Bukan Desa Pariwisata, Tapi ‘Parah Wisata,’ Warga Kritisi Jalan Buruk ke Desa Liang Bua, Pertanyakan Janji Wakil Bupati Manggarai Saat Pilkada

Masuk kategori desa wisata karena menjadi lokasi situs arkeologi terkenal, warga mengeluhkan kondisi jalan yang rusak parah ke Liang Bua, kendati Wakil Bupati Heribertus Ngabut sesumbar saat Pilkada akan lakukan perbaikan - yang belum juga jadi kenyataan hingga masa jabatan mereka akan berakhir

Floresa.co – Suatu sore, Ignas hendak ke Kampung Teras di Desa Liang Bua, Kabupaten Manggarai, mengendarai sepeda motor.

Ia kesulitan mengemudikan motor itu karena jalan yang rusak parah. Sebagian aspalnya sudah terlepas, menyisakan bebatuan.

Di kanan-kiri tidak ada got, membuat air hujan menggenangi badan jalan.

Ruas jalan yang licin membuat Ignas sangat berhati-hati, takut kecelakaan.

Melihat Ignas, Andi, seorang warga yang sedang jalan kaki ke kebun mendekat.

Ignas berkata kepada Andi sudah beberapa kali hampir jatuh dari motornya selama perjalanan itu.

Ia lalu bertanya, “kira-kira bagian mana dari jalur ini yang [kondisinya] baik?”

Andi menjawab “tidak ada,” memberitahu Ignas bahwa “tidak bisa lewat di sini.”

“Maunya ikut jalur lain. [Jalan] di sini tidak ada yang bagus,” kata Andi.

“Di sini tidak bisa masuk mobil?”, tanya Ignas yang dijawab Andi “tidak bisa.”

Ignas kembali bertanya bagaimana kalau warga di kampung itu mau ke Ruteng, direspons Andi, “kami tidak naik mobil, kami jalan kaki ke sana.”

“Sengsara sekali jalan di sini. Bukankah ini desa pariwisata?” kata Ignas.

Andi menjawab “orang-orang bilang seperti itu.”

“Bagaimana kalau ada orang sakit yang membutuhkan pertolongan?” kata Ignas.

“Kami menggotongnya, tidak bisa pakai mobil,” jawab Andi.

Ignas lalu meminta Andi ikut mengendarai motor dan menuntunnya melanjutkan perjalanan ke Teras. 

Sampai di suatu titik yang rusak parah, Andi memilih turun untuk mendorong motor itu.

Setibanya di tengah kampung, Andi kembali turun karena di depan mereka terdapat ruas jalan yang terputus karena longsor. Keduanya lalu mendorong motor, dibantu seorang warga lain.

Seorang ibu yang melihat aksi mereka bertanya “bagaimana pendapat kalian tentang jalan ini?”

“Jalannya buruk sekali, tapi mau bagaimana lagi, seandainya ada yang bisa perhatikan,” kata Ignas.

Ibu itu menyahut, “Kami yang berada dekat sini beban sekali. Kalau misalnya ada tujuh motor yang lewat, berarti kami juga tujuh kali membantu mendorongnya.”

Setelah percakapan itu, Ignas dan Andi melanjutkan perjalanan. Mereka berhenti di sebuah tempat, di mana motor Andi terpakir. 

Cerita ini terekam dalam sebuah video yang diunggah Ignas di akun Facebook “Nepa Walis” pada 5 April.

Pada hari yang sama, unggahan itu dibagikan Makarius Gasman, warga Kampung Teras di akun Facebooknya.

Memuji cara kreatif menyampaikan kritikan kepada pemerintah, Makarius menulis, ”mudah-mudahan pihak terkait dapat memanfaatkan inderanya untuk melihat dan mengatasi permasalahan ini.”

Makarius yang berbicara kepada Floresa pada 6 April mengatakan Ignas dan Andi merupakan warga Kampung Golo Manuk, yang masuk dalam wilayah administratif Desa Liang Bua di Kecamatan Rahong Utara.

Jalan yang dilintasi Ignas dan Andi menghubungkan Wae Racang-Golo Manuk-Teras. 

“Wae Racang merupakan lokasi destinasi wisata Gua Liang Bua,” katanya.

Rawan Kecelakaan

Makarius berkata jalan itu masuk kategori jalan kabupaten yang dibangun dan ditingkatkan menjadi lapisan penetrasi pada 2009. 

Tiga tahun setelahnya, kata dia, jalan itu mulai rusak dan sangat membahayakan pengguna jalan.

Kerusakan yang parah sepanjang sekitar dua sampai tiga kilometer bermula dari Teras sampai Wae Racang, kata Makarius

Akibatnya, “sudah banyak pengguna jalan yang menjadi korban kecelakaan di jalur itu.”

“Kalau hujan, jalan itu tidak terlihat lagi dan lubang-lubangnya dalam semua,” katanya.

Makarius mengirimkan dua buah foto kepada Floresa yang menampilkan para pengendara sepeda motor yang kecelakaan.

Salah satu foto menampilkan seorang pengendara yang terjatuh dari motornya. Foto lainnya menampilkan tiga anak sedang membereskan beberapa barang yang tercecer di jalan usai jatuh dari motor.

Seorang pengendara motor kecelakaan di jalan ke Desa Liang Bua. (Dokumentasi Makarius Gasman)

Kepala Desa: ‘Cari Mati’ Kalau Melintas Saat Musim Hujan

Kepala Desa Liang Bua, Hendrikus Apuk berkata saat musim hujan seperti sekarang, “semua jenis kendaraan tidak bisa masuk ke desa.” 

Kalau tetap nekat melintas, kata dia, berarti “orang itu cari mati karena di sisi jalan ada tebing dan danau.”

“Waktu malam tahun baru, saya jatuh di ruas jalan yang terputus itu karena saya paksa melintas. Bagian kanan motor saya rusak parah,” katanya.

“Mungkin di seluruh Kabupaten Manggarai, jalan yang paling jelek ada di sini,” tambahnya.

Ia berkata jalan yang terputus, seperti di dalam video unggahan Ignas, berada di perbatasan antara Teras dan Golo Manuk. 

Agar bisa melintas di situ, kata dia, “harus dibuat jembatan.” 

Ongkos Sesuaikan dengan Kondisi Jalan

Makarius berkata selain rawan kecelakaan, kerusakan jalan itu menghambat mobilitas ekonomi warga yang mayoritas petani.

Hasil panen warga berupa kopi, kemiri, serta bahan pangan biasanya dijual ke Ruteng, yang berjarak sekitar 22 kilometer dan dapat ditempuh dalam waktu 49 menit dengan mobil, berdasarkan perkiraan Floresa merujuk pada peta Google.

Lantaran jalan rusak parah, tidak ada mobil yang berani masuk ke desanya, kata Makarius.

Jika hendak ke Ruteng warga biasanya menyewa ojek dengan ongkos pergi pulang Rp50.000, ditempuh dalam waktu 30 menit sekali jalan.

“Dulu, ketika jalan masih bagus, biaya angkot ke Ruteng Rp10.000,” katanya.

Ia berkata ada dua rute yang bisa dilewati warga ketika hendak ke Ruteng, yakni melalui Rampasasa di Desa Wae Mulu hingga tiba di Karot, Kelurahan Karot, Kecamatan Langke Rembong.

Rute lainnya melalui Kampung Tasok, melewati Beokina, Desa Golo Langkok, Kecamatan Rahong Utara.

Namun, katanya, warga biasanya memilih rute yang pertama karena “jarak dengan Ruteng lebih dekat dan waktu tempuhnya singkat, sekitar 30 sampai 45 menit.”

Hendrikus berkata kadang-kadang jika hendak ke Ruteng, warga Teras harus berjalan kaki tiga kilometer hingga Gapura Gua Liang Bua, yang berada di Kampung Wae Racang, perbatasan Desa Liang Bua dan Desa Wae Mulu, di mana biasanya terdapat ojek.

“Dari situ mereka akan naik ojek ke Ruteng,” katanya.

Ia mengatakan ongkos pergi-pulang ke Ruteng bervariasi, tergantung tempat mangkal ojek.

“Kalau dari Golo Manuk Rp50.000. Kalau dari Teras, bisa Rp60.000 sampai Rp70.000. Kalau naik dari Wae Racang ongkosnya Rp50.000,” katanya.

Anak-anak sedang membereskan beberapa barang yang tercecer di jalan ke Desa Liang Bua usai terjatuh dari motor. (Dokumentasi Makarius Gasman)

Janji Pemerintah Daerah

Hendrikus berkata warga sangat antusias ketika dalam pemilihan kepala daerah [Pilkada] 2020, pasangan Herybertus G.L Nabit dan Heribertus Ngabut [H2N] terpilih sebagai bupati dan wakil bupati.

Warga, kata dia, menganggap kemenangan H2N menghadirkan “perubahan” sebagaimana slogan mereka digaungkan saat kampanye.

Apalagi, katanya, Ngabut berasal dari Kampung Langke, salah satu kampung di desanya.

Harapan akan perubahan itu, jelas Hendrikus, semakin menguat ketika dalam acara “caca selek” [syukuran adat] terpilihnya H2N, Ngabut berjanji “akan membangun jalan di desanya.”

“Pasti tembus nanti [pembangunan jalan] dari Tasok sampai Gapura Liang Bua,” kata Hendrikus, meniru ucapan Ngabut. 

Ia mengatakan janji itu kembali disampaikan Ngabut setelah destinasi wisata Liang Bua masuk kategori juara satu situs sejarah terpopuler dalam acara malam Anugerah Pesona Indonesia Award 2021.

Dalam acara di Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat itu, Ngabut hadir mewakili Pemerintah Kabupaten Manggarai.

“Dia bicara soal akses jalan, air minum, kemudian obyek penyangga karena ada sawah-sawah di depan Liang Bua,” katanya.

Ngabut juga pernah menyampaikan janjinya, sebagaimana dilansir dalam laporan Victorynews.id pada 1 Desember 2022.

Mengaku selama ini Pemerintah Kabupaten Manggarai belum memperhatikan penanganan jalan di destinasi wisata Liang Bua, katanya dalam laporan itu, ia berjanji agar bersama Nabit menatanya.

“Anggaran untuk membangun jalan ke obyek wisata Liang Bua akan dianggarkan pada tahun 2023” katanya, sembari meminta Dinas Pekerjaan Umum merancang secara teknis biaya untuk pembangunan jalan itu.

“Mengurus jalan ke Liang Bua tidak bisa ditunda lagi. Akses jalan yang lebih baik dan layak untuk destinasi wisata dunia itu menjadi pekerjaan rumah besar untuk Pemkab Manggarai hari-hari ke depan ini,” katanya saat itu.

Hendrikus mengatakan warga sempat yakin bahwa janji itu ditepati ketika pada 2022, ruas jalan Tasok-Wae Racang masuk dalam paket proyek infrastruktur jalan.

Setahun setelahnya, kata dia, paket proyek itu memang dieksekusi, tetapi “nomenklaturnya hanya Tasok-Teras.” 

Pernyataan Hendrikus selaras dengan data paket proyek itu dalam situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kabupaten Manggarai. Di dalam situs itu, tertulis “peningkatan kapasitas struktur jalan Langke Teras-Liang Bua, Kecamatan Rahong Utara + Sondeng Liang Bua, Kecamatan Wae Ri’i.” Proyek itu berpagu Rp7,5 miliar dengan dana bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2023.

“Memang dieksekusi. Hanya tidak sampai sasaran. Tidak sampai di Golo Manuk. Jalan yang beraspal hanya dari Tasok sampai di Langke, kampungnya Pak Wakil Bupati. Padahal, yang rusak parah ini kan dari Teras sampai di Golo Manuk,” kata Hendrikus.

“Kami juga heran, kenapa tiba-tiba pengerjaannya hanya sampai di Teras.” 

Ia berkata, beberapa warga sempat menyatakan kekecewaannya di media sosial, membuat seorang kepala bidang dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mendatangi desanya, berdiskusi dengan kaum muda.

“Dalam diskusi itu, mereka diberitahu bahwa pengerjaannya akan dilanjutkan pada 2024, tapi sampai sekarang belum terealisasi,” ungkapnya.

Ia berkata, saat Pilkada 2020, H2N meraih kemenangan mutlak 100 persen dari Liang Bua, namun keberadaan Ngabut sebagai wakil bupati tidak mampu memenuhi harapan warga yang “hanya membutuhkan jalan.”

“Kami juga tidak tahu alasannya, mungkin karena anggaran atau apa. Tapi, namanya masyarakat, mereka tebak lurus saja, kami sudah tidak diperhatikan,” tambahnya. 

Desa “Parah Wisata”

Di Desa Liang Bua terdapat gua batu kapur atau karst, tempat penemuan manusia purba Homo Floresiensis yang ramai dibicarakan pada 2021, hasil penelitian ilmuwan asal Australia.

Hingga saat ini, penelitian masih dilakukan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang bekerja sama dengan institusi lain.

Gua Liang Bua di Desa Liang Bua. (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)

Hendrikus berkata kondisi infrastruktur yang buruk membuat “kami sangat pesimis dengan status Liang Bua sebagai desa pariwisata.” 

Peningkatan jalan ke desanya, kata dia, hanya dilakukan saat era Christian Rotok sebagai bupati.

Kendati pemerintah desa selalu mengusulkannya setiap kali musyawarah rencana pembangunan di tingkat kecamatan, kata Hendrikus, namun belum ada jawaban.

“Orang bilang ini desa pariwisata, tapi bagi kami, ini desa yang paling parah sudah. Ini desa ‘parah wisata’ bukan pariwisata,” katanya. 

“Jangan sekali-kali menyebut Liang Bua sebagai desa pariwisata karena faktanya di lapangan kondisi jalannya jelek sekali,” tambahnya.

Makanya, katanya, “saya jengkel kalau disebut sebagai desa pariwisata karena selain jalannya jelek, desa juga tidak mendapat pemasukan dari situ.”

Makarius berharap pemerintah kabupaten bisa segera memperbaiki jalan, yang tidak saja mempermudah mobilitas, tetapi juga membantu perekonomian mereka.

Floresa meminta tanggapan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Lambertus Paput pada 8 April. Namun, ia tidak merespons permintaan wawancara, kendati pesan yang dikirim via WhatsAppnya bercentang dua.

Editor: Ryan Dagur

spot_imgspot_img

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

Baca Juga Artikel Lainnya

Keuskupan Ruteng Janji Serius Tangani ‘Dugaan Perbuatan Tercela’ Imam yang Tidur dengan Istri Umat, Klaim Akan ‘Jaga Nama Baik’ Semua Pihak

Umat yang mengaku imam Keuskupan Ruteng tidur dengan istrinya meminta imam itu tanggalkan jubah

Bersatu Usung Perubahan pada Pilkada 2020, Hery Nabit dan Heri Ngabut Berpisah pada Pilkada 2024

Menyongsong Pilkada 2024, keduanya sudah mendaftar sebagai calon bupati di sejumlah partai politik 

‘Saya Sudah Telanjur. Kasus Ini Diam-Diam Saja. Kalau Dibongkar, Saya Hancur,’ Imam Katolik di Keuskupan Ruteng Mohon kepada Suami yang Istrinya Ia Tiduri

Umat Katolik yang istrinya tidur bersama imam Katolik, pastor parokinya memberi klarifikasi, membantah klaim-klaim imam itu

Floresa Hadiri Peluncuran ‘Journalism Trust Initiative’ untuk Penguatan Media Digital di Indonesia

Indonesia adalah satu dari 10 negara prioritas di Asia-Pasifik yang diharapkan bisa bergabung dalam proses sertifikasi media digital ini

Menteri Sandiaga Uno Tanam 1.000 Pohon di Golo Mori, Labuan Bajo, Tapi Dukung Pembabatan ‘Jutaan Pohon’ untuk Proyek Parapuar di Kawasan Hutan Bowosie

Penanaman pohon, kata Sandiaga, bagian dari upaya mendukung ‘green tourism’ di Labuan Bajo, namun dianggap sebagai aksi ‘tipu-tapu’