Ruteng, Floresa.co – Nyawa penderita HIV/AIDS di wilayah Manggarai kini terancam setelah obat Antiretroviral (ARV) di RSUD Ben Mboi, Ruteng, habis.
ARV, obat yang berfungi menekan pertumbuhan virus HIV dan didapat gratis dari pemerintah, seharusnya diminum setiap hari oleh penderita HIV/AIDS atau ODHA.
Toni Bolang, salah satu penderita mengatakan kepada Floresa.co, Kamis, 9 Maret 2017, ia mendatangi RSUD dr. Ben Mboi pada Selasa, 7 Maret 2017 bersama dengan temannya, untuk mengambil obat.
Namun, jelasnya, petugas di rumah sakit milik pemerintah daerah itu hanya memberi satu jenis obat, yaitu jenis neviral nevirafine yang diminum tiga hari sekali oleh penderita.
Mereka pun menolak untuk menerima obat tersebut. Alasannya obat tersebut, karena kata dia, obat itu hanya mungkin dikonsumsi jika setiap hari mengkonsumsi ARV jenis duviral.
Ia menuturkan, duviral harus diminum setiap hari oleh penderita HIV AIDS.
“(Kalau) bolong obat sehari saja dapat berdampak buruk bagi penderita,” tuturnya lagi.
Ia mengatakan, ketiadaan persediaan ARV di RSUD dr. Ben Mboi sudah sering terjadi.
“Tahun 2013 lalu puluhan ODHA di Manggarai mengalami bolong obat hingga berbulan-bulan, bahkan hingga ada ODHA yang nyawanya melayang,” kisahnya.
Sejak kasus itu mencuat, kata dia, pelayanan ARV pun dialihkan ke RSUD TC Hillers Maumere.
Namun, jelasnya, sejak 2015, kebutuhan ARV dialihkan kembali ke RSUD Ruteng.
“Sejak dialihkan ke RSUD Ruteng, ODHA di Manggarai sudah lima kali mengalami bolong obat,” tegasnya.
Bolang mengaku heran dengan stok ARV yang dinyatakan habis, sementara stock ARV biasanya diusulkan per tiga bulan.
“Bulan Maret belum berakhir, kok stoknya sudah habis. Saya yakin ada yang tidak beres dengan hal ini,” tandasnya.
Ia menduga, pihak RSUD melayani ODHA yang tidak terdaftar secara resmi di Komisi Penanggulangan AIDS Daerah.
“Saya menduga ada ODHA yang tidak ingin status HIV positifnya diketahui orang. Mereka menggunakan jalur khusus untuk mengakses obat ke RSUD. Sehingga dampaknya, jatah obat ODHA yang terdaftar dipotong,” ujar Bolang.
Sebagaimana diketahui, ARV dialokasikan ke daerah berdasarkan usulan kebutuhan daerah yang termuat dalam laporan jumlah ODHA atau penderita.
ARV didrop oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional kepada Komisi Penanggulangan AIDS Propinsi untuk kemudian didistribusikan ke sejumlah rumah sakit rujukan di daerah melalui dinas kesehatan kabupaten/kota.
Obat ARV, Obat Infeksi Menular Seksual, Obat Tuberculosis dan obat untuk infeksi oportunistik di kalangan ODHA, harus selalu tersedia di rumah sakit pengampu dan beberapa rumah sakit daerah, puskesmas dan bahkan klinik.
Informasi yang diperoleh Floresa.co, hampir setiap tahun RSUD dokter Ben Mboi Ruteng mengalami kendala dalam ketersediaan ARV.
Hal tersebut disebabkan oleh keterlambatan laporan administrasi ke provinsi.
Berhembus juga dugaan bahwa pihak rumah sakit ini terlibat berbisnis menjual ARV kepada ODHA berduit dari luar daerah.
Pihak KPA Kabupaten Manggarai dan RSUD dr Ben Mboi belum bisa dimintai keterangan terkait persoalan ini. (Ronald Tarsan/ARL/Floresa)