Oleh: Beatrix Ayuwandira Dabur
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah [UMKM] memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan perkembangan struktur ekonomi nasional yang adil dan seimbang. Hal ini tidak terlepas dari konsep UMKM sebagai kegiatan ekonomi kerakyatan yang independen, berskala kecil dan pengelolaannya dilakukan oleh kelompok masyarakat, keluarga atau perorangan (Purba, 2019).
UMKM tentu membawa banyak dampak positif. Selain mengurangi angka pengangguran karena tersedianya lebih banyak lapangan kerja, karena basisnya adalah masyarakat, dampak peningkatan ekonominya juga bisa langsung dialami masyarakat.
Perkembangan pariwisata di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, yang ditetapkan sebagai destinasi wisata super premium atau super prioritas telah membuka peluang bagi tumbuhnya UMKM.
Kehadiran UMKM di wilayah ini diharapkan setidaknya bisa membawa dampak positif, tidak saja bagi Kabupaten Manggarai Barat, tetapi juga wilayah terdekatnya seperti Manggarai dan Manggarai Timur dan bahkan Flores secara umum.
Namun, berdasarkan amatan saya, sejauh ini pengembangan UMKM di ketiga wilayah ini masih jauh dari kata serius. Walaupun pemerintah mengklaim keberhasilan berdasarkan pertumbuhan jumlah UMKM yang pesat dalam beberapa tahun terakhir, kepada kita justru tidak diberikan informasi soal bagaimana ribuan UMKM tersebut telah berkontribusi bagi penguatan ekonomi warga.
Kita misalnya tidak mempunyai data UMKM yang terpadu sebagai rujukan. Padahal, di tengah model pariwisata yang makin berbasis investasi oleh korporasi-korporasi besar, pengembangan UMKM menjadi amat penting, demi mendorong keterlibatan warga lokal, sehingga mereka tidak hanya menjadi penonton.
Dalam rangka itu, beberapa pekerjaan rumah penting untuk dilakukan oleh pemerintah ke depan.
Tidak Ada Data Terpadu
Pemerintah lokal melaporkan bahwa ada peningkatan jumlah UMKM yang pesat. Di Kabupaten Manggarai Barat, menurut penuturan Kepala Dinas Koperasi UMKM, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Theresia Asmon, jumlah UMKM tercatat 8.434 pada tahun 2022. Jumlahnya, kata dia, terus meningkat dari tahun ke tahun.
“Kenaikannya mencapai 1.000 lebih UMKM,” kata Theresia pada November 2023.
Di Kabupaten Manggarai, merujuk pada data Badan Pusat Statistik Provinsi NTT, jumlah UMKM mencapai 14.245 pada 2021. Pada tahun yang sama, Kabupaten Manggarai Timur mencatat 3.250 UMKM.
Secara keseluruhan, di NTT, jumlah UMKM mencapai 156.305.
Sekilas, data statistik ini memberi kesan kepada kita terkait berhasilnya warga lokal menangkap peluang ekonomi lewat UMKM, termasuk dalam konteks industri pariwisata Labuan Bajo.
Namun, data ini justru tidak memberikan informasi yang memadai soal sejauh mana perkembangan ribuan UMKM ini sampai saat ini.
Kita tidak memiliki data UMKM yang lengkap dan terpadu. Saat mencoba mencari informasi di Google terkait UMKM di Manggarai Barat, saya hanya menemukan data jumlah UMKM. Sementara data yang memuat informasi mulai dari nama, alamat, jenis usaha, inisiator [masyarakat atau pemerintah], serta produk layanan UMKM, sama sekali tidak ditemukan.
Tidak tersedianya data dasar seperti ini tentu saja memunculkan beragam pertanyaan, mulai dari yang paling dasar: Benarkan UMKM kita sebanyak itu? Andai benar, apakah semua UMKM itu aktif dan produktif?
Dalam konteks ini, ketersediaan data terpadu ini menjadi indikator penting untuk melihat sejauh mana pertumbuhan dan kontribusi UMKM ini bagi masyarakat lokal. Sebaliknya, tidak tersedianya data yang lengkap sangat mungkin memicu intervensi yang serampangan serta miskin orientasi pemberdayaan ekonomi warga.
Kecurigaan yang paling dasar adalah jangan-jangan jumlah yang sedemikian banyak hanya merupakan data siluman, sementara UMKM-nya baru aktif ketika ada bantuan atau ketika ada event bersubsidi, yang disokong pemerintah atau pihak lainnya.
Penataan UMKM ke Depan
Dalam konteks pariwisata Labuan Bajo, pengembangan UMKM sangat urgen dilakukan sebagai jalan bagi warga lokal untuk dapat berpartisipasi dalam ekonomi pariwisata.
Jika tidak, pengembangan pariwisata Labuan Bajo yang dominan berbasis investasi hanya akan memberikan keuntungan bagi korporasi dan pengusaha besar.
Berikut beberapa catatan penting.
Pertama, sejak awal sangat penting untuk merencanakan sebuah konsep UMKM yang benar-benar berdasarkan pada potensi [ekonomi, sosial, budaya] warga setempat.
Kita sudah memiliki preseden buruk dari beberapa model pengembangan UMKM yang menggunakan pendekatan top-down, dengan memunculkan model usaha yang tidak berbasis pada kondisi warga.
Di desa wisata Liang Ndara, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, misalnya pengembangan homestay warga berbentuk rumah telur (homepod) oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berakhir gagal. Rumah telur itu kini rusak, usai dibangun pada 2019.
Contoh lain adalah usaha hidroponik arahan Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores di Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, yang hingga sekarang tidak bisa dilanjutkan oleh warga setempat. Kebun itu hanya bisa panen perdana, selanjutnya ditinggalkan.
Kedua, perlu penguatan pada aspek pemasaran. Selain mendorong bantuan modal dan pendampingan keterampilan melalui berbagai kegiatan seperti lokakarya, memastikan akses pasar bagi produk-produk UMKM mesti menjadi prioritas pemerintah saat ini.
Perlu ada semacam intervensi kebijakan, seperti penguatan regulasi agar produk-produk UMKM masyarakat lokal bisa terserap dalam pasar pariwisata.
Contohnya, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat memikirkan agar produk gula lokal (gola kolang) dari warga di pedalaman kabupaten itu bisa menjadi gula alternatif pada hotel-hotel di Labuan Bajo.
Ketiga, manajemen usaha internal yang kuat. Yang saya maksudkan adalah bagaimana manajemen internal sebuah UMKM memastikan keberlanjutan usahanya sebagai sebuah bisnis atau usaha ekonomi yang berbasis warga.
Untuk UMKM yang dikelola secara komunitas misalnya, perlu ada pembagian tugas dan wewenang yang jelas. Selain itu, perlu ada penertiban administrasi untuk mencatat penghasilan yang transparan.
Di atas segalanya, penting sekali memiliki manajemen yang rapi agar memastikan distribusi pendapatan yang merata untuk semua anggota usaha.
Beatrix Ayuwandira Dabur adalah pegiat pariwisata di Rumah Tenun Baku Peduli, Labuan Bajo
Editor: Venan Haryanto