihak manajemen untuk memenuhi panggilan kepolisian karena ada unsur kesengajaan.

“Sepertinya diumpetin dari pihak manajemen. Mungkin dilindungi. Sekilas saya dengar informasi dari penyidik seperti itu,” ujarnya.

Jules mengatakan Polres Mabar tak akan mundur selangkah pun untuk mengusut kasus ini.

“Wong sudah dapat hasil (lab). Kan hasil lab mengandung mangan dan ada kandungan emasnya. Masa kita mundur, rugi-rugi amat,” ujarnya sambil tertawa. (ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini