Bolak-balik Pelimpahan Berkas Dugaan Korupsi Pembangunan Rumah Sakit Pratama di TTS, ‘Jaksa dan Polisi Jangan Main-Main’

Aktivis antikorupsi mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penanganan kasusnya lantaran kelamaan mandek di kepolisian, sementara lima tersangka sudah dibebaskan dari tahanan

Floresa.co – Lebih dari separuh tahun sesudah polisi menetapkan lima tersangka, berkas perkara kasus korupsi pembangunan sebuah rumah sakit pratama di Kabupaten Timor Tengah Selatan [TTS] tak kunjung lengkap atau P21. 

Kelimanya lalu dibebaskan dari rumah tahanan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur [Polda NTT] pada Februari 2024.

Para tersangka adalah Pejabat Pembuat Komitmen [PPK] Dinas Kesehatan Kabupaten TTS; Brince Yalla; konsultan perencana, Guskaryadi Arief; Direktur PT Tangga Batu Jaya Abadi [TBJA], Mardin Zendrato; konsultan pengawas pembangunan, Hamka Djalil dan Andrew Feby Limanto. 

Diketahui meminjam bendera PT TBJA, Andrew berlaku sebagai kontraktor dalam pembangunan Rumah Sakit [RS] Pratama Boking di Kecamatan Boking itu.

Barang bukti dalam praktik pinjam bendera itu termasuk uang tunai Rp292.000.000 dari Andrew kepada Mardin, menurut Polda NTT saat konferensi pers penetapan tersangka pada Juni 2023.

Andrew dan Brince mulai ditahan pada 13 Oktober 2023, sementaar tiga lainnya pada 22 Oktober 2023. 

Kendati bebas dari tahanan, “proses hukum terhadap kelimanya terus berjalan,” kata Kepala Bidang Humas Polda NTT, Kombes Pol Ariasandy pada 25 Maret.

Pada hari pembebasan mereka, Polda melimpahkan kembali berkas perkara kasus itu ke Kejaksaan Tinggi NTT.

Dari Polres ke Polda, Belum Juga Beres

Polda NTT bukanlah penyidik awal kasus itu.

Penyidikannya semula ditangani Polres TTS pada Mei 2019, sebelum pada Juli 2020 diambil alih Polda.

Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres TTS, Hendricka Bahtera mengklaim pengambilalihan proses hukum kasus itu oleh Polda NTT sebagai hal “biasa dalam struktur kerja kepolisian.”

Sesampai di meja Polda, berkas perkara masih bolak-balik dengan kejaksaan, pertanda masih ada dokumen yang belum lengkap.

Penanganan berkas perkara yang berlarut-larut menjadi atensi Aliansi Rakyat Anti Korupsi [Araksi] NTT.

Ketua aliansi itu, Alfred Baun mendorong Polda NTT lekas menuntaskan penanganannya.

Araksi, yang menurut Alfred mengawal kasus ini sejak awal penyelidikan, juga telah menyurati empat lembaga negara terkait, masing-masing Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK], Markas Besar Kepolisian RI [Mabes Polri], Kejaksaan Agung [Kejagung] dan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat–yang mengurusi bidang hukum, hak asasi manusia dan keamanan.

“Pekan ini tim KPK, Kejagung dan Mabes Polri akan ‘turun’, melakukan evaluasi dan supervisi terkait kasus ini,” katanya kepada Floresa pada 25 Maret.

Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi NTT, Alfred Baun. (Korantimor.com)

Alfred tak menjabarkan waktu evaluasi dan supervisi yang sebelumnya ia sebutkan.

Dihubungi secara terpisah, Ariasandy membenarkan kunjungan tersebut. 

Namun, ia tak secara gamblang menyebut kunjungan perwakilan tiga lembaga negara itu terkait dugaan kasus korupsi di RS Pratama Boking. 

Lawatan tersebut, katanya kepada Floresa, “untuk berkoordinasi soal penanganan kasus-kasus korupsi serta memberi masukan terkait langkah penanganan korupsi.”

Kerugian Negara Lebih dari 93 Persen Anggaran Pembangunan

RS Pratama Boking mulai dibangun pada Mei 2017, dengan masa kerja 90 hari.

Pagu perencanaan pembangunan sebesar Rp812.922.000 bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten TTS, sementara anggaran pembangunan Rp17.459.000.000.

Bangunannya mulai rusak bahkan sebelum diresmikan pada 2019 oleh Bupati TTS saat itu, Egusem Piether.

Kerusakan fisik gedung rumah sakit tersebut mendorong Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan [BPKP] Perwakilan NTT bersama Polres TTS menggelar serangkaian penyelidikan, baik telaah dokumen, meminta keterangan saksi maupun memeriksa fisik bangunan yang dilaporkan rusak.

Berdasarkan telaah dokumen, penyidik menemukan semestinya 17 tenaga ahli terlibat dalam pembangunannya, sementara faktanya hanya melibatkan lima tenaga ahli.

Sementara itu, konsultan perencana Guskaryadi Arief sudah menerima 64 persen pembayaran atau Rp520.270.080.000, meski produk perencanaan pembangunan belum diserahkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten TTS. 

Negara merugi Rp16.526.472.800, menurut hasil audit BPKP NTT, atau lebih dari 93 persen dari total dana pembangunan.

Egusem sempat diperiksa sebagai saksi dan mengklaim “tak terlibat dalam kasus itu.”

“Saat pengerjaan RS Pratama Boking, saya menjabat Asisten II Bidang Pembangunan Sekretariat Daerah TTS,” katanya.

“Sebagai Asisten II,” kata Egusem, “kewenangan saya dibatasi.”

Ariasandy membenarkan pemeriksaan terhadap Egusem.

“Sejauh ini belum ada indikasi keterlibatan beliau,” katanya kepada Floresa.

Menagih Komitmen Penuntasan Kasus, Berharap KPK Ambil Alih

Pengamat hukum Universitas Widya Mandira Kupang, Mikael Feka meminta “jaksa dan penyidik jangan main-main tangani kasusnya supaya segera ada kejelasan.”

Apalagi, kata Mikael kepada Floresa, “kasus ini menyangkut pelayanan kesehatan yang vital bagi masyarakat setempat.”

Sementara Alfred Baun dari Araksi NTT berharap KPK “dapat mengambil alih kasusnya akibat kelamaan mandek.”

Ia membandingkan perkara RS Pratama Boking dengan kasus korupsi pengadaan benih bawang merah di Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malaka yang sudah mencapai vonis usai ditangani KPK.

Pengadaan benih itu merupakan bagian dari program pemerintah daerah untuk tahun anggaran 2018. 

Kasus yang bertahun-tahun mandek di Polda NTT akibat kendala berkas perkara itu “akhirnya tuntas ketika ditangani KPK,” kata Alfred.

Pada Januari, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kupang memvonis penjara enam pejabat yang terlibat dalam kasus itu.

Keenam terpidana masing-masing Kepala Bidang Hortikultura; Yosef Klau Berek; Kepala Bagian Pengadaan Barang atau Jasa, Martinus Bere; Staf Bagian Administrasi Pembangunan, Agustinus Klau Atok; Pelaksana Bidang Cipta Karya dan Perumahan, Karolus Antonius Kerek dan dua pelaku sektor swasta – Severinus Defrikandus dan Baharuddin.

Editor: Anastasia Ika

spot_imgspot_img

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

Baca Juga Artikel Lainnya

‘Terawat dan Bagus,’ Kata KSOP Soal Kapal Wisata yang Terbakar di Labuan Bajo

Angkut 16 wisatawan, kapal wisata Sea Safari VII terbakar di perairan antara Pulau Penga dan Pulau Mawan, Labuan Bajo

Polisi di Manggarai Timur Amankan Ayah yang Diduga Perkosa Putri Kandung Hingga Lahirkan Dua Anak

Korban masih dalam kondisi kurang sehat pasca melahirkan anak kedua 

Keuskupan Ruteng Janji Serius Tangani ‘Dugaan Perbuatan Tercela’ Imam yang Tidur dengan Istri Umat, Klaim Akan ‘Jaga Nama Baik’ Semua Pihak

Umat yang mengaku imam Keuskupan Ruteng tidur dengan istrinya meminta imam itu tanggalkan jubah

Bersatu Usung Perubahan pada Pilkada 2020, Hery Nabit dan Heri Ngabut Berpisah pada Pilkada 2024

Menyongsong Pilkada 2024, keduanya sudah mendaftar sebagai calon bupati di sejumlah partai politik