Polres Manggarai Barat Stop Kasus Penyebaran Foto Telanjang Tahanan oleh Pemilik Hotel dan Polisi, ‘Keadilan Hanya Berpihak pada Mereka yang Punya Uang’

Polisi beralasan foto-foto telanjang tersebut disebarkan di grup WhatsApp internal perusahaan yang bukan masuk dalam delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. 

Baca Juga

Floresa.co – Nelfi Lusia Sitinjak kaget sekaligus kecewa setelah membaca tiga buah surat dari Polres Manggarai Barat pada akhir Desember 2023.

Surat-surat yang diteken oleh Angga Maulana, Kepala Satuan Reserse dan Kriminal itu berisi pemberitahuan bahwa penyelidikan kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap suaminya, Renoldus Dwiputra Latif dihentikan karena “belum ditemukan adanya peristiwa pidana”.

Semula – sebelum membaca isi surat-surat tersebut – Nelfi mengira isinya adalah panggilan untuk gelar perkara.

Sebelumnya, sebagai istri pelapor pihaknya pernah dijanjikan ikut dipanggil untuk ikut dalam gelar perkara kasus itu.

“Ini seperti keadilan hanya berpihak kepada mereka yang punya uang,” ujar Nelfi kepada Floresa pada 6 Januari.

Renoldus, suaminya, kini masih mendekam di tahanan Polres Manggarai Barat dalam kasus dugaan penggelapan uang sewa Hotel Loccal Collection. 

Kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Nelfi bertalian dengan kasus yang kini menyeret suaminya ke balik jeruji besi.

Renoldus ditetapkan sebagai tersangka pada 16 September 2023 dan lansung ditahan.

Foto-fotonya  dalam kondisi telanjang – sebelum ditahan – terkirim dari ponsel Imanuel Saban Neno, seorang anggota Polres Manggarai Barat pada 21 September 2023 ke ponsel milik Ngadiman Sudiaman, pemilik Hotel Loccal Collection – sekaligus atasan Renoldus.

Ngadiman kemudian meneruskan foto-foto itu ke grup WhatsApp milik internal hotel itu.

Bersamaan dengan pengiriman foto itu, Ngadiman menulis: “Saya berharap ini adalah yang terakhir saya memasukkan karyawan sendiri ke penjara. Bekerjalah dengan baik dan jujur dan selalu loyal terhadap perusahaan.”

“Kita mencari makan bersama-sama dan kita seperti satu keluarga. Sebenarnya saya sedih dan kecewa harus melakukan proses hukum seperti ini,” tulisnya dalam grup itu, yang tangkapan layarnya diperoleh Floresa.

Alasan Polisi Hentikan Penyelidikan

Kasus penyebaran foto itu berujung laporan terhadap Ngadiman. Namun, sesuai isi surat kepada Nelfi, penyelidik memutuskan kasus tersebut “tidak bisa diproses lebih lanjut,” berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan pada 22 Desember 2023.

Dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan  Hasil Penyelidikan [SP2HP] tertanggal 28 Desember 2023 yang salinannya diperoleh Floresa – salah satu dari tiga surat yang dikirim ke keluarga Renoldus – polisi menyatakan perbuatan Ngadiman memang sudah memenuhi unsur “dengan sengaja,” “tanpa hak” dan “mendistribusikan.”

Hal itu sejalan dengan yang diatur dalam pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

Namun, menurut penyelidik, perbuatan Ngadiman “tidak memenuhi unsur “membuat dapat diaksesnya.” 

Penyelidik beralasan Ngadiman mengirimkan foto-foto tersebut ke Grup WhatsApp yang “tidak dapat diakses oleh pihak lain atau publik.”

Penyelidik merujuk pada Surat Keputusan Bersama [SKB] Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung dan Kepolisian RI Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 tahun 2021 dan Nomor KB/2/VI/2021 Tentang Pedomaan Implementasi Pasal Tertentu dalam UU ITE. 

SKB tersebut, menurut polisi, menjelaskan penerapan pasal 27 Ayat (3) UU ITE, khususnya mengenai kriteria diketahui umum atau publik.

Salah satunya adalah yang menyatakan bahwa “bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam hal konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas seperti grup percakapan keluarga, kelompok pertemanan akrab, kelompok profesi, grup kantor, grup kampus, atau institusi pendidikan.”

Penyelidik mengatakan Ngadiman “mengirimkan foto-foto tersebut ke Grup WA Speed-Dtour” yang “merupakan grup kantor.”

Merujuk pada SKB, kata polisi, komunikasi di “grup kantor bukan sebagai delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dalam hal konten disebarkan melalui grup tersebut.”

“Dengan demikian teradu Ngadiman tidak bisa diproses lebih lanjut,” demikian kesimpulan penyelidik.

Selain SP2HP, Polres Manggarai Barat juga mengirimkan dua surat lainnya yaitu surat tertanggal 27 Desember 2023 perihal Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan terhitung mulai 22 Desember 2023 dan Surat Ketetapan Penghentian Penyelidikan tertanggal 27 Desember 2023.

Kuasa hukum Renoldus atau RDL, Fransiskus Dohos Dor menyayangkan tindakan Polres Manggarai Barat.

“Bagi kami penghentian penyelidikan tersebut terlalu cepat, sementara kita ketahui sendiri oknum anggota kepolisian telah mengakui kepada publik menyuruh RDL membuka pakaiannya dan mengambil fotonya lalu menyebarkannya,” katanya, merujuk pada tindakan Imanuel Saban Neno.

Fransiskus mengakui sejak awal melaporkan kasus ini memang sudah menyadari akan sulit untuk mendapatkan keadilan “karena kami berjuang melawan orang yang punya kuasa dan punya relasi yang menguasai institusi tempat kita sedang berlindung untuk mencari keadilan.”

Menunggu Sidang Etik Oknum Polisi

Sementara Ngadiman dibebaskan dari kasus ini, Imanuel Sabam Neno belum juga menjalani sidang etik.

“Apakah masih menunggu sidang ataukah sudah diputuskan? Tidak ada keterbukaan terhadap kita selaku  terlapor,” kata Fransiskus.

Kepala Seksi Profesi dan Pengamanan [Propam] Polres Manggarai Barat, Ipda I Nyoman Budiarta mengatakan sidang etik terhadap Ima akan tetap dilakukan.

“Tetap kami sidangkan, karena utang perkara kami,” ujar Budiarta kepada Floresa.

Namun, ia tidak menyampaikan kapan persisnya sidang ini digelar karena dilakukan oleh Divisi Propam Polda NTT.

“Kami tidak bisa menyampaikannya karena saya tidak punya kewenangan untuk memberikan keterangan,” ujarnya.

Nelfi berharap, polisi serius menangani kasus ini karena Imanuel sudah mengakui sendiri tindakan memotret dan menyebarkan foto itu tanpa izin suaminya.

Ia menambahkan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia juga telah mengatakan bahwa perbuatan Imanuel tersebut melanggar hukum.

Selain itu, kata dia, Propam Polres Manggarai Barat juga mengatakan bahwa memotret tahanan dalam kondisi talanjang bukan merupakan bagian prosedur operasional standar.

Nelfi mempertanyakan bagaimana bisa Ngadiman menyuruh anggota kepolisian untuk memotret suaminya.

“Ngadiman itu siapa dalam kasus ini?” katanya.

Kok dengan sesuka hatinya memerintahkan oknum polisi mengambil gambar dalam keadaan telanjang, lalu dikirim ke dia?” katanya.

Kata Praktisi Hukum

Praktisi hukum, Bonifasius Gunung menyoroti substansi alasan penghentian penyelidikan oleh polisi.

Ia menyatakan, Surat Keputusan Bersama yang menjadi rujukan perlu diperiksa teliti, sehingga tidak terkesan “dipaksakan dijadikan alasan hukum terbitnya ketetapan penghentian penyelidikan.”

“Jika [foto-foto] itu hanya ada di mereka [grup internal], bolehlah diterapkan peraturan itu [SKB]. Tetapi faktanya sudah beredar keluar. Pertanyaannya, dari nomor siapa yang menyebabkan itu bisa terekspos ke publik?” ujarnya.

Ia menjelaskan, dalam kasus ini, foto-foto Renoldus sudah tersebar ke orang-orang di luar grup WhatsApp perusahaan.

“Sudahkah penyelidik telusuri yang menyebabkan [foto-foto] itu kemudian bocor keluar grup mereka? Harus ada yang bertanggung jawab untuk itu,” ujarnya.

Ia mengatakan, penghentian kasus ini juga berpotensi menimbulkan kebingungan di masyarakat, karena kemudian tidak ada tindakan apa-apa dari kepolisian padahal itu merugikan pelapor.

Penyebaran foto-foto telanjang ini, kata dia, juga tidak baik berdasarkan etika umum di masyarakat, tetapi, “mengapa di mata hukum bukan pidana?”

“Penegak hukum harus menjawab hal-hal seperti ini,” soal alasan “sesuatu yang dianggap tidak etis di mata masyarakat umum, ternyata oleh penyelidik dalam konteks pidana bukan tindak pidana.”

Menurut Boni, pada prinsipnya sekalipun seseorang, seperti Renoldus adalah tersangka, “harkat dan martabatnya harus tetap dihargai.”

Dalam kasus ini, kata dia, ”harkat dan martabat dia tidak dihargai” karena “dia difoto dalam keadaan telanjang dan kemudian itu tersebar ke publik.”

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini