Tanggapi Suara Penolakan, Gubernur NTT: Proses Izin Tambang dan Pabrik Semen di Matim Belum Dilanjutkan

Floresa.coGubernur NTT, Victor Bungtilu Laiskodat menyatakan pihaknya belum melanjutkan proses pengurusan izin tambang batu gamping dan pabrik semen di Manggarai Timur (Matim), merespons kuatnya aspirasi penolakan dari berbagai elemen.

Hal itu disampaikan dalam tanggapannya terhadap pandangan fraksi-fraksi di DPRD NTT dan dibacakan oleh Sekretaris Daerah NTT,  Benediktus Polo Maing dalam sidang pada Rabu, 10 Juni 2020.

“Terhadap penolakan Fraksi terkait rencana pembangunan tambang dan pabrik semen di Manggarai Timur, dapat dijelaskan bahwa sampai saat ini rencana tersebut belum dilanjutkan,” demikian menurut Laiskodat dalam bagian tanggapan terhadap pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Penjelasan yang sama juga disampaikan dalam tanggapan terhadap Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

Keputusan itu, kata Laiskodat, diambil “karena adanya penolakan dari tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemerhati lingkungan serta sebagian masyarakat yang mendiami lokasi” di Lengko Lolok dan Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda, tempat tambang dan pabrik semen akan beroperasi.

Dalam forum paripurna pada 3 Juni lalu, Fraksi PKB dan Hanura menyatakan sikap tegas menolak rencana investasi industri ekstraktif itu.

Yohanes Rumat, juru bicara PKB menyatakan,  penolakan itu berdasarkan fakta kehadiran 26 tahun perusahaan tambang sebelumnya yang menambang mangan di sekitar wilayah Desa Satar Punda.

BACA: Fraksi PKB DPRD NTT Tolak Tambang dan Pabrik Semen di Matim

Ia mengatakan, kehadiran perusahaan itu tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang signifikan bagi masyarakat lingkar tambang, malah masyarakat menjadi korban, bahkan ada yang dipenjara dalam konflik dengan perusahaan.

Ia menyebut, kehadiran tambang itu juga hanya menghasilkan polusi udara, penyakit, kerusakan tanah dan kerusakan hutan.

“Masyarakat lingkar tambang hanya kerja serabutan, artinya kerja hari ini dapat uang hari ini. Tambang bubar, pekerjaan juga bubar,” kata Rumat.

Kemudian, tambahnya, masyarakat kehilangan mata pencaharian sebagai petani atau peternak karena lahan sudah diserahkan ke investor.

“Pasca tambang, kalau dilihat dari perjanjian dan kontrak kerja sama biasanya penghijauan atau normalisasi lahan. Namun, tambang mangan di sana tidak dilakukan normalisasi. Yang tersisa kini hanya kerusakan alam,” jelasnya.

Sementara itu, juru bicara Fraksi Hanura, Ben Isidorus mengatakan, wilayah yang akan ditambang itu adalah bagian dari kawasan karst, ekosistem yang menyimpai air bawah tanah dan tempat tinggal berbagai jenis flora dan fauna langka.

BACA: Fraksi Hanura Minta Gubernur Laiskodat Tinjau Kembali Izin Tambang di Matim

“Karena itu, kawasan karst tidak boleh dieksploitasi. Jika dipaksakan untuk dieksploitasi maka ekosistem berupa tangki raksasa penyimpan air bawah tanah itu akan rusak dan berbagai jenis flora dan fauna langka akan punah,” katanya.

PT Istindo Mitra Manggarai dan PT Semen Singah Merah NTT, yang masing-masing akan melakukan penambangan batu gamping dan mendirikan pabrik semen saat ini sedang dalam proses untuk bisa beroperasi di Lengko Lolok dan Luwuk.

Rencana investasi kedua perusahan tersebut mendapat penolakan dari berbagai elemen yang melihatnya akan membawa kerusakan jangka panjang bagi lingkungan dan kehancuran bagi budaya.

Kelompok Diaspora Manggarai, salah satu yang gencar melakukan perlawanan pada Selasa kemarin, 9 Juni merilis petisi online di Change.org meminta Laiskodat dan Bupati Andreas Agas membatalkan rencana investasi ini.

BACA JUGA: Usai Dilantik, Laiskodat Janji Moratorium Semua Izin Tambang

Dalam petisi itu, mereka meminta pemerintah fokus pada sektor yang berpihak pada upaya pembangunan keberlanjutan/

ARL/FLORESA

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini