Pulau Sukun di Utara Sikka Diterjang Banjir Rob, Kapal Nelayan Dihantam Ombak di Kupang: BMKG Ingatkan Warga Waspadai Gelombang Tinggi di Perairan NTT

Gelombang setinggi 3-5 meter berpotensi melanda tujuh titik perairan sampai 15 Maret. Nelayan, nakhoda dan warga pesisir diminta lebih berhati-hati

Baca Juga

Floresa.co – Hujan deras disertai angin kencang memicu banjir rob di Pulau Sukun, Sikka. Lebih dari seribu warga mengungsi ke dataran tinggi.

Banjir rob menerjang semua dusun di Sukun, pulau yang berada di sebelah utara Pulau Flores.

Desa di pulau seluas lima kilometer persegi itu masing-masing Kajoangin, Sambuta dan Sukun. Ketiganya tercakup dalam wilayah administratif Desa Semparong, Kecamatan Alok.

Warga di tiga dusun itu berjumlah 1.100 orang, menurut keterangan Penjabat Kepala Desa Semparong, Ismail Irianto Ipir kepada Floresa pada 13 Maret.

Ismail mengatakan banjir rob terjadi pada 10-11 Maret. Ketinggian air mencapai dua meter. 

Hidup di pesisir, “tiap tahun kami menghadapi banjir rob. Sementara “tak satu pun tanggul berdiri di sini,” kata Fikram, seorang warga Semparong.

Tanggul laut lumrahnya dibangun di wilayah pesisir yang rentan terdampak limpasan air laut, berpotensi terjadi banjir rob, abrasi dan penurunan muka tanah. 

“Haruskah setiap tahun kami waswas akan banjir rob yang masuk kampung?,” katanya, berharap pemerintah “segera melakukan sesuatu.”

Cemaskan Jembatan

Hujan deras selama berhari-hari di Sikka membuat warga mulai mencemaskan embatan kayu di kampung mereka bakal tergenang atau dihanyut banjir.

Seruas jembatan di Desa Tua Bao, Kecamatan Waiblama, misalnya, “selalu terendam luapan air dari kali,” kata Arnoldus Delfi.

“Bukan sekali, dua kali saja terendam,” kata lelaki 38 tahun yang tinggal di Tua Bao itu, “melainkan setiap tahun.”

Begitu juga yang terjadi pada jembatan Napungkeor. Struktur yang membentang di atas Kali Napungkeor di Waiblama itu sempat tak bisa dilewati sejak 8 Maret hingga 11 Maret.

Napungkeor menghubungkan dua desa. Masing-masing Natarmage dan Tanarawa.

“Setiap tahun selalu ada hari-hari saat anak-anak tak bisa menyeberang ke sekolah dan warga tak bisa pergi ke Puskesmas,” katanya.

Setiap tahun pula, “warga berswadaya membangun jembatan darurat karena sebelumnya selalu dihanyut banjir.”

Fransiskus Ismail, Camat Waiblama yang dihubungi Floresa pada 9 Maret tak menampik kondisi jembatan Napungkeor yang saat ini “sangat parah.”

“Jembatan ini mempermudah akses pelayanan pemerintah termasuk Puskesmas dan anak-anak sekolah. Masyarakat berharap pemerintah daerah segera memperbaiki,” katanya.

Kapal Nelayan Rusak 

Sementara itu di Pulau Timor, gelombang pasang yang menerjang Pantai Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang pada 11-12 Maret 2024 turut merusak setidaknya 10 kapal nelayan.

Ketua Komunitas Nelayan Angsa Laut Oesapa, Muhamad Mansur Doken yang akrab disapa Dewa mengatakan “empat [kapal] rusak berat dan enam kapal rusak ringan.”

Kerusakan juga dipicu “ketiadaan tanggul pemecah gelombang yang membuat kapal-kapal jadi tak terlindungi,” kata Dewa kepada Floresa pada 14 Maret.

Di sekitar parkiran perahu nelayan Oesapa terdapat hutan mangrove. Namun, kata Dewa, mereka enggan menyimpan perahu di dalam hutan itu lantaran “tak ingin merusak anakan mangrove.”

Sebaliknya, nelayan selama ini memilih untuk memarkir kapal mereka di tepi pantai.

Laporan kerusakan tersebut sudah disampaikan kepada kelurahan dan kecamatan setempat serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah [BPBD] Kota Kupang. 

Sementara “Dinas Kelautan dan Perikanan belum tinjau lokasi,” katanya.

Hujan dan angin kencang yang terjadi beberapa hari terakhir turut mengakibatkan banjir rob di pesisir pantai Oesapa.

Dewa menjelaskan, sejumlah warga terpaksa meninggalkan rumahnya, mengungsi ke tempat yang lebih aman.

“Kondisi malam itu [11 Maret], gelombang tinggi dan air laut masuk sampai rumah warga,” ujar Dewa.

Keesokannya, kata Dewa, gelombang lebih tinggi. Akibatnya, ada kapal nelayan banyak yang rusak dan tenggelam.

Sementara di Kelurahan Naibonat, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, sebanyak 246 rumah warga tergenang air.

Kepada Floresa pada 14 Maret, Kepala BPBD Kabupaten Kupang, Semy Tineti mengatakan sebanyak 1.141 warga Kelurahan Naibonat terdampak banjir di wilayah tersebut sempat mengungsi ke rumah kerabat.

“Sejak sore kemarin [13 Maret] sudah tidak ada genangan dan warga sudah ke rumah masing-masing,” jelas Semy.

Di Kabupaten Timor Tengah Selatan [TTS], air di Kali Noemuke sempat meluap dan menggenangi rumah warga Desa Toineke, Kecamatan Kualin.

Kepala BPBD TTS, Yeri Nakamnanu mengatakan “saat ini [14 Maret] air sudah surut, sisa beberapa rumah yang masih tergenang dengan ketinggian air kurang dari 10 cm.”

Terkait jumlah rumah warga terdampak, Yeri mengatakan “sedang mendata bersama pemerintah desa dan kecamatan setempat.”

“Sementara ini BPBD mendistribusikan air bersih, dibantu kepolisian resor TTS dan Brimob Kepolisian Daerah NTT,” kata Yeri melalui pesan WhatsApp pada 14 Maret.

Waspada Gelombang Tinggi

Stasiun Meteorologi kelas II Kupang, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika [BMKG] mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem di Nusa Tenggara Timur [NTT] pada 12 Maret.

Siti Nenotaek, Kepala Stasiun Meteorologi kelas II Kupang menyatakan cuaca ekstrem di NTT dipengaruhi bibit siklon bernama “91S” yang mulai terbentuk di Provinsi Banten.

Pembentukan siklon memicu gelombang hingga setinggi 3-5 meter di perairan NTT.

Stasiun Meteorologi Maritim Tenau-Kupang memprakirakan gelombang tinggi masih akan terjadi hingga 15 Maret.

Nelayan dan warga pesisir Laut Flores, Selat Sape bagian selatan, Laut Sawu, Selat Sumba bagian barat, perairan Kupang-Rote, Samudra Hindia di sebelah selatan Kupang-Rote dan Samudra Hindia di sebelah selatan Sumba-Sabu diminta waspada.

Gelombang tinggi di tujuh titik perairan itu “sangat berisiko tinggi terhadap perahu nelayan dan kapal tongkang, dan bisa membahayakan kapal feri,” kata Nur Ida Hasana, prakirawan Stasiun Meteorologi Maritim Tenau-Kupang seperti disitir dari Okezone.com.

Laporan ini dikerjakan oleh Maria Margaretha Holo di Sikka, Pulau Flores dan Joe Tkikhau di Timor Tengah Selatan, Pulau Timor

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini