Terkait Dugaan Mafia Peradilan, DPRD Belu Bakal Panggil Polisi, Jaksa dan Kepala PN

Floresa.co – DPRD Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur akan segera memanggil Kapolres, Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Pengadilan Negeri untuk meminta penjelasan terkait dugaan mafia peradilan dalam kasus yang menimpa lansia dan seorang penyandang cacat mental.

Hal itu ditegaskan Ketua Komisi 1 DPRD Eduard Mauboy saat beraudiensi dengan Forum Masyarakat Belu Peduli Hukum, Rabu, 20 April 2016.

Eduard pun mengapresiasi dan mendukung gerakan forum yang mengangkat kasus ini ke publik , sebagai bagian dari upaya memperjuangkan penegakan hukum dari praktik kotor para mafia dan makelar kasus.

Forum menilai terjadi dugaan kuat praktek rekayasa dalam kasus yang menimpa empat terdakwa, yakni Robertus Lesu (70 thn), Anna Lan Moy (70 thn), Yuliana Moy (66 thn), dan Alexius Fahi (32 thn, penyandang cacat mental).

BACA: Di Belu, Lansia dan Penyandang Cacat Mental Dianggap Jadi Korban Mafia Peradilan

Keempatnya diduga merupakan korban rekayasa yang melibatkan sejumlah oknum polisi dan jaksa dan didakwa dengan pasal 170 ayat (1) KUHP jo pasal 351 KUHP jo pasal 55 KUHP karena secara bersama-sama melakukan tindak kekerasan pengeroyokan di depan umum terhadap korban Maria Goreti Horak, istri seorang polisi di Desa Raifatus, Kecamatan Raihat.

Juru bicara forum, Vicktor Nahak menyampaikan pernyataan sikap kepada DPRD yang berisi 9 poin tuntutan. Forum meminta antara lain, DPRD Belu segera memanggil dan meminta pertanggungjawaban Kapolres, Kejari dan Ketua PN terkait penanganan perkara ini. Selain itu, DPRD dipandang perlu membentuk Pansus untuk menelusuri lemahnya penegakan hukum di Kabupaten Belu.

Penasehat hukum empat terdakwa, Ferdi Maktaen, yang hadir dalam audiensi tersebut memaparkan proses perjalanan kasus hingga pengadilan. Ferdi menyatakan bahwa kesalahan fatal kasus ini terletak pada proses awal, yakni penyidikan dan penuntutan.

“Penyidik dan JPU diduga kurang cemat dalam penanganan kasus ini dan diduga ada rekayasa, sehingga berakibat fatal pada para terdakwa. Mestinya kasus seperti ini bisa diselesaikan di luar pengadilan, apalagi para terdakwa dan korban masih hubungan keluarga”, jelas Ferdi.

BACA: Hakim PN Belu Diminta Obyektif Tangani Perkara Terdakwa Lansia dan Cacat Mental

Mendengar hal itu, DPRD Belu sepakat untuk menindaklanjuti laporan forum.

Ketua Fraksi Nasdem, Stefanus Mau yang hadir dalam audiensi tersebut mengatakan, memanggil para penegak hukum adalah keharusan.

“Kita akan panggil secepatnya untuk mendengar langsung proses penanganan perkara ini hingga di pengadilan”, kata Stef.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi 1 DPRD, Martin Naibuti menyesalkan proses penanganan awal perkara ini yang diduga kurang cermat dan mengabaikan sejumlah fakta dan peristiwa hukum.

“Kita sesalkan proses penanganan awal kasus ini, yakni proses BAP tingkat penyidikan di Polsek Raihat. Mestinya kasus-kasus seperti ini bisa diselesaikan secara adat bersama perangkat adat dan pemerintah desa. Kalau kasus ini lolos sampai PN, patut diduga ada rekayasa”, tegas Martin.

Sekretaris dan Anggota Komisi 1, yakni Donatus Lau dan Rudi Bouk yang juga hadir dalam audiensi menegaskan bahwa kasus ini menjadi pintu masuk bagi DPRD untuk melihat dan mengevaluasi berbagai kasus yang terkait dengan penegakan hukum selama ini.

Oleh karena itu, DPRD akan mempercepat pemanggilan para penegak hukum, termasuk Kepala BPN dan Lembaga Pemangku Adat.

Selain ke DPRD Belu, sebelumnya, forum sempat berorasi di depan Kejaksaan Negeri Atambua.

Setelah dokumen pernyataan sikap diterima langsung oleh Kepala Kejaksaan, tiba-tiba pasukan polisi datang dan membubarkan massa aksi dengan dalih tidak ada izin.

Padahal, forum telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Aksi kepada Polres Belu pada Senin, 18 April 2016.

Dalam orasinya, Enzo Espritu Santo mendesak Propam Polres Belu segera memanggil dan memeriksa Kapolsek dan Penyidik Polsek Raihat karena diduga tidak profesional dan penuh rekayasa dalam penanganan kasus.

Selain itu, Komisi Pengawas Kejaksaan juga didesak agar segera melakukan audit internal terhadap oknum-oknum jaksa di Kejari Atambua yang diduga tidak profesional dan berkonspirasi dengan penyidik dalam penanganan perkara yang menimpa empat terdakwa. (Ari D/ARL/Floresa)

spot_img
spot_img

Artikel Terkini