Biaya Hidup Kian Mahal, Serikat Pekerja Pariwisata di Labuan Bajo Tuntut Kenaikan Upah agar Bisa Hidup Layak

Para pekerja mengusulkan penetapan Upah Minimum Kabupaten, karena ketentuan Upah Minimum Provinsi yang berlaku saat ini membuat hidup mereka masih jauh dari layak.

Floresa.co – Pekerja pariwisata di Labuan Bajo, Manggarai Barat, menuntut kenaikan upah yang signifikan, dengan pertimbangan biaya hidup yang kian mahal di kota pariwisata itu, dibanding dengan wilayah lainnya di Nusa Tenggara Timur [NTT].

Mereka juga menyatakan ketidaksetujuan terhadap kenaikan upah yang baru-baru ini diumumkan Pemerintah Provinsi NTT karena masih terlalu rendah.

Penetapan Upah Minimum Provinsi [UMP] baru di NTT diumumkan pada 20 November melalui Keputusan Penjabat Gubernur nomor 355/Kep/HK/2023. Dalam keputusan itu, pemerintah menaikkan upah 2,96 persen yang akan berlaku pada tahun depan, dari Rp2.123.994 menjadi Rp2.186.826.

Asisten I Sekretariat Daerah Pemprov NTT, Erni Usboko mengatakan kenaikan UMP dihitung berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.

“UMP ini berlaku untuk para pekerja yang sudah bekerja di bawah satu tahun,” kata Erni seperti disitir dari Antara.

Frumensius Surianto, Ketua Serikat Pekerja Mandiri Pariwisata [SPM Par] Labuan Bajo mengatakan, “tidak puas dengan penetapan UMP karena tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari buruh.”

“Apalagi kami hidup di Labuan Bajo yang semuanya serba mahal,” katanya kepada Floresa.

Menurutnya, “rumus yang digunakan pemerintah dalam perhitungan upah tidak mencerminkan niat untuk mensejahterakan para buruh.”

Upah Tidak Sesuai Standar Hidup Layak

Sebelum penetapan UMP baru itu dipublikasi, SPM Par merilis pernyataan pada 20 November yang menyinggung persoalan upah pekerja di Labuan Bajo.

Bahkan dengan UMP yang berlaku selama ini, kata Frumensius dalam pernyataan itu, tidak sedikit buruh yang diupah di bawah ketentuan UMP itu.

Mereka “diupah sangat murah, bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.”

Padahal, kata dia, berdasarkan temuan SPM Par, biaya hidup di Labuan Bajo kian mahal.

Ia menyatakan telah melakukan survei dan menemukan rata-rata harga sewa kos-kosan per bulan di Labuan Bajo adalah Rp750 ribu.

Sementara untuk beras, per bulan buruh mengeluarkan Rp150.000 dengan perhitungan rata-rata kebutuhan 10 kilogram  dan harga beras Rp15.000 per kilogram.

Untuk dua variabel pengeluaran primer itu saja, kata Frumensius, mereka harus mengeluarkan Rp900 ribu per bulan, yang sudah nyaris separuh dari upah yang berlaku saat ini.

Ia menjelaskan, pada 1-12 November, SPM Par telah melakukan survei terkait 64 komponen Kebutuhan Hidup Layak di Pasar Batu Cermin dan Pasar Baru, Labuan Bajo.

Dari hasil survei itu, kata dia, idealnya upah layak buruh di Labuan Bajo adalah Rp3.113.336.

Komponen yang disurvei, katanya, sejalan dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020. 

Karena itu, kata Frumensius, SPM Par mendesak Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menerbitkan kebijakan Upah Minimum Kabupaten [UMK] yang tak melekat pada UMP. 

Sebab, kata dia, variabel biaya hidup di Labuan Bajo berbeda dengan kabupaten lain di NTT.

Rapat rutin anggota SPM Par Labuan Bajo. (Dokumentasi SPM Par).

Sementara itu, merespons tuntutan buruh, Theresia Primadona Asmon, Kepala Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi, Koperasi dan UMKM Kabupaten Manggarai Barat mengatakan, saat ini penentuan upah buruh masih tetap mengikuti UMP.

Ia berkata kepada Floresa, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat belum bisa menetapkan UMK karena “hingga saat ini belum ada penghitungan tingkat inflasi oleh Badan Pusat Statistik [BPS].”

Meski begitu, ia mengklaim kantornya sudah berkoordinasi dengan BPS dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah setempat terkait rencana penetapan UMK.

Priska Heldiani Harum, Statistisi Pelaksana BPS Manggarai Barat mengatakan kepada Floresa, pihaknya belum menghitung tingkat inflasi karena “Kabupaten Manggarai Barat tidak masuk dalam kota sampel inflasi.”

Terdapat tiga kota/kabupaten yang menjadi sampel BPS dalam penghitungan inflasi NTT, yakni Kupang, Maumere di Kabupaten Sikka dan Waingapu di Kabupaten Sumba Timur.

Kriteria penetapan kabupaten/kota sebagai daerah sampel inflasi mempertimbangkan pengeluaran konsumsi non-makanan, jumlah penduduk melampaui rata-rata jumlah penduduk provinsi serta kedekatan jarak terhadap ibu kota provinsi.

Pembangunan Masif, Kemiskinan Tetap Tinggi

Dalam beberapa tahun terakhir, Labuan Bajo, yang ditetapkan sebagai salah satu dari kota pusat pengembangan pariwisata nasional telah menjadi sasaran berbagai proyek pembangunan infrastruktur.

Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, total anggaran penataan Labuan Bajo sejak 2019 hingga 2021 mencapai Rp1,4 triliun.

Dana itu dipakai untuk pembangunan berbagai infrastruktur, demi memoles Labuan Bajo sebagai tempat penyelenggaraan acara-acara nasional dan internasional.

Namun, kendati dengan pembangunan masif itu, merujuk pada data BPS, jumlah penduduk miskin di Manggarai Barat masih tinggi.

Pada tahun 2022, penduduk miskin tercatat mencapai 49.947 jiwa atau 17,15 persen dari total 259.566 penduduk. Jumlah ini memang menurun dari 51.150 jiwa atau 17,92 persen pada 2021. 

Namun, jumlah penduduk miskin ekstrem mengalami peningkatan. Terdapat 28.515 jiwa atau 9,79 persen penduduk miskin ekstrem pada 2022, meningkat dari 19.906 jiwa atau 6,98 persen pada 2021.

Dibanding tingkat kemiskinan di NTT yang 19,03 persen, Manggarai Barat memang masih lebih baik. Tetap saja, tingkat kemiskinan itu masih jauh di atas rata-rata nasional 9,36 persen.

Ignasius Jaques Juru, seorang peneliti isu sosial menyebut tuntutan para buruh untuk mendapat kenaikan upah yang signifikan relevan di tengah situasi hidup di kota “yang didesain serba mahal karena berbagai kepentingan bisnis pariwisata.”

Ia berharap Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menggunakan “perspektif keadilan dan hak untuk bisa menyelesaikan soal perburuhan,” tidak hanya sekedar prosedur berdasarkan penghitungan statistik.

Paskalis Darmawan, aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia [PMKRI] cabang Yogyakarta mengatakan, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat mesti merespons keluhan buruh ini agar mereka sebagai masyarakat kecil bisa ikut menikmati hasil pembangunan.

Selama ini yang terjadi di Labuan Bajo, katanya, terjadi ketimpangan di mana masyarakat kecil hanya mendapat sedikit manfaat dari pembangunan yang kian masif dan hanya “pemodal skala besarlah yang diuntungkan.”

Sementara itu, Prudensius Teguh Datal, Kepala Desa Kelompok Studi tentang Desa, suatu organisasi mahasiswa berbasis Yogyakarta menyatakan penetapan UMK menjadi penting, mengingat status Labuan Bajo sebagai pintu gerbang pariwisata Flores, yang berdampak pada biaya hidup yang kian mahal.

Dengan upah yang layak, kata dia, masyarakat setempat bisa berdaya dan tidak tersingkir.

Bersiasat untuk Bertahan Hidup

Dengan upah yang berlaku saat ini, buruh seperti Frumensius, berusaha melakukan berbagai cara untuk bisa bertahan hidup di Labuan Bajo.

Ia merupakan staf di bagian front office sebuah hotel di dan kini berstatus sebagai pegawai kontrak, setelah sebelumnya pekerja harian lepas.

Dengan upah terbaru yang diterimanya per bulan, meski tidak ia sebut jumlahnya, ia harus menerapkan berbagai siasat untuk bertahan hidup.

Ia berbagi sebuah kamar kos dengan seorang teman. Biaya kos sebesar Rp750.000 per bulan dibayar bersama.

Sementara beras, katanya, “dikirim keluarga dari kampung.” Rata-rata konsumsi hingga 15 kilogram per bulan untuk berdua.

Ia mengatakan, dengan kondisi upah yang masih belum layak saat ini, masih banyak persoalan lain yang mendera buruh sektor pariwisata di Labuan Bajo.

Frumensius menyebut ketiadaan uang pelayanan atau service charge, ditambah kerja tak kenal waktu, tanpa mendapat uang lembur.

“Yang harusnya jadi tambahan upah pekerja itu sebenarnya service charge, tapi ya tidak semua pekerja dapat, hanya yang dikategorikan staf yang dapat,” katanya.

Sementara di Labuan Bajo, kata Frumensius, tak banyak pekerja pariwisata yang berstatus sebagai staf.

“Mayoritas merupakan pekerja lepas harian.”

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA