Pengurus GMNI Cabang Manggarai Klarifikasi, Bantah Bersikap Netral dalam Polemik Geotermal Poco Leok

Sikap Ketua GMNI yang dinilai berubah drastis membuat nama organisasi itu diplesetkan menjadi Gerakan Mahasiswa Netral Indonesia. Pengurus menyatakan perlu memberi klarifikasi demi menjaga marwah organisasi.

Floresa.co – Pengurus Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia [GMNI] Cabang Manggarai memberi klarifikasi terkait pernyataan ketua mereka yang mengklaim bersikap netral dalam polemik proyek geotermal Poco Leok, kasus yang mengisyaratkan perpecahan di internal organisasi.

Dalam sebuah pernyataan pada 15 Oktober yang diteken sekretaris Antonius Muardi, pengurus GMNI menyatakan “telah mengambil sikap tegas, bukan netral” dalam polemik proyek itu yang diwarnai aksi represif terhadap warga dan jurnalis.

Organisasi yang dikenal dengan ideologi marhaenisme itu mendapat kritikan publik setelah ketuanya Felix Karunia menemui Kapolres Manggarai, AKBP Edwin Saleh pekan lalu.

Pertemuan pada 9 Oktober itu, di mana Felix ditemani beberapa anggotanya, dilaporkan media siber Beritafajartimur.com sehari kemudian.

Media itu, yang memuat foto Felix bersama Kapolres menulis bahwa menurut Felix, GMNI Manggarai mengambil sikap netral, “tidak memihak salah satu kelompok dan berharap agar situasi dapat disikapi dengan bijaksana oleh semua pihak.”

Media itu juga menyebut Felix menekankan agar semua pihak yang terlibat dapat duduk bersama untuk mencari solusi terbaik demi kemajuan Kabupaten Manggarai.

“Pembangunan daerah harus dikelola dengan arif, mengedepankan dialog demi kepentingan bersama,” kata Felix.

Dalam pertemuan itu, yang ikut membahas situasi menjelang pilkada, Kapolres menyatakan “pentingnya kerja sama antara semua elemen masyarakat, termasuk organisasi mahasiswa, dalam menjaga stabilitas daerah.”

Tangkapan layar dari Beritafajartimur.com

Langkah dan pernyataan Ketua GMNI tersebut telah memunculkan pertanyaan dan kritik dari berbagai pihak, mengingat pada 2 Oktober, GMNI telah menyatakan sikap tegas terkait polemik Poco Leok, menyusul terjadinya kekerasan terhadap warga dan jurnalis.

Nama organisasi itu pun diplesetkan, seperti disebut sebagai Gerakan Mahasiswa Netral Indonesia.

Dalam pernyataan pada 15 Oktober, pengurus GMNI menjelaskan perlu mengklarifikasi pernyataan ketua mereka “sebagai bentuk upaya kami menjaga marwah organisasi sekaligus pertanggungjawaban moral kepada publik tentang posisi dan sikap organisasi secara resmi.”

Mereka menyatakan, langkah Ketua GMNI menemui Kapolres Manggarai dan pernyataannya setelah pertemuan itu “tidak pernah dibicarakan sesuai mekanisme resmi yang berlaku di dalam organisasi.”

“Karena itu, pertemuan itu sekaligus pernyataan Ketua GMNI setelahnya adalah sikap personal, tidak mewakili sikap resmi organisasi GMNI.”

GMNI juga menyatakan sikap resmi mereka tetap seperti yang disampaikan sebelumnya. Dalam pernyataan 2 Oktober itu, yang ikut ditandatangani Felix, mereka mengecam keras aksi represif aparat, menolak kriminalisasi masyarakat adat, meminta pemerintah dan aparat mengedepankan dialog dengan masyarakat dan mengimbau solidaritas nasional dari berbagai elemen.

“Kami juga menyatakan bahwa tindakan represif aparat adalah pelanggaran nyata terhadap aturan hukum yang berlaku dan mencederai prinsip demokrasi serta hak asasi manusia,” tulis GMNI.

“Hingga kini, sikap tersebut tidak pernah berubah dan tetap menjadi pedoman GMNI secara organisasi dalam menyikapi berbagai perkembangan terkait polemik geotermal Poco Leok.”

Pengurus menyatakan, “kami memahami kekecewaan publik terhadap pernyataan Ketua GMNI karena bertentangan dengan sikap resmi organisasi dan muncul di tengah kecaman terhadap aksi represif aparat terhadap warga, yang salah satu korbannya adalah anggota GMNI, dan perjuangan mereka membawa kasus ini ke ranah hukum.”

Dalam kejadian pada 2 Oktober, setidaknya tiga warga dan Pemimpin Redaksi Floresa, Herry Kabut mengalami sejumlah bentuk kekerasan. Salah satu korbannya adalah Karlo Gampur, kader GMNI Cabang Manggarai.

Herry dan Karlo – yang mewakili warga – telah melapor kasus ini ke Polda NTT, baik untuk tindak pidana maupun pelanggaran kode etik.

GMNI menyatakan, selaras dengan pernyataan sikap pada 2 Oktober, “dengan ini, kami juga menyatakan dukungan terhadap langkah warga Poco Leok mencari keadilan dalam kasus ini.”

Pihak terlapor adalah aparat di Polres Manggarai. Untuk kasus Herry, terlapor lainnya adalah seorang oknum jurnalis yang ikut menganiayanya. Jurnalis berinisial TJ itu ikut dalam mobil rombongan aparat, pemerintah dan PT PLN yang mengerjakan proyek itu.

Floresa telah menghubungi Felix pada 15 Oktober untuk menanyakan tanggapannya terhadap sikap pengurus. Namun, hingga berita ini dipublikasi ia tidak merespons.

Sementara itu, seorang anggota pengurus organisasi itu berkata kepada Floresa, pengurus sudah berupaya menghubungi Felix pasca ramainya kecaman terhadap langkah dan pernyataannya.

“Namun, ia tidak pernah merespons hingga kini,” katanya, menambahkan bahwa hal itu memicu desakan di internal untuk segera menggantinya karena melanggar ketentuan.

Aksi represif aparat di Poco Leok pada 2 Oktober telah memicu kecaman secara luas dari berbagai elemen.

Aksi unjuk rasa digelar di sejumlah kota, baik Ruteng, Jakarta maupun Kupang, yang salah satunya mendesak pencopotan Kapolres Manggarai.

Saat pelaporan kasus ini pada 11 Oktober, aktivis dan mahasiswa dari 16 organisasi di Kupang menggelar aksi protes di depan Polda NTT. Mereka bertahan hingga malam menanti Herry dan warga selesai memberikan keterangan.

Dalam sebuah pernyataan pada 12 Oktober, Kepala Bidang Humas Polda NTT, Ariasandy menyatakan berkomitmen untuk menjaga profesionalitas dan integritas institusi, termasuk tidak menoleransi segala bentuk tindakan kekerasan atau pelanggaran yang dilakukan oleh anggota.

“Semua laporan akan diproses secara transparan dan akuntabel, sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya. 

Polda “akan memeriksa seluruh bukti dan keterangan saksi terkait peristiwa tersebut, termasuk dari pihak pelapor dan terlapor,” katanya. 

Merespons pernyataan Polda NTT, Kapolres Manggarai berkata kepada Floresa, “kita tunggu hasil [penyelidikan] tim yang turun berdasarkan laporan yang sudah dibuat.”

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA