Dari Papua hingga Sumbawa, Warga Galang Aksi Solidaritas untuk Pengungsi Terdampak Erupsi Lewotobi Laki-laki

Selain bantuan berupa dana dan sembako, mereka juga terlibat dalam sesi pemulihan trauma bagi anak-anak

Floresa.co – Tak hanya berdatangan dari pelbagai daerah di Flores, aksi solidaritas bagi warga terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur juga “mengalir” dari beberapa kota lainnya di Indonesia.

Di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, para anggota Kerukunan Keluarga Besar Lamaholot turun ke jalanan utama Timika sejak 4 Januari. 

Mereka merupakan perantau berakar budaya Lamaholot, yang leluhurnya hidup turun-temurun di sebelah timur Pulau Flores, Solor, Adonara dan Lembata.

Berdiri di dekat simpang lampu lalu lintas sembari membawa kardus, anggota komunitas itu menanti lampu merah menyala, tanda pengendara di depannya harus berhenti. 

Selembar kertas dilekatkan pada satu sisi kardus, bertuliskan: “Peduli Korban Bencana Erupsi Gunung Lewotobi-Flores-NTT.”

Saat lampu merah menyala, mereka segera bergerak, mendekati para pengendara yang tengah berjeda, menyodorkan kardus wadah donasi.

Ketua Kerukunan Keluarga Besar Lamaholot, Frans Lega Bahi, 47 tahun, menyatakan total donasi terkumpul hingga 6 Januari sebesar Rp100.417.000. 

Selain di simpang lampu lalu lintas, sejumlah warga Timika juga berdonasi di posko penggalangan dana yang dibentuk para perantau Lamaholot.

Terpisah dari donasi berupa uang, kata Frans kepada Floresa, “warga Timika juga antar makanan bagi teman-teman yang turun ke jalan.”

“Terima kasih,” katanya, “karena kita bisa sama-sama saling peduli.”

Mengingat kesibukan masing-masing anggota, penggalangan dana akan ditutup pada 9 Januari. 

Sesudahnya, “dua anggota perwakilan kami akan ke Flores Timur, mendata kebutuhan genting di pos-pos pengungsian erupsi Lewotobi Laki-laki.” 

Kerukunan Keluarga Besar Lamaholot, kata dia, selanjutnya menyuplai kebutuhan sesuai hasil pendataan.

Ia menjelaska  hanya beberapa kebutuhan yang dapat disediakan komunitasnya, seperti sembako dan alas tidur. 

Penyediaan kebutuhan lain akan disokong melalui “penyaluran donasi berupa uang ke pemerintah daerah setempat.”

Suplai yang Pemerintah “Tak Maksimal Penuhi”

Berjarak sekitar 540 kilometer sebelah barat Flores Timur, para mahasiswa juga turun ke ruas jalan utama di Bima, kota terbesar Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Ikatan Mahasiswa Nusa Tenggara Timur-Sumbawa [Ikman Sumbawa], nama komunitas mereka, menggalang donasi bagi korban terdampak erupsi Lewotobi Laki-laki sejak 4 Januari.

Hingga dua hari kemudian, keseluruhan dana terkumpul mencapai Rp4 juta, menurut keterangan ketua komunitas itu, Badarullah Daud.

Anggota Ikatan Mahasiswa Nusa Tenggara Timur di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat melakukan aksi penggalangan dana di jalan. (Dokumentasi Ikman Sumbawa)

Ia menyatakan “penggalangan dana terus berlanjut” tanpa menyebutkan waktu pastinya, mengingat aktivitas Lewotobi Laki-laki belum menyurut. 

Kepada Floresa pada 6 Januari, Daud mengatakan “dana akan kami kirimkan kepada para pengungsi lewat orang yang kami percayai.”

Aksi solidaritas bagi warga terdampak erupsi Lewotobi Laki-laki juga digerakkan Relawan Indonesia Bangkit. 

Komunitas beranggotakan pemuda dan mahasiswa itu sebagian besar menimba ilmu di beberapa kampus di Kupang, seperti Universitas Nusa Cendana, Universitas Muhammadiyah Kupang dan Universitas Katolik Widya Mandira.

Gerakan mereka bermula pada 3 Januari di beberapa ruas jalan utama Kupang, seperti daerah bundaran patung Kirab, bundaran Kepolisian Daerah dan Strat-A Oeba.

“Sejak kami tahu ada bencana di Flores Timur, kami langsung turun ke jalan untuk galang dana,” kata Francisco Titus, mahasiswa dari Universitas Nusa Cendana yang juga anggota Relawan Indonesia Bangkit.

Lantaran jadwal perkuliahan mulai padat selepas libur Natal dan Tahun Baru, “kami bagi tugas, siapa turun ke jalan pada pagi, siang dan sore hari.”

Hingga 6 Januari, “total donasi mencapai belasan juta rupiah,” kata Francisco tanpa memerinci nominal pastinya.

Mahasiswa menggelar aksi solidaritas bagi korban erupsi gunung Lewotobi Laki-laki di sejumlah titik di Kota Kupang. (Dokumentasi Relawan Indonesia Bangkit)

Serupa yang dilakukan Kerukunan Keluarga Besar Lamaholot, mereka juga akan lebih dulu mendata kebutuhan mendesak para pengungsi. 

Pendataan bakal dibantu “teman-teman kami yang menjadi sukarelawan di pos-pos pengungsian.”

Donasi berupa uang dari aksi solidaritas mereka akan dikirim ke sukarelawan itu untuk kemudian dibelanjakan barang-barang sesuai kebutuhan.

“Kami berusaha menyuplai kebutuhan yang pemerintah tak bisa maksimal penuhi,” kata mahasiswa 24 tahun itu, “kalau harus belanja kebutuhan dapur dan memasak di pos pengungsian, akan kami lakukan.”

Bagi mereka, “yang penting pengungsi tak kelaparan. Itu saja dulu. Kebutuhan lain dapat diatur kemudian.”

Dampingi Pengungsi Anak

Sebelumnya pada 6 Januari, Mahasiswa Universitas Nusa Nipa [Unipa] di Kabupaten Sikka menyerahkan bantuan berupa sembako ke sejumlah pos pengungsian di Desa Boru Kedang dan Desa Pululera, keduanya di Kecamatan Wulanggitang, Flores Timur.

“Bantuan tersebut hasil galang dana di kampus Unipa, yang diserahkan secara langsung ke  tempat pengungsian,” kata Ningsih Ahmad, 23 tahun, mahasiswa jurusan psikologi.

Tak hanya itu, Ningsih dan teman-temannya juga mendampingi pengungsi anak-anak dalam sesi pemulihan emosi dari pengalaman traumatis [trauma healing]. Sesi tersebut berlangsung di pos pengungsian SMPN 1 Wulanggitang.

Sejumlah mahasiswa Universitas Nusa Nipa sedang melakukan kegiatan pemulihan trauma bagi anak-anak korban erupsi Lewotobi Laki-laki di halaman SMPN 1 Wulanggitang. (Dokumentasi Unipa)

“Kami menyadari erupsi dan hal-hal yang mengikutinya dapat menimbulkan trauma dan emosi buruk bagi anak-anak,” katanya, “maka kami berusaha hadir untuk menghibur mereka.”

Kondisi warga terdampak erupsi Lewotobi Laki-laki juga menjadi perhatian Persatuan Guru Republik Indonesia [PGRI] Flores Timur, yang menggelar aksi solidaritas sejak 2 Januari di Larantuka, ibu kota kabupaten tersebut.

Maria Natalia Ana Yusti, seorang koordinator komunitas organisasi profesi itu mengatakan “dua hari setelah penggalangan dana, kami menyerahkan bantuan ke pos pengungsian di Wulanggitang dan Titehena.”

Kepada Floresa pada 6 Januari, ia mengatakan bantuan itu “berupa sembako, kebutuhan anak dan perempuan.”

Selain itu, para guru juga mendampingi sesi trauma healing di pos-pos pengungsian Wulanggitang. 

“Erupsi turut menyisakan dampak emosi buruk bagi anak-anak,” kata Maria, “itulah mengapa kami mengambil bagian untuk mendampingi mereka memulihkan emosi.”

PGRI Flores Timur saat menemui korban erupsi gunung berapi Lewotobi Laki-laki dan melakukan kegiatan pemulihan trauma bagi anak-anak anak korban erupsi Lewotobi Laki-laki. (Dokumentasi PGRI Flores Timur)

Pengungsi yang Terus Bertambah

Gunung berapi Lewotobi Laki-laki tercatat dua kali erupsi pada 7 Januari. Erupsi pada hari itu menyusul rangkaian erupsi sebelumnya yang kian aktif sejak 1 Januari.

Status peringatan gunung berapi itu dinaikkan dari “waspada” [level II] ke “siaga” [Level III] tepat pada Tahun Baru 2024. 

Level tertinggi [IV] adalah “awas”, menandakan potensi erupsi besar suatu gunung berapi dalam kurun 24 jam sejak penetapan status peringatannya.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengimbau masyarakat tak beraktivitas dalam radius tiga kilometer dari rekahan kawah Lewotobi Laki-laki.

Kondisi Gunung Lewotobi Laki-laki pada 6 Januari

Sementara itu, jumlah pengungsi terus bertambah. Hingga 6 Januari siang, jumlah pengungsi terdampak erupsi gunung setinggi 1.584 meter di atas permukaan laut itu mencapai 4.617 jiwa. 

Lebih dari empat ribu orang itu bertahan di 12 titik pos pengungsian yang tersebar di Kecamatan Wulanggitang dan Kecamatan Titehena, Flores Timur.

Maria Nona Tobi, perempuan berusia 23 tahun asal Dusun Bawalatan bersama ayah dan putri semata wayangnya yang belum genap berusia tiga tahun sedang menyantap makan siang pada Kamis, 4 Januari 2024 pukul 16.00 Wita. (Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Ahmad R. Duli  menyatakan tak semua pengungsi tinggal sementara di pos pengungsian.

“Ada pula yang mengungsi ke rumah keluarga dan kenalan,” katanya.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA