PerspektifAnalisisAsal-usul Komodo: Antara Cerita Rakyat dan Fakta Ilmiah

Asal-usul Komodo: Antara Cerita Rakyat dan Fakta Ilmiah

Mengapa hanya hidup di TNK dan Flores?

Informasi tentang perpindahan dan survival komodo di seluruh Sunda Kecil setelah masa Ice Age berakhir masih misteri dan terus dipelajari. Apakah mereka tidak bisa kembali ke Australia dan terjebak? Demikian juga halnya dengan Pygmy Elephant (gajah kerdil) yang dulu menghuni daratan Flores.

Mungkinkah komodo bertahan di Flores karena adanya gajah kerdil tersebut? Penggalian di Liang Bua, Manggarai menemukan bahwa Homo florensiensis kemungkinan memburu gajah kerdil. Jika Homo floresiensis berburu gajah dan mamalia besar lain (kerbau, kuda, rusa) maka persaingan makin sulit. Maka penurunan satwa mangsa kemungkinan mempengaruhi penyebaran dan wilayah jelajah satwa komodo terutama yang dapat terlihat pada keberadaan populasi yang terbatas saat ini di utara dan barat Pulau Flores.

Jadi, inilah yang membuat komodo juga terkenal di antara para ilmuwan dan dunia awam. Begitu purba, tetapi juga begitu misterius.

Di antara sekian banyak pulau di Sunda Kecil, komodo mampu bertahan hidup di bagian barat dan utara Flores dan TNK. Sejak berjuta-juta tahun lalu, mereka penguasa asli pulau-pulau kita, hidup jauh lebih lama bahkan sebelum nenek moyang manusia modern muncul. Mereka keturunan purba dengan sifat liar dan ganas yang sudah muncul sejak ratusan juta tahun lalu.

Benar kata Blair bersaudara dalam buku jelajah Indonesia Ring of Fire bahwa bagi manusia, perubahan adalah sesuatu yang abadi. Namun bagi para ilmuwan, komodo adalah contoh keabadian itu.

Penulis adalah gadis kelahiran Mano, Kabupaten Manggarai Timur yang sekarang bekerja di TNK. Sejak di bangku kuliah Institut Pertanian Bogor, ia begitu tertarik dengan Komodo. Karena itu, setelah pada tahun 2008 melakukan Praktek Kerja Lapang-Profesi (PKL-P) di TNK, ia pun menulis skripsi tentang burung gosong yang memiliki keterkaitan erat dengan komodo. Judul skripsinya adalah “Karakteristik Sarang (Tempat Bertelur) dan Perilaku Bertelur Burung Gosong Kaki-merah (Megapodius reinwardt Dumont, 1823) di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo.” Kini, ia mengabdikan diri sebagai peneliti di TNK.

 

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA