Mantan Kepala Daerah di NTT Kalah Pileg, Pengamat Sebut Publik Jenuh dengan Kepemimpinan Mereka

Kehadiran mantan kepala daerah sebagai Caleg tidak selamanya mendapatkan respon baik masyarakat, karena persepsi negatif yang terbangun selama menjabat

Baca Juga

Floresa.co – Sejumlah mantan kepala daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur [NTT] yang bertarung menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2024 gagal terpilih, yang menurut pengamat dipicu kejenuhan publik terhadap mereka selama memimpin.

Fenomena ini juga terjadi pada Pemilu 2019.

Salah satu nama yang menjadi sorotan adalah mantan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat atau VBL. 

VBL yang menjadi Gubernur NTT periode 2018-2023 meraih 63.359 suara dari daerah pemilihan [Dapil] NTT 2 yang mencakup Timor, Sumba, Rote dan Alor.

Perolehan suara VBL lebih kecil dibandingkan koleganya di Partai Nasdem, Ratu Ngadu Bonu Wulla. 

Perempuan yang sudah menjadi anggota DPR RI pada periode 2019-2024 ini berhasil meraup 76.331 suara.

Hanya saja, saat proses rekapitulasi di Komisi Pemilihan Umum pada 12 Maret, Nasdem mengumumkan pengunduran diri Ratu Ngadu Bonu Wulla. 

Tidak dijelaskan alasan pengunduran diri itu, yang membuka jalan bagi VBL ke Senayan, karena merupakan peraih suara mayoritas kedua.

Secara keseluruhan, Nasdem mendapatkan 207.732 suara di Dapil NTT 2, sehingga berhak atas satu kursi DPR RI.

Di Dapil NTT 1, yang meliputi Flores, Lembata dan Alor, Nasdem juga berhasil mendapatkan satu kursi yang akan diisi oleh Julie S. Laiskodat, istri VBL.

Selain VBL, sejumlah calon anggota DPR RI berlatar belakang kepala daerah di NTT juga gagal mendapatkan suara mayoritas di partainya. 

Hanya saja, berbeda nasib dengan VBL, mereka tetap gagal melaju ke Senayan.

Mereka antara lain mantan Bupati Timor Tengah Selatan, Paul Mella; mantan Bupati Timor Tengah Utara, Raymundus Fernandes; mantan Bupati Kupang, Ayub Titu Eki; mantan Bupati TTU, Gabriel Manek; dan mantan Bupati Belu, Wilibrodus Lay.

Selain itu, ada juga mantan Bupati Sumba Tengah, Umbu Sappi Pateduk; mantan Bupati Sumba Timur, Gidion Mbilijora dan mantan Bupati Manggarai, Christian Rotok.

Dari sejumlah Caleg DPR RI berlatar belakang kepala daerah di NTT yang maju pada Pemilu 2024, hanya Esthon Foenay yang lolos ke Senayan. Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013 ini maju melalui Partai Gerindra.

Bukan Hal Baru

Fenomena gagalnya calon DPR RI berlatar belakang kepala daerah ini bukan hal yang baru di NTT.

Pada pemilu tahun 2019, Frans Lebu Raya yang pernah 5 tahun sebagai wakil gubernur dan 10 tahun sebagai gubernur NTT gagal terpilih sebagai anggota DPR RI.

Benny Alexander Litelnoni yang merupakan Wakil Gubernur NTT mendampingi Lebu Raya pada 2013-2018 juga gagal ke Senayan pada Pemilu 2019. Benny juga merupakan Wakil Bupati Timor Tengah Selatan periode 2008–2013.

Mantan kepala daerah yang juga gagal pada Pemilu 2019 adalah Ayub Titu Eki (mantan bupati Kupang selama 10 tahun), Ibrahim Agustinus Medah (5 tahun anggota DPD, 5 tahun Ketua DPRD Kabupaten Kupang dan 5 tahun Bupati Kupang), Antony Bagul Dagur (5 tahun Bupati Manggarai), Christian Rotok (10 tahun Bupati Manggarai), Paulus Moa (5 tahun Bupati Sikka) dan Yoseph Tote (10 tahun Bupati Manggarai Timur).

Popularitas Tak Menjamin Elektabilitas

Pengamat Politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Ahmad Atang mengatakan kekalahan para mantan kepala daerah merupakan fenomena yang menarik.

Ia menyebut, mereka sebetulnya punya kans besar untuk melaju ke Senayan karena memiliki basis sosial dan politik masing-masing. 

“Namun, faktanya justru terbalik, karena yang terpilih adalah figur baru yang belum banyak memiliki rekam jejak di publik,” kata Atang.

Dari segi popularitas, kata Atang, para mantan kepala daerah ini sudah dipastikan banyak dikenal masyarakat.

Karena itu, kata dia, “tidak ada alasan mereka tidak dikenal publik.”

Ia menilai, penyebab kegagalan para mantan kepala daerah adalah pada aspek elektabilitas, yang tidak selamanya mendapatkan respon baik masyarakat. 

Sebaliknya, kata dia justru “ada kejenuhan publik”. 

Hal ini berkaitan dengan persepsi yang dibangun selama menjabat, kata Atang.

“Publik ingin sesuatu yang baru, figur yang baru, bahkan atmosfir politik yang baru. Maka, figur lama justru ditenggelamkan dan lebih mendorong figur baru, apalagi yang masih milenial,” katanya.

Rekam jejak mereka selama memimpin juga menentukan posisi tawar pada pemilih, katanya.

Bila selama menjabat ada persepsi positif yang dibangun, kata dia, maka tingkat kepercayaan publik akan baik sehingga peluang terpilih pada jabatan lain juga besar. 

Sebaliknya, jelas Atang, jika pemimpin menciptakan persepsi negatif di mata publik, maka rakyat tentu tidak akan memilihnya.

“Politik ini soal persepsi. Semakin tinggi tingkat persepsi positif publik terhadap seorang figur, maka akan semakin besar orang memilihnya, begitu juga sebaliknya,” kata Atang.

Tidak Bekerja Serius untuk Menang

Atang juga menyoroti fenomena para mantan kepala daerah yang merasa nyaman karena yakin sudah berbuat sesuatu bagi masyarakat sehingga yakin bakal dipilih.

Karena itu, kerja-kerja politik untuk merebut suara hanya didelegasikan pada tim sukses di lapangan.

“Cara ini justru membangun jarak politik antara calon dan rakyat,” jelasnya.

Hal ini, kata dia, ditambah dengan kurangnya alat peraga kampanye para calon yang disebarkan ke masyarakat. 

Kondisi ini, kata Atang, semakin menenggelamkan mereka dari perhatian publik.

Dengan demikian, kata dia, “rakyat kebanyakan tidak mengetahui jika yang bersangkutan maju menjadi calon.”

Informasi yang dihimpun Floresa, Caleg DPR RI Dapil NTT 1 yang berpeluang lolos yakni, Andreas Hugo Parera dari PDIP, Ahmad Yohan dari PAN, Benny Kabur Harman dari Demokrat, Dipo Nusantara dari PKB, Melchias Markus Mekeng dari Golkar dan Julie Sutrisno Laiskodat dari Nasdem.

Dari dapil NTT 2, sejumlah nama seperti Emanuel Melkiades Laka Lena dan Gabriel Novanto dari Golkar, Ratu Ngadu Bonu Wulla dari Nasdem, Esthon Foenay dari Gerindra, Yohanes Fransiskus Lema dari PDIP, Anita Gah dari Demokrat, dan Usman Husein dari PKB dipastikan lolos ke Senayan.

Editor: Peter Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini