Floresa.co – Ombudsman Republik Indonesia mendorong pemerintah daerah [pemda] di Provinsi Nusa Tenggara Timur [NTT] untuk menerbitkan Peraturan Daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten, yang mengatur tentang Jaminan Sosial [Jamsos] Ketenagakerjaan, khususnya pada pekerja informal.
Pekerja informal merujuk pada pekerja berstatus berusaha sendiri dan pekerja bebas di sektor pertanian dan non-pertanian. Contoh, pedagang asongan, buruh harian, pengemudi ojek, pedagang pasar, wirausaha, dan lainnya.
Selain para pekerja formal yang terikat kontrak kerja dengan pemberi kerja, pekerja informal juga wajib mendaftarkan diri sebagai peserta Jaminan Hari Tua [JHT], Jaminan Kecelakaan Kerja [JKK] dan Jaminan Kematian [JKM] secara mandiri, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2015 dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2016.
Para pekerja informal atau bukan penerima upah ini menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan kategori Bukan Penerima Upah [BPU].
Temuan Ombudsman menunjukkan, para pekerja informal di NTT, sebagian besar belum menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Hal tersebut terungkap dalam penyampaian Laporan Hasil Kajian Sistemik tentang Potensi Maladministrasi pada Optimalisasi Pelayanan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Terhadap Pekerja Informal di Labuan Bajo, Manggarai Barat, pada 7 November.
Laporan ini menyoroti aspek kebijakan, manajemen, dan program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Ahmad Sobirin, Kepala Pemeriksaan Laporan Keasistenan Utama VI Ombudsman, mengatakan, dari aspek regulasi, “Provinsi NTT belum menerbitkan Peraturan Gubernur yang merupakan produk regulasi untuk memberikan perlindungan ketenagakerjaan bagi pekerja informal.”
Pada aspek manajemen, Ombudsman menemukan akuisisi kepesertaan sektor Bukan Penerima Upah [BPU] di provinsi NTT masih sangat minim. Sobirin mengatakan, jumlah pekerja informal di NTT sebanyak 722.926 jiwa.
Namun, pekerja informal yang tercatat sebagai peserta BPU aktif hanya 154. 478 jiwa atau hanya sekitar 21,36 persen.
Di Kabupaten Manggarai Barat dan Manggarai, dua kabupaten yang dikaji Ombudsman, bahkan tingkat kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan untuk pekerja informal sangat kecil.
Di Manggarai Barat, dari 158.269 pekerja informal, yang sudah menjadi peserta BPU aktif hanya 2.705 pekerja atau 1,31 persen.
Di Kabupaten Manggarai, 184. 111 pekerja informal, yang sudah menjadi peserta BPU aktif hanya 1.718 orang atau 0,93 persen.
Rendahnya tingkat kepesertaan pekerja informal pada BPJS Ketenagakerjaan ini, menurut Sobirin, terjadi karena kurangnya pemahaman.
Para pekerja informal masih cenderung menyamakan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dengan jaminan kesehatan dalam BPJS Kesehatan.
Pada aspek program, Ombudsman menemukan, tidak adanya fleksibilitas pendaftaran dan pembayaran iuran bagi Peserta BPU.
“Juga tidak adanya pedoman teknis dalam memastikan kelayakan Peserta BPU, minimnya sosialisasi dan edukasi terkait manfaat BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja informal,” ujar Sobirin.
Hak Warga Negara
Pada kesempatan yang sama, Robert Na Endi Jaweng, Komisioner Ombudsman RI menyatakan, jaminan sosial merupakan hak setiap warga negara, tidak terkecuali bagi pekerja informal.
“Pekerja informal merupakan kelompok rentan dalam mendapatkan hak jaminan sosial, namun para pekerja informal dihadapkan kendala dalam pembayaran iuran Jamsos lantaran tidak terikat dengan pemberi upah” ujarnya.
Sekretaris Daerah Manggarai Barat, Fransiskus Sales Sodo, memberikan tanggapan atas hasil temuan tersebut.
Dia menyebutkan, Manggarai Barat saat ini sudah memiliki Perda tentang jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Tahun ini di Manggarai Barat ada seribu kepesertaan tenaga kerja informal yang menerima PBI [Penerima Bantuan Iuran] dari APBD, sementara untuk tahun depan masih dibahas dalam proses APBD. Penerima itu adalah para pekerja rentan,” kata Fransiskus.
Endi Jaweng mengatakan, penting untuk membuat peraturan bupati terkait dengan pendanaan pengalokasian skema PBI dalam APBD.
Peraturan Bupati ini, kata Endi, penting sebagai wujud komitmen pemerintah daerah dalam mewujudkan jaminan sosial yang inklusif dan berkelanjutan.
Endi berharap, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat terus meningkatkan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan, terutama untuk pekerja informal.
Manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan yang terdiri atas jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian memang tidak langsung dirasakan peserta, sebagaimana pada jaminan sosial kesehatan atau BPJS Kesehatan.
“BPJS kesehatan kita bisa langsung melihat manfaatnya ketika sakit. Sementara, BPJS Ketenagakerjaan ini sebagian bisa kita lihat ketika ada kecelakaan, kematian. Yang lain-lain itu jaminan kehilangan pekerjaan, jaminan pensiun hari tua butuh waktu melihat manfaat itu,” ujar Endi.
Editor: Petrus Dabu