Nasib Lapangan Futsal Proyek ‘Desa Model’ di Manggarai Barat: Pembangunan Mangkrak, Desa Persoalkan Ingkar Janji Pemerintah Provinsi NTT

Pembangunan dihentikan karena kekurangan dana yang dialokasikan pemerintah provinsi, sementara pasir dan ongkos kerja belum lunas, menurut kepala desa

Floresa.co – Usai  terpilih sebagai salah satu desa model di Provinsi Nusa Tenggara Timur [NTT] pada 2019, sebuah lapangan futsal dibangun di Desa Golo Sengang, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat.

Namun, pembangunan sarana olahraga itu terhenti karena ketiadaan biaya, menurut pemerintah desa.

Lokasinya kini ditumbuhi belukar, sebagaimana tampak dalam sejumlah foto yang dikirim warga kepada Floresa.

Jihat Akbar, salah satu warga desa itu berkata, mereka tidak diberitahu alasan mandeknya pembangunan lapangan itu.

“Tidak tahu berapa jumlah anggaran yang digelontorkan untuk pembangunannya,” katanya.

Ia mengklaim “tak ada papan informasi proyek” dalam semua pembangunan fisik di desanya.

Lapangan itu, kata dia, kini dibiarkan tanpa ada tindak lanjut.

Akbar menyebutnya sebagai program “amburadul dan hanya menghamburkan uang negara.”

Salah satu dari 44 Desa Model di NTT

Desa Golo Sengang merupakan salah satu dari 44 desa model yang ditetapkan Pemerintah Provinsi NTT pada era pemerintahan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat.

Pembentukan desa model atas inisiatif istri Laiskodat, Julie Sutrisno Laiskodat, Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga. 

Semula ada 22 desa model yang ditetapkan pada 2019, lalu bertambah 22 lagi pada 2021, sehingga totalnya 44 desa, yang tersebar di 22 kabupaten/kota.

“Program ini dirancang untuk pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga menuju NTT bangkit, NTT sejahtera sebagaimana visi dan misi yang dicanangkan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT,” kata Julie.

Sementara pada 2021, pemilihan desa model berdasarkan kriteria memiliki destinasi wisata, pada 2019 mengacu pada keputusan bupati di masing-masing kabupaten/kota.

Desa Golo Sengang masuk desa model berdasarkan keputusan mantan Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dula, yang kini dipenjara karena kasus korupsi.

Mengapa Mangkrak?

Kepala Desa Golo Sengang, Hubertus Halu membenarkan bahwa pembangunan lapangan futsal itu “bagian dari program desa model yang digalakkan Julie Sutrisno Laiskodat.”

Berbicara kepada Floresa pada 1 April, ia mengklaim desanya ditetapkan sebagai “desa model” karena inovatif dan kreatif.

Salah satu inovasi yang mendorong penobatan itu, kata Hubertus, adalah penambahan 247 unit water closet [WC] pada 2018. 

“Sebelumnya hanya ada enam unit WC di desa. Itu pun cuma di rumah guru,” katanya.

Pembangunan lapangan futsal berukuran 25×40 itu, kata dia, bagian dari program desa model itu, dengan dana yang bersumber dari pemerintah provinsi.

Ia berkata, mereka dijanjikan oleh pemerintah provinsi, “akan mengalokasikan dana Rp100 juta,” baik untuk pembangunan, membayar pajak maupun membeli perlengkapan pendukung.

Perlengkapan itu termasuk bola, jaring serta tiang gawang.

“Konsep awalnya, kami kerjakan dulu lapangan futsal, nanti biaya keseluruhannya diganti Rp100 juta,” katanya.

Karena itu, kata dia, mereka memulai pembangunan pada 2021 dengan mengerjakan pondasi keliling, menguruk tanah, dan membuat lantai seluas 15×25 meter.

Untuk pengerjaan itu total dananya Rp63 juta, katanya.

Pemerintah desa, kata Hubertus, mengutang, baik untuk pasir, batu maupun sewa mobil pengangkut material. 

Sementara pengadaan semen, kata dia, menggunakan uang pribadinya.

Pemerintah desa “berani mengutang karena pemerintah provinsi berjanji mengganti uang pengadaan material dan pengerjaan lapangan futsal itu,” katanya.

Namun, katanya, pada 2022 pengerjaan lapangan futsal itu dihentikan karena alokasi dana dari provinsi tidak sesuai janji sebelumnya.

“Pemerintah provinsi hanya mentransfer uang sebesar Rp40 juta,” kata Hubertus. 

“Bagaimana [lapangan itu] mau digunakan? Pembangunan lapangan futsal dengan ukuran sebesar itu hanya dibiayai Rp40 juta?” katanya.

Hubertus mengklaim uang Rp40 juta dari provinsi dipakai untuk membayar utang pengerjaan.

Ia juga mengaku terpaksa mengeluarkan uang pribadi Rp10 juta untuk menambah pembayaran utang material.

Sementara itu, kata dia, sampai saat ini masih ada sisa utang sebesar Rp13 juta yang belum dibayar, yaitu pasir Rp5 juta dan ongkos kerja Rp8 juta.

Belukar yang tinggi membuat cikal bakal lapangan futsal di Desa Golo Sengang tidak lagi terlihat. (Jihat Akbar)

Tanpa Libatkan Warga dan BPD

Akbar mengkritisi pembangunan lapangan futsal itu yang tidak melibatkan warga, tetapi hanya dikerjakan oleh pemerintah desa dan ketua RT.

Perencanaan pembangunannya, kata dia, juga tidak melibatkan Badan Permusyawaratan Desa [BPD].

Akbar sempat bertemu Ketua BPD, Abdul Hamid pada 25 Maret.

Dalam diskusi itu, kata dia, Abdul mengaku terlibat dalam pembahasan rancangan pembangunan desa selama tiga tahun saat periode pertama 2016-2022 sebagai Ketua BPD.

Setelah itu “Abdul tidak dilibatkan oleh pemerintah desa dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa,” kata Akbar mengulangi pernyataan Abdul.

“Saya juga heran, entah seperti apa mereka membahas anggaran sampai pada tahap asistensinya,” ungkap Akbar menirukan ucapan Abdul.

Ketika Abdul dilibatkan dalam musyawarah, kata Akbar, “pembangunan di desa kami berjalan dengan cukup baik.”

Pelibatan BPD, kata dia, mendorong penuntasan pengerjaan empat item kegiatan terkait pembangunan, seperti jalan menuju persawahan Cowang sekaligus pembuatan telford di kompleks Longgo, pembangunan rumah tunggu di Pustu Leheng, pembangunan aula kantor desa dan pembangunan pondok bersalin desa di Ceremba.

Lapangan Futsal ‘Sangat Tidak Penting’

Dalam salah satu pernyataannya soal desa model, Julie Sutrisno Laiskodat berkata sejumlah kegiatan untuk menyukseskan program itu termasuk pemberantasan gangguan pertumbuhan anak akibat gizi buruk atau stunting, pengembangan potensi anak dan remaja melalui wahana saluran bakat dan minat [Warung Bakmi], pembentukan Pendidikan Anak Usia Dini [PAUD] serta pemberdayaan kreativitas lansia.

Pembangunan lapangan futsal tidak ada dalam daftar kegiatan sebagaimana yang ia sebutkan.

Akbar berkata, lapangan futsal itu “sangat tidak penting” bagi kesejahteraan warga.

Futsal bukanlah olahraga populer di desanya, juga di wilayah Manggarai Raya lainnya. Saat ini lapangan futsal umumnya ada di kota kabupaten, dengan jumlah yang juga terbatas.

Menurut Akbar, jika hendak menyejahterakan warga desa yang mayoritas petani, pemerintah desa mesti membangun beberapa fasilitas di bidang pertanian seperti selokan dan parit untuk persawahan.

Ia juga menyebut kebutuhan mendesak lainnya, seperti pembangunan deker di beberapa kali kecil di Dusun Cereng dan Leheng.

Sebab, kata dia, kalau musim hujan, kali-kali itu seringkali meluap dan menyebabkan banjir di ruas jalan sekitar.

Banjir, jelasnya, menghambat aktivitas warga, juga perjalanan para peserta didik ke sekolah.

Editor: Anastasia Ika

spot_imgspot_img

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

Baca Juga Artikel Lainnya

Jaringan HAM Sikka Ungkap Sejumlah Dugaan Bukti Keterlibatan Caleg Terpilih dalam Kasus TPPO: dari Aktif Merekrut, Palsukan Dokumen Tiket, hingga Atur Perjalanan

Caleg DPRD Sikka terpilih Yuvinus Solo dan isterinya dilaporkan ikut memberangkatkan dan menemani warga Sikka sampai ke Kalimantan, sementara dari manifes keberangkatan ada yang menggunakan tiket atas nama orang lain

Hati-hati dengan Penipuan via Aplikasi WhatsApp, Kenali Beragam Modusnya

Jangan asal klik berkas yang tiba-tiba dikirim ke WhatsApp di ponsel Anda

Respons Rentetan Kasus Pelanggaran Hak AKP Migran, termasuk Asal NTT, Serikat Pekerja dan Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia-Taiwan Bentuk Koalisi

Koalisi menuntut otoritas segera menyepakati perjanjian yang menjamin hak AKP migran Indonesia di setiap tahap migrasi

Mahalnya Biaya Pendidikan dan Tren Pembatasan Kebebasan Akademik Jadi Sorotan Diskusi Mahasiswa di Yogyakarta

Biaya yang mahal membuat akses terhadap pendidikan menjadi eksklusif bagi kelas masyarakat tertentu, sementara pembatasan kebebasan akademik membuat praktik feodalisme dalam pendidikan menguat