Floresa.co – Bunyi gong, nyanyian grup danding dan teriakan paci para jagoan caci menggema di halaman Aula Gereja St. Andreas Kedoya, Jakarta Barat, Selasa lalu (2/6/2015). Tempat itu, jadi arena pertunjukan, sekaligus pertarungan pria asal Manggarai. Mereka mementaskan caci, tarian perang khas Manggarai, sebuah warisan tradisi yang selalu jadi kebanggaan.
Pentas itu mengundang perhatian dari banyak lawa (warga) Manggarai di Jakarta. Sekitar 1000 orang memadati arena caci dengan luas sekitar 10 kali 20 meter itu.
Tak sekedar mereka yang berpengalaman yang turun di medan laga itu. Anak-anak muda pun terlibat. Panitia memang tidak hanya menetapkan syarat “bisa caci” bagi yang mau ikut, tetapi juga harus lomes, istilah untuk menyebut kreativitas, keindahan gerak tubuh dan busana yang dipakai.
Lantas, anak-anak muda pun unjuk ketangkasan, dengan gaya masing-masing. Salah satu pemuda asal Kedoya yang sukses menarik perhatian saat itu, misalnya si “Miscall Doang Reba Kedoya.” Meski tubuhnya kena larik (cambuk) dua kali berturut-turut, namun lomes-nya tidak hilang dan berhasil menghibur, dengan suaranya yang juga merdu.
Suasana yang begitu meriah membuat orang-orang Manggarai di Jakarta dan sekitarnya seakan merasa sungguh-sungguh berada di beo (kampung halaman) di Manggarai. Udara panas dan teriknya sinar matahari yang menyengat, tak menyurutkan semangat mereka yang datang dari berbagai tempat di Jakarta.
Rawat Budaya
Caci tahun ini diinisiasi oleh Ikatan Keluarga Manggarai Kebun Jeruk (IKMKJ), Jakarta Barat. Libertus Jehani, ketua panitia mengatakan, pentas caci ini bertujuan menghidupkan tradisi dan kearifkan lokal masyarakat Manggarai, terutama oleh mereka yang berada di tanah rantau.
“Kita ingin memenuhi kerinduan warga Manggarai di Jakarta akan tradisi dan kearifan lokal itu,” katanya kepada Floresa.co usai pementasan pada Selasa. “Kita lihat saja, semua yang hadir merasa kerinduan akan tradisinya terpenuhi,” lanjutnya.
Fabianus Sipri, Ketua Umum IKMKJ menambahkan, pentas ini juga bermaksud mempererat persaudaraan masyarakat Manggarai di tanah rantau.
Warga Manggarai yang tinggal terpisah-pisah di Jakarta karena kesibukan dan pekerjaannya masing-masing, kata dia, dapat bertemu dan berkumpul bersama karena acara ini.
Rangkaian acara pada Selasa berlangsung aman hingga selesai, sama sekali tak ada persoalan. “Ada kepuasan dan kebanggaan bagi kami panitia yang menggagas acara ini,” kata Ferdy Jalu, sekretaris umum panitia acara ini kepada Floresa.co.
Seluruh acara, kata Ferdi, berjalan sesuai rencana dan harapan, bahkan dirinya tidak menyangka mendapat apresiasi yang begitu tinggi dari masyarakat Manggarai Raya Jakarta.
Ferdi mengakui, mereka butuh 3 bulan untuk persiapan rangkaian kegiatan IKMJ tahun ini. “Awalnya, IKMKJ hanya berencana untuk mengadakan pertandingan sepak bola dan voli, lalu seminar dan Misa inkulturasi. Tapi dalam diskusi selanjutnya, caci dipilih sebagai salah satu kegiatan utama,” kisahnya.
Pentas tari caci dipilih, lanjut Ferdy, karena sebagai generasi muda Manggarai Raya yang ada di perantauan, mereka merasa bertanggung jawab untuk mempertahankan tradisi caci dan berusaha mempromosikannya.
Karena itu, lanjut Ferdy, IKMKJ sengaja memberikan kesempatan kepada anak-anak muda untuk menjadi penari caci dari pihak tuan rumah dan mendatangkan seluruh perlengkapan caci dari Manggarai. Yang diundang sebagai tamu adalah warga Manggarai yang tinggal di Kalimalang, Jakarta Timur.
“Kami ingin pementasan ini maksimal sehingga untuk acara caci sendiri kami intensif 3 minggu terakhir persiapan,” jelasnya.
Menurut Ferdy, dengan melihat acara Selasa lalu, IKMKJ boleh berbangga dan puas sehingga untuk ke depannya kemungkinan ini akan menjadi acara rutin. “Tentu atas dukungan banyak pihak, terutama masyarakat Manggarai Raya Jakarta,” katanya.
Yang disampaikan Ferdy soal dukungan banyak pihak, terbukti dengan hadirnya sejumlah tokoh asal Manggarai, seperti Vinsen Siboe, Lukas Lontong, pengamat politik Boni Hargens, DPD asal NTT Andry Garu, Frans Nembo, Gabriel Mahal, Eddy Danggur dan sejumlah senior lain.
Acara pembuka juga menjadi sitimewa dengan hadirnya Karni Ilyas, Pemimpin Redaksi TV One serta Presiden Indonesia Lawyers Club.
Lucius Karus, peneliti Formappi yang juga berasal dari Manggarai menyebut acara pada Selasa itu sebagai wadah perjumpaan. Selain itu, menurut Lucius pentas tarian caci tersebut telah memberikan sumbangsih bagi misi merawat kebudayaan Manggarai beserta nilai-nilainya.
“Bukan saja kegembiraan berpesta yang menjadi tujuan, akan tetapi meresapkan nilai-nilai moral tradisional yang diwariskan leluhur melalui atraksi caci ini,” terang Lucius.
Gabriel Mahal, salah satu senior asal Manggarai yang punya perhatian besar pada budaya Manggarai mengatakan, caci memang bukan sekedar hiburan belaka. “Ia merupakan budaya, dan seperti budaya pada umumnya, ia mempunyai nilai-nilai yang berharga dan bermanfaat,” katanya.
Kata Gabriel, caci bukanlah tarian aksi yang berbau kekerasan, melainkan tarian yang menggambarkan keakraban dan persaudaraan. “Prinsipnya adalah sportif dan kreatif dalam aksi. Ia penuh dengan nilai dan simbolisme. Yang ingin ditampilkan di sana adalah seni bertanding secara sehat dan sportif,” katanya.
Selain itu, caci juga mengajarkan tentang nilai keakraban dan sikap menerima kekalahan. Dalam arena pertarungan, seringkali para pemain terkena pukulan cambuk dan menimbulkan luka yang cukup serius. Namun para pemainnya tidak menyimpan dendam. Justru sebaliknya, pertarungan yang terjadi di arena akan menambah keakraban, baik di antara para pemain maupun di antara warga yang menyaksikan acara tersebut.
Dan, situasi demikian persis terjadi di Kedoya, Selasa lalu.
Saking terkesan dengan acara ini, Vinsen Siboe, Ketua Ikamada mengatakan, sangat berterima kasih karena meski jauh dari kampung halaman, namun anak-anak muda Mangarai masih ingat dengan warisan tradisi. “Saya tadi mau bubar. Tapi berhubung hati saya di Anda semua, maka saya menyaksikan ini sampai akhir,” katanya saat memberi sambutan di akhir acara.
Mengikat Persaudaraan
Bagi warga Manggarai di daerah Kedoya, caci hanya salah satu dari sejumlah kegiatan bersama yang mereka gagas untuk merekatkan solidaritas antarsesama Manggarai. Mereka di sini memilih sejumlah kegiatan untuk membina rasa persaudaraan.
Valensianus Sarjon, Ketua IKMKJ pertama dan menjabat selama 2 periode (4 tahun) mengatakan, rangkaian acara tahun ini yang diakhiri dengan acara puncak caci menandai usia 5 tahun IKMKJ. “Setiap bulan, kami biasa bertemu, karena ada arisan,” katanya.
Selain itu, mereka juga memiliki kebiasaan mengumpulkan iuran bulanan. Dana yang terkumpul biasa dipakai untuk kegiatan sosial, juga membantu bila ada anggota yang mengalami masalah.
Semua tradisi itu mereka pelihara terus, hingga kini IKMKJ memasuki usia kelima.
Atan Tulis yang mengurusi seksi kepemudaan mengatakan, memang mempersatukan orang Manggarai di tanah rantau bukan usaha yang mudah. “Namun, kami menggunakan berbagai cara untuk mengajak mereka semua terlibat, sehingga merasa sebagai bagian terpenting dari kelompok ini,” katanya.
Apa yang ia sampaikan, terbukti misalnya lewat kerja sama yang begitu kelihatan, selama acara Selasa lalu, hingga membereskan lokasi penyelenggaraan kegiatan.
Kekompakan itu membuat mereka yakin bisa menggelar acara serupa di waktu mendatang.
Saat Floresa.co menananyakan apa jawaban IKMKJ terhadap pernyataan Vinsensius Siboe untuk menggelar caci setiap tahun, Libertus Jehani dan Vinsensius Sarjon kompak menjawab otpimis.
“Itu bisa kita lakukan, karena kami yakin ini membuat kita makin cinta dengan identitas kita sebagai orang Manggarai,” kata Libertus.
Vinsensius yang mengamini jawaban Libertus menambahkan, “kekompokan yang dipelihara di IKMJ membuat kami yakin bisa menggelar acara serupa di waktu mendatang.” (Ari D/Arman Suparman/ARL/Floresa)