Fenomena Gerombolan Ikan Kecil Terdampar di Satar Mese; Bagaimana Penjelasan Pakar?

Pakar mengaitkan peristiwa itu dengan fenomena perubahan arah angin monsun, yang berdampak pada pergerakan arus laut dan nutrisi yang dibutuhkan ikan-ikan kecil.

Baca Juga

Floresa – Sementara otoritas di Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur mengklaim fenomena terdamparnya gerombolan ikan kecil di sebuah muara dekat pantai selatan di Satar Mese awal pekan ini terjadi karena dikejar ikan hiu dan lumba-lumba besar, pakar perikanan memberikan penjelasan berbeda.

Dua pakar yang diwawancara Floresa pada 6 September menyebut fenomena tersebut dipicu oleh dinamika massa air laut di tengah-tengah peralihan angin monsun.

Jotham Ninef, dosen Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan pada Fakultas  Peternakan, Kelautan dan Perikanan di Universitas Nusa Cendana Kupang mengatakan, terdamparnya ikan-ikan itu bertepatan dengan waktu peralihan dari angin monsun timur ke angin monsun barat yang biasa terjadi pada September.

Angin monsun timur – yang oleh warga Flores biasa dikenal sebagai ‘angin tenggara’ – bertiup dari Benua Australia menuju ke pulau-pulau di sekitar Laut Sawu, termasuk Flores.

Angin tenggara, kata dia, bertiup pada April hingga Agustus, sebelum memasuki pancaroba hingga Desember, sementara angin monsun barat lazimnya bertiup pada Desember hingga April.

Jotham mengatakan, angin tenggara membawa beberapa dampak bagi ikan-ikan kecil yang secara alamiah bergerak secara berkelompok (schooling). Dampaknya termasuk mendorong gerombolan mereka masuk ke muara dan terjebak, seperti yang terjadi di Satar Mese. 

“Angin tenggara mendorong upwelling yang baik, membawa banyak nutrisi yang dibutuhkan ikan-ikan kecil,” kata Jotham.

Upwelling merupakan fenomena pergerakan arus bawah laut menuju ke permukaan air akibat pergerakan angin di atasnya.

Pergerakan arus semacam ini “membawa serta fitoplankton, termasuk alga, yang menjadi makanan utama ikan-ikan kecil.”

Gerombolan ikan kecil akan dengan gesitnya mendatangi sumber makanan yang tak setiap kali berlimpah seperti itu.

“Bayangkan ketika mereka [ikan kecil] sedang asyik makan, lalu datang arus lain yang lebih kuat dari arah tenggara,” kata Jotham.

Arus kuat “mungkin sekali mendorong mereka hingga ke arah pantai, apalagi saat itu sedang bulan purnama.”

Fase bulan purnama ditandai dengan pasang air laut, yang membuat ikan-ikan kecil terdorong lebih kuat ke arah pantai.

Permana Yudiarso, mantan Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut [BPSPL] Denpasar – yang wilayah kerjanya mencakup NTT – menduga terdamparnya gerombolan ikan terkait dengan perubahan iklim.

“Biasanya pertengahan September mulai muncul beberapa laporan terdamparnya ikan-ikan kecil di pesisir NTT. Tapi ini [kasus Satar Mese] terjadi awal September,” kata Yudi, panggilannya.

Tahun ini “mereka [ikan-ikan kecil] lebih cepat terbawa arus laut dalam di Laut Sawu.”

Selama 10 tahun menjabat Kepala BPSPL Denpasar, ia beberapa kali mengevaluasi terdamparnya gerombolan ikan kecil terdampar di pesisir NTT dan Bali. Yudi kini menjabat Kepala BPSPL Makassar.

Terdamparnya ikan-ikan itu terjadi di muara kali Wae Koe, Kecamatan Satar Mese pada Senin, 4 September.

Buchek, warga setempat mengatakan ikan-ikan jenis teri tersebut terperangkap di muara sejak Minggu malam, 3 September ketika air pasang. 

Ketika air surut pada pagi hari, “ikan-ikan itu terjebak di dalam mulut muara yang [berbentuk] seperti kolam.”

Hendrikus Sukur, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Manggarai kemudian memberi penjelasan bahwa ikan-ikan itu terdampar karena “dikejar oleh ikan hiu atau lumba-lumba besar” yang sedang bermigrasi dari wilayah perairan Nanga Lili di Kabupaten Menggarai Barat ke Laut Sawu, melintasi perairan di sekitar Pulau Mules di Kecamatan Satar Mese.

Ia mengatakan, ikan-ikan kecil yang terdampar itu memang hidup berkelompok dan ketika dikejar oleh ikan yang besar “mereka mungkin merasa terjepit, akhirnya lari keluar. Itu sering terjadi.”

Perihal klaim Hendrikus, Yudi mengatakan kecil kemungkinan gerombolan ikan kecil itu terdampar akibat ‘kejaran’ predator laut.

Bagaimanapun, “ikan-ikan kecil memang mangsa hiu dan lumba-lumba di habitat alami mereka, tidak bisa kita mungkiri.”

“Tapi jika ikan-ikan kecil itu terdampar akibat terimpit ‘kejaran’ predator, saya rasa minim probabilitas,” katanya.

Pernyataan Yudi serupa dengan analisis Jotham.

“Jika dikatakan terdamparnya gerombolan ikan kecil itu akibat ‘kejaran’ hiu dan lumba-lumba, saya rasa itu hanyalah pemicu minor. Sulit terjadi,” katanya.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini